Semenjak diumumkannya kembali Joko Widodo dan Probowo Subianto kandidat calon presiden 2019, mungkin banyak orang yang mulai malas mengikuti pemilu tahun ini. Karena terkesan seperti mengulang kembali perseteruan keduanya di pemilu 2014.
Perseteruan keduanya sudah tak terelak lagi atau bahkan sudah bisa ditebak jauh sebelum tahun 2019. Banyak media yang sudah menduga keduanya akan bertarung kembali di pemilu kali ini. Mungkin yang membedakanya hanya calon wakil presiden yang memang sama-sama nama baru. Jokowi memilih Ma’ruf Amin sedangkan Prabowo memilih Sandiaga Uno.
Peseteruan antara Jokowi dan Prabowo seakan tak pernah usai, bahkan setelah Pemilu 2019 selesai. Setelah KPU telah menyatakan Jokowi menang dengan persentase 55% sedang prabowo hanya mendapatkan 44% suara.
Hasil dari kekalahan pun dibawa Badan Pemenang Nasional (BPN) Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai banyak kecurangan yang tersistematis dalam penyelenggaraan Pemilu.
Pada akhirnya kita sama-sama tahu bahwa Mahkamah Konstitusi menolak semua gugatan sengketa Pemilu 2019 yang dilayangkan BPN.
Rekonsiliasi Jokowi dan Probowo gagal?
Mungkin salah satu alternatifnya adalah dengan membawa keduanya berkunjung ke Saparua, Maluku Tengah. Jokowi dan Probowo bisa kembali mengingat sejarah perjanjian kuno, Palas Pena.
Palas Pena adalah sumpah mengangkat persaudaraan dengan cara saling menusuk jari hingga keluar darah. Kemudian darah masing-masing pihak yang bersepakat dicampur disebuah cawan berisikan air, lalu diminum.
Dalam sejarahnya pada tahun 1817 di Gunung Saniri Ketika itu, dua kapitang (panglima) dua negeri yakni Thomas Matulessi (berasal dari Haria) dan Said Perintah (berasal dari Tori-tori Islam) menjalin persaudaraan.
Perdamaian itu tercipta setelah Said Perintah mengobati kaki Thomas Matulessi yang terluka. Thomas Matulessi kini lebih kita kenal sebagai Kapiten Pattimura.
Usai sumpah darah tersebut, hubungan kedua negeri menjadi semakin erat. Sejak perjanjian itu, segenting apapun kondisi yang ada. Kedua negeri tak pernah saling serang. Bahkan dituntut saling melindungi antara satu sama lainya.
Saya sangat yakin tokoh sekelas Jokowi dan Prabowo sangat bisa mengambil makna dan pesan dari sejarah diatas. Terlebih keduanya kerap mengaku paling negerawan atau paling NKRI.
Dengan mengikuti penjanjian Kuno, Palas Pena. Jokowi dan Prabawo bisa menjalin sebuah ikatan persaudaraan yang kuat seperti Said Perintah dan Thomas Matulessi. Mereka tak usah lagi saling berseteruh atau saling menilai siapa pemimpin terbaik.
Karena setelah perjanjian itu mereka sejatinya harus saling melindungi atau saling mendukung satu sama lain. Ini menjadi sebuah harapan besar untuk Jokowi dan Prabowo bisa bersama-sama membangun dan menyatukan Indonesia kembali.