Pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menyatakan bahwa Yerusalem ibu kota Israel, hal tersebut mendapat respon di berbagai belahan dunia. Sampai mengecam dan memaki Presiden Amerika tersebut. Banyak aksi masyarakat dunia yang menghina dan terus melakukan protes supaya pernyataan tersebut dihapuskan atau di tarik kembali.
Banyak para pakar berkomentar yang mengatakan pertanyaan Trump ini telah melanggar perjanjian internasional, ada juga yang mengatakan bahwa pernyataan Trump adalah pernyataan sepihak tanpa membawa perundingan ke PBB. Sehingga para pakar ini berpendapat bahwa Trump salah dalam melakukan strategi politiknya.
Pernyataan Trump ini mendapat ancaman dari sekutunya yang mengatakan bahwa pernyataan ini hanya sepihak dan tidak bisa langsung di terima. Walaupun pernyataan ini masih dalam pernyataan tetapi respon dunia langsung besar dan pernyataan ini cepat di hilangkan.
Dalam analisis saya dunia hanya melihat pernyataan tanpa ada analisis yang mendalam kenapa Donald Trump membuat pernyataan seperti itu? Apakah dia hanya melakukan spekulasi strategi politiknya atau memang dia mendapat banyak dukungan Negara untuk melakukan pernyataan tersebut. Seperti pepatah mengatakan tidak asap kalau tidak ada api.
Jika memang Trump mendapatkan dukungan dari Negara sekutunya, kenapa pula Negara sekutunya menyesalkan pernyataannya? Mungkinkah Trump mau menunjukkan kepada dunia bahwa Amerika masih negara Adikuasa didunia ini. Karena selama ini Negara adiakuasa telah mengalami pergeseran dan kekuatan Amerika serikat sudah mulai pudar.
Pernyataan ini apakah sungguh beralasan? atau hanya untuk membuat dunia heboh, apakah Trump mau menunjukkan kehebatannya atau dia hanya memainkan lelucon politiknya. Karena memang semenjak pencalonan Presdiden Amerika Serikat (AS) sampai dia Menjadi Presiden banyak pernyataan Kontroversial yang di ungkapkannya.
Menurut saya walaupun pernyataan ini merupakan kontroversial, namun kita harus bijaksana dalam memahami masalah Israel dan Palestina. Jangan masalah Israel-Palestina di bawa ke ranah agama, nanti bisa memecah belah antar umat beragama. Masalah Israel dan Palestina bukan Masalah Agama, melainkan masalah kedaulatan negara dan masalah Tanah Perjanjian yang di perebutkan. Mirisnya kalau masalah ini dimanfaatkan oleh segelintir orang menjadi masalah agama yang bertopengkan politik.
Persoalan Israel– Palestina
Perang antara Israel dan Palestina merupakan perang mengenai kedaulatan Negara dan harga diri bangsa. Artinya perang antara Israel dan Palestina bukan hanya memperebutkan Yerusalem melainkan banyak hal mengenai perbatasan, jalur Gaza dan yang lainnya. Perang antara Israel dan Palestina telah banyak menelan korban.
Kita harus mengerti bahwa perang antara Israel dan Palestina bukan hanya karena pernyataan Trump, pernyataan Trump itu hanya secuil dari perselisihan antara Israel dan Palestina. Perang antara Israel dan Palestina telah lama berlangsung belum mendapat kesepatakan untuk berdamai walaupun banyak Negara Unieropa, arab dan AS menjadi fasilitator dalam perdamaian.
Permasalahan akan sulit di pecahkan kalau kedua Negara ngotot untuk mempertahankan masalah kedaulatan diantara kedua negara, beberapa perundingan telah dilakukan namun tidak menemukan titik temu perdamaian. Beberapa kali rekonsiliasi telah di lakukan namun belum juga menujukkan perdamian.
Rekonsiliasi Hamas–Fatah I 2011
Dipengaruhi Musim Semi Arab (Arab Spring), keretakan antara Hamas dan Fatah berhasil dihapus pada tahun 2011. Pembicaraan rekonsiliasi didorong oleh unjuk rasa di Ramallah dan Gaza. Dua aktivis Hamas di Gaza tewas akibat serangan IDF setelah Mahmoud Abbas menyatakan ingin bepergian ke Gaza dan menandatangani sebuah perjanjian, meskipun katanya serangan ini merupakan tanggapan atas peluncuran satu roket Qassam yang tidak menewaskan siapapun. Dalam wawancara dengan CNN, Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa pembicaraan rekonsiliasi tersebut merupakan ancaman penghancuran Israel. Ia sangat menentang adanya pemerintahan yang bersatu.
Pada tanggal 23 April 2014, Hamas menyetujui kesepakatan rekonsiliasi dengan faksi utama Palestian lainnya setelah tujuh tahun terpecah. Pemerintahan bersatu Palestina diambil sumpahnya pada 2 Juni 2014, dan Israel mengumumkan bahwa pemerintahnya tidak akan menegosiasikan perdamaian apapun dengan peemrintahan baru ini dan akan mengambil tindakan hukuman (punitif).
Selain menyatakan bahwa persatuan ini akan “memperkuat terorisme” satu hari sebelum kesepakatan ditandatangani, Benjamin Netanyahu mengatakan: “Komunitas internasional tidak boleh mengakui mereka.” Uni Eropa, PBB, Amerika Serikat, Cina, India, Rusia, dan Turki sepakat untuk bekerja sama dengan pemerintah bersatu Palestina.
Perjanjian ini memiliki dampak besar bagi putaran negosiasi perdamaian saat ini antara Otoritas Palestina yang dipimpin Mahmoed Abas dan Israel. Sesaat setelah pengumuman perjanjian ini, Israel melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza utara yang melukai empat orang. Netanyahu memperingatkan sebelumnya bahwa perjanjian ini tidak sesuai dengan perdamaian Israel–Palestina dan Abbas harus memilih antara perdamaian dengan Hamas dan perdamaian dengan Israel.
Saat kesepakatan rekonsiliasi ditandatangani sehingga membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan baru, Netanyahu memimpin rapat kabinet keamanan yang akhirnya memutuskan untuk mengizinkan Netanyahu menjatuhkan sanksi kepada Otoritas Palestina. Menurut Marwan Bishara, pengamat politik senior di Al Jazeera, Israel berharap mampu menggoyang pemerintah nasional bersatu Palestina antara Fatah dan Hamas melalui operasi ini (Wikipedia).
Melihat permasalahan ini memang tidak mudah bagi dunia untuk menyelesaikannya. Karena ini urusan kedaulatan Negara maka perlu pemikiran dan strategi untuk pemecahan masalahnya. Namun terbersit dalam pemikran saya untuk pemecahan masalahnya adalah membuat rekonsiliasi Perjanjian Tanah Suci .
Menurut saya Negara Israel-Palestina di Ibaratkan seperti Air dan Minyak, makanya tidak bisa bersatu, namun apakah Air dan Minyak bisa bersatu, menurut saya bisa, jika ada zat perantaranya seperti sabun. Apakah Israel dan Palestina tidak bisa bersatu? Menurut saya bisa, jika ada perantara perundingan membuat perjanjian bersama-sama menjaga “Tanah Suci” yaitu Yerusalem.
Perjanjian Tanah Suci mungkin bisa dilakukan untuk meredam perang, Dalam konteks pemecahan masalah Ibukota kalau Yerusalem di bagi dua menjadi Ibukota Israel tidak mau, Karena menurut Israel Yerusalem mutlak tidak dapat dibagi. Masalah pernyataan Trump bahwa Yerusalem menjadi Ibukota Israel mendapat ancaman dan melanggar perjanjian internasional .
Bagaimana jika dilakukan perjanjian Tanah Suci, Kenapa Yerusalem diperebutkan karena Yerusalem Merupakan Tanah Suci yang di berkati Tuhan. Solusinya Yerusalem tidak bisa di buat Ibu kota Negara tetapi Yerusalem menjadi tempat tanah suci bagi umat beragama. Sehingga baik Israel maupun Palestina Membuat Ibukota negaranya masing-masing dan sama-sama menjaga tanah suci dan seluruh dunia menjaganya.