Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan kepadatan penduduk peringkat empat di dunia setelah Amerika Serikat dengan jumlah penduduk sebanyak 261 juta jiwa. Potensi jumlah penduduk yang cukup tinggi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian melalui partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi (dalam kegiatan produksi ataupun konsumsi) dan kontribusi dari angkatan kerja.
Permasalahan penduduk ataupun sumber daya manusia di Indonesia merupakan salah satu permasalahan struktural yang dihadapi Indonesia selain masalah struktural lainnya seperti ketersediaan infrastruktur dan kelembagaan.
Salah satu dampak dari permasalahan struktural sumber daya manusia di Indonesia adalah rendahnya tingkat kualitas atau skill yang dimiliki oleh angkatan kerja atau mereka yang baru lulus dan siap untuk bekerja, sehingga mereka akan mengalami kesulitan untuk dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja baik tingkat regional, nasional, maupun internasional karena keahlian dan skill yang mereka miliki tidak memenuhi standar perusahaan. Permasalahan tersebut akhirnya mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik diketahui bahwa tren angka pengangguran terbuka selama tiga tahun terakhir (2015 – 2017) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2017 angka pengangguran mengalami peningkatan. Hal ini terjadi bisa saja karena disebabkan pergeseran budaya akibat perkembangan teknologi, di mana peranan dan kinerja manusia dapat digantikan oleh komputer ataupun mesin.
Dewasa ini perkembangan tekonologi informasi dan komunikasi tersebut mendorong lahirnya peluang bisnis baru dan berdirinya perusahaan baru yang dikenal dengan sebutan start-up atau perusahaan rintisan.
Bisnis yang mengandalkan teknologi informasi dan komunikasi dengan sistem transaksi yang dilakukan secara online melalui website atau aplikasi dan sistem pembayaran secara non-tunai ini disebut juga dengan istilah sharing economy. Istilah ini mengacu kepada sistem yang digunakan oleh perusahaan start up yang serupa dengan sistem rental atau sewa, dimana posisi perusahaan hanya sebagai pihak atau media perantara yang mempertemukan penjual dengan pembeli.
Sedangkan posisi penjual atau pemilik dari aset adalah sebagai mitra perusahaan, bukan karyawan ataupun staff. Beberapa contoh dari sharing economy yang berkembang di Indonesia seperti Go-Jek, Tokopedia, BukaLapak, dan Traveloka. Mayoritas bisnis sharing economy tersebut bergerak pada sektor jasa atau pelayanan.
Sebuah pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa pengangguran justru meningkat disaat yang bersamaan sedang berkembang bisnis baru yang dapat menjadi peluang untuk menyerap tenaga kerja tersebut? Pertanyaan ini menjadi semakin menarik apabila kita melihat dan membandingkannya dengan data pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDB dalam tiga tahun terakhir (2015 – 2017).
Data tersebut menunjukan bahwa terjadi tren peningkatan pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir dan sepanjang tahun 2017 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dan hampir mencapai angka target pemerintah sebesar 5,2 persen.
Pertanyaan selanjutnya yang kemudian muncul adalah mengapa pada tahun 2017 saat pertumbuhan perekonomian meningkat justru tingkat pengangguran terbuka ikut meningkat? Mengapa hubungan antara keduanya menjadi positif? Apakah hal ini wajar terjadi pada negara berkembang? Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Hukum Okun, teori yang menjelaskan tentang hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan ekonomi dengan tingkat pengangguran menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi seharusnya dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak.
Karena akan dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk meningkatkan produksi barang dan jasa sehingga hal tersebut akan berdampak pada penurunan angka pengangguran. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi seharusnya berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran.
Selanjutnya adalah teori pertumbuhan Rostow atau yang biasa dikenal dengan linear stage of growth yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu masyarakat tradisional, tahapan dasar menuju pertumbuhan yang berkesinambungan, tahapan tinggal landas, menuju kematangan ekonomi, dan tahap konsumsi massal yang tinggi.
Posisi Indonesia sebagai negara berkembang masih berada pada tahap dasar menuju pertumbuhan yang berkesinambungan. Salah satu karakteristiknya adalah mulai bergesernya struktur produksi tradisional menuju sektor industri manufaktur serta meningkatnya inventasi baik dari dalam maupun luar negeri.
Dalam teori pertumbuhan linear tersebut setiap negara harus melewati dan menyelesaikan setiap tahapan atau tingkatan yang ada agar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil. Karena terdapat syarat dan kondisi yang harus dipenuhi agar dapat melaui satu tahapan menuju tahapan berikutnya.
Namun apabila ada satu tahapan yang terlewat atau terjadi lompatan tahapan pertumbuhan maka ada resiko jangka panjang yang akan ditanggung oleh negara tersebut seperti perubahan struktural yang tidak terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang.
Kedua masalah ini pada akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif lainnya seperti meningkatnya angka pengangguran, tingkat kesenjangan yang semakin lebar, pengentasan kemiskinan yang tidak dapat berjalan efektif, dan dampak sosial negatif seperti meningkatnya praktik korupsi dan angka kriminal.
Kedua teori di atas menjelaskan bahwa keadaan Indonesia sebagai negara berkembang mempengaruhi keadaan pasar tenaga kerja dalam hal penciptaan lapangan tenaga kerja yang padat karya agar dapat menyerap banyak tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Itulah salah satu penyebab mengapa angka pengangguran terbuka semakin meningkat pada saat pertumbuhan ekonomi juga meningkat. Berkembangnya bisnis sharing economy di Indonesia merupakan hal positif karena menandakan bahwa Indonesia bisa mengikuti dan beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan zaman yang semakin cepat.
Namun di sisi lain, perubahan ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk menyiapkan kebijakan-kebijakan yang dapat mengatasi dampak dari perubahan atau perkembangan yang terjadi.
Sebagai negara berkembang Indonesia akan mengalami kesulitan dan beresiko dalam jangka panjang apabila mengandalkan kontribusi sektor jasa dalam pertumbuhan perekonomian.
Karena umumnya sektor jasa yang padat modal hanya dapat menyerap sedikit tenaga kerja, dan hanya mereka yang memiliki keahlian khusus yang dapat bersaing dalam pasar, contohnya seperti sektor telekomunikasi, perbankan, dan pasar modal.
Pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh sekor jasa merupakan karakteristik dari negara maju, dimana seluruh sektor perekonomian sudah mapan dan terintegrasi. Oleh karena itu apabila pemerintah tidak siap menghadapi tantangan yang ada akibat perubahan akan berdampak pada meningkatnya angka underemployment akibat sektor kerja informal yang semakin meningkat, masalah ini pada akhirnya akan mempengaruhi angka ketergantungan penduduk atau dependency ratio.