Sabtu, April 20, 2024

Perlukah Produk Riset Perguruan Tinggi Dipatenkan?

mohammad alaudin
mohammad alaudin
Dosen di Universitas Negeri Semarang. Menulis di blog pribadi https://alasains.wordpress.com/

Salah satu tugas perguruan tinggi (PT) adalah melaksanakan penelitian atau riset sebagai bagian dari Tri Dharma PT. Produk-produk riset yang dihasilkan tentu saja berpotensi untuk dipatenkan. Bahkan sekarang untuk beberapa skema, luaran riset diharuskan didaftarkan paten. Bagi PT, paten ini dinilai sebagai salah satu langkah menuju hilirisasi produk-produk riset dan inovasi yang berkaitan dengan dampak riset serta reputasi PT.

Adanya tuntutan luaran riset dan dorongan untuk meningkatkan reputasi, maka PT berlomba-lomba memfasilitasi dosen-dosennya untuk memperbanyak paten. Namun, bagaimanakah sejatinya dampak dari mematenkan produk riset baik bagi PT itu sendiri maupun bagi pihak-pihak lain? Apakah paten akan meningkatkan dampak riset? Dan apakah paten memberikan keuntungan finansial bagi PT?

Sejatinya riset adalah kerja kolaborasi. Untuk menghasilkan produk riset yang berkualitas, PT tidak bisa bergerak sendiri. PT perlu berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk dengan industri. Industri dapat meminta PT untuk bersama memecahkan persoalan di lapangan melalui sebuah riset. Atau sebaliknya, produk riset di laboratorium PT dapat diuji dalam skala yang lebih besar bersama   pihak industri yang terkait. Dengan demikian, kolaborasi yang saling menguatkan akan terbentuk. Produk riset yang aplikatif dan solutif akan tercipta.

Namun, apabila PT lebih memilih menutup produk risetnya melalui paten, maka hal ini justru berpotensi menghambat kolaborasi dan pengembangan hasil riset. Dengan pola ini, PT akan lebih cenderung mematenkan temuan-temuannya dan kemudian menawarkan lisensinya kepada industri atau pihak lain dengan syarat atau kompensasi tertentu. Jadi, mestinya industri menjadi mitra untuk bersinergi mengembangkan hasil temuannya, PT justru menjadikannya sebagai obyek untuk mendatangkan keuntungan.

Karena paten memiliki nilai ekonomi, maka tidak salah jika PT berharap income dari perolehan paten. Tentu saja hal ini dapat terwujud jika paten tersebut dikomersialkan atau menghasilkan suatu produk yang laku dan bernilai secara ekonomi. Namun kenyataannya, tidak sedikit paten-paten dari PT ini belum layak untuk diproduksi dalam skala komersil. Alih-alih mendatangkan income, perolehan paten justru hanya untuk mengejar gengsi antar PT.

Sebuah studi di Amerika Serikat yang dilaporkan oleh Walter D. Valdivia menunjukkan bahwa mayoritas paten dari universitas tidak mendatangkan keuntungan finansial yang sebanding. Pendapatan yang dihasilkan dari kesepakatan bisnis penggunaan paten belum cukup untuk menutupi biaya operasional kantor layanan transfer teknologi di universitas. Hanya universitas-universitas tertentu yang mampu mendapatkan keuntungan finansial yang signifikan. Studi lain yang dilakukan di Eropa oleh Aldo Geuna dan Lionel Nesta  juga menunjukkan fakta yang sama. Padahal kualitas riset PT di AS dan Eropa tentu saja jauh lebih baik daripada di negara kita. Dengan fakta ini, apa yang dialami universitas-universitas di AS dan Eropa patut menjadi cerminan.

Sementara itu, pencatatan paten juga bertentangan dengan prinsip pendidikan tinggi, sebagaimana diungkapkan Thana de Campos dari University of Cambridge dalam sebuah tulisannya. Paten mensyaratkan pembatasan akses pengetahuan terhadap subyek yang telah dipatenkan. Sementara kita tahu, tujuan utama universitas adalah untuk menghasilkan dan menyebarluaskan pengetahuan kepada publik, maka ada ketidaksinkronan ketika universitas mematenkan produk riset mereka. Dalam hal ini, PT membuat ilmu pengetahuan yang mereka miliki kurang dapat diakses oleh publik.

Selain menerapkan paten pada produk riset sebenarnya ada alternatif yang bisa dipilih oleh PT, yaitu memberikan lisensi terbuka. Pilihan ini menjadikan produk riset lebih mudah diakses sehingga akan memberikan dampak yang lebih luas. Selain itu, lisensi terbuka akan lebih membuka peluang kolaborasi untuk pengembangan produk-produk riset.

Contoh produk berlisensi terbuka adalah sistem operasi android yang menempel pada mayoritas telepon pintar dan tablet yang ada saat ini. Dengan lisensi terbuka, android berkembang sangat pesat meninggalkan para kompetitornya dan menjadi sistem operasi yang paling banyak digunakan pada telepon pintar.

PT mestinya menempatkan diri dalam spektrum yang luas dalam hal transfer teknologi dan produk risetnya. PT perlu mempertimbangkan bagaimana agar riset yang dilakukan memberikan dampak sosial secara maksimal, terlebih mayoritas riset PT didanai oleh negara.

Kadang PT perlu mematenkan temuannya secara eksklusif. Kadangpula memberikan lisensi non-eksklusif atau bahkan membukanya secara bebas kepada khalayak. Namun, paten juga tetap harus didorong untuk area tertentu yang diperlukan. Karena bagaimanapun juga paten ini akan menunjukkan daya saing bangsa termasuk untuk menangkal gempuran produk-produk asing.

mohammad alaudin
mohammad alaudin
Dosen di Universitas Negeri Semarang. Menulis di blog pribadi https://alasains.wordpress.com/
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.