Senin, Desember 9, 2024

Perlukah Media Izin?

Stella Tasma
Stella Tasma
Mahasiswa Bina Nusantara University jurusan Ilmu Komunikasi
- Advertisement -

“Misteri Kutukan Anak Jadi Ikan Pari Terpecahkan, Foto Ini Telah Jadi Viral—Inilah video dan foto anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi ikan pari sempat menjadi viral pada awal tahun 2000-an. Meskipun belum diketahui kebenarannya, kabar kutukan itu masih sering menjadi pembicaraan di dunia maya.” (suryamalang.tribunnews.com)

Kita hidup di era modern dengan semua kecanggihan teknologi dan informasi yang kian maju. Semua yang kita inginkan dan kita perlukan dapat diakses dengan mudah di manapun dan kapanpun kita berada hanya menggenggam telepon pintar (smart phone).

Ketika mendengar atau melihat berita dengan judul “Misteri Kutukan Anak Jadi Ikan Pari Terpecahkan, Foto Ini Telah Jadi Viral”, apa reaksi Anda? Apakah Anda terkejut atau biasa saja? Apakah Anda berniat untuk menyebarkan berita ini atau tidak? Apakah Anda akan mencantumkan sumber berita saat menyebarkannya?

Janganlah menjadi salah satu orang yang termakan oleh berita murahan di atas. Berawal dari pemilihan judul yang sangat meyakinkan para pembaca, namun terpatahkan saat membaca isinya. Dari sepenggal isi berita tersebut dikatakan bahwa masih belum diketahui kebenarannya. Namun, judul dari berita itu seakan-akan sudah ada bukti dengan melampirkan foto.

Berita dengan judul yang sangat nyeleneh dan kontroversial dapat menyesatkan para pembaca. Pembaca di Indonesia mudah terjebak pada berita yang di luar batas pengetahuannya dan media mempunyai sasaran pada orang-orang awam.

Menjamurnya media massa era ini, para jurnalis dituntut untuk cepat mencari informasi dan justru dapat mengurangi keakuratan berita. Memang, isi berita yang menghadirkan visualisasi berupa gambar, video, bahkan dokumen akan menarik audience, namun semua yang ditampilkan pasti terdapat pemilik sumber.

Tak hanya media televisi, media online juga berlomba-lomba untuk menyajikan berita yang menarik dengan menambahkan video atau foto dan memberikan judul yang sensasional. Media berlomba-lomba menghadirkan berita yang unik demi kepentingan bisnis.

 

Tekanan para jurnalis untuk mencari berita, lantas menurunkan kualitas berita. Judul berita di atas sangat melanggar kaidah jurnalistik, dimana jurnalis tidak boleh membuat berita cabul. Namun, judul berita dalam cuitan tersebut hanyalah clickbait. Jelas bahwa pada laman viva.co, memberitakan tentang pertandingan sang atlet asal Amerika tersebut.

Clickbait cenderung mengeksplorasi sensasi dari pemberitaan daripada keakuratan dan kualitas informasi. Clickbait mengutamakan statistik klik dan share sebanyak mungkin dan merupakan strategi pilihan dari banyak media massa untuk mempertahankan eksistensinya di tengah perkembangan digitalisasi. Model bisnis ini mungkin membantu banyak media tetap bertahan hidup di tengah transisi digital.

- Advertisement -

Dengan tuntutan kecepatan berita, para jurnalis biasanya terpaksa untuk mencomot sebagian atau keseluruhan dari foto atau video tanpa meminta izin pada pemilik sumber. Bahkan ada yang menyunting foto atau video dan menghapus watermark pemilik sumber.

Hal ini melanggar salah satu Kode Etik Jurnalistik, yaitu “Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.” Jika dirasa foto atau video merupakan dokumentasi pribadi narasumber, sebagai jurnalis perlu meminta izin atau mencantumkan pemilik sumber.

November (30/2018) lalu, terjadi gempa menimpa Alaska. Seorang warganet mengunggah hasil video milik ayahnya ke Twitter. Cuitan ini tersebar cepat dan ditonton ribuan warganet dunia.

Tak terkecuali para media massa yang melibatkan kehadirannya di media sosial. Mereka tak hanya menyapa dan mengucapkan keprihatinannya pada pengunggah video, mereka pun meminta izin untuk mengambil videonya untuk ditayangkan demi kelengkapan berita.

Salah satu media internasional meminta izin atas video milik warganet dari Indonesia yang mengunggah video terkait tenggelamnya kapal Refelia 2 di perairan Ketapang tahun 2016 lalu.

Dari kedua contoh di atas, amat jelas bahwa media haruslah melakukan perizinan pengambilan gambar atau video dengan sopan sesuai etika dan menghargai hak para pemilik sumber jika tidak diberikan izin.

 

Dalam penulisan sumber berita, haruslah jelas dan tidak boleh asal. Lihatlah kedua berita di atas, ada beberapa bagian yang dihilangkan. Sumber berita yang dicantumkan juga tidak sesuai dari media tersebut dapatkan. Bagaimana menurut pendapat Anda? Apakah sesuai dengan etika?

Jurnalis diharapkan menggunakan cara yang etis dan profesional untuk mendapat berita, gambar, dan dokumen. Dalam Kode Etik Jurnalistik, jurnalis dituntut untuk melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. Sumber yang tak jelas akan berdampak pada opini atau sudut pandang masyarakat.

Tak sedikit dari jurnalis yang masih peduli dengan karya orang lain. Mereka melakukan banyak cara, dari menelepon pemilik sumber sampai mengirim surel untuk meminta izin. Dengan hal ini, profesi jurnalis akan dihormati dan tak lagi dipandang sebelah mata oleh khalayak.

Jurnalis haruslah sabar untuk mendapatkan berita yang layak dan bermanfaat untuk audience. Tidak memaksa demi mendapat dokumen yang bersifat rahasia bagi pemilik sumber. Media pun harus kembali memegang prinsip jurnalistik yang baik dan benar. Media dengan pemberitaan yang akurat tak akan kehilangan audience.

Sekarang, audience dituntut untuk bijak dan tegas melihat kecurangan yang dilakukan para media. Berani untuk menolak apapun yang bersifat memaksa demi mendapatkan dokumen apapun. Berikanlah dokumen yang Andapunya jika merasa tidak keberatan digunakan media untuk kepentingan berita atau laporan.

Media perlu mempertahankan profesionalitas dalam melaporkan sebuah berita. Berita haruslah yang orisinil, tidak menjiplak, berkualitas, dan bermanfaat. Media harus memperketat penyaringan berita yang dikerjakan oleh para jurnalisnya. Kualitas sebuah media sebagian besar ditentukan oleh berita yang dilaporkan.

Stella Tasma
Stella Tasma
Mahasiswa Bina Nusantara University jurusan Ilmu Komunikasi
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.