Rabu, Juni 25, 2025

Perbedaan Mazhab dalam Shalat: Mana yang Harus Diikuti?

Habibie Ihsan Rasyid
Habibie Ihsan Rasyid
Mahasiswa Perbandingan Madzhab syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah
- Advertisement -

Pernahkah Anda melihat seseorang shalat dengan gerakan atau bacaan yang sedikit berbeda dengan yang biasa Anda lakukan? Mungkin posisi tangan saat takbir, bacaan qunut, atau jumlah tasyahud yang dilakukan tidak sama. Jangan terburu-buru menganggap itu salah. Bisa jadi, perbedaan itu berasal dari mazhab fikih yang berbeda.

Islam adalah agama yang sempurna, namun dalam praktiknya, terutama dalam hal fikih atau hukum Islam, ada banyak perbedaan pendapat. Salah satunya bisa kita lihat dalam ibadah paling rutin seorang Muslim: shalat. Perbedaan ini bukan karena Islam tidak jelas, tetapi karena cara para ulama memahami teks-teks syariat yang berbeda. Dan inilah yang melahirkan mazhab-mazhab dalam Islam.

Apabila jika kita membahas madzhab Secara sederhana, mazhab berarti jalan atau metode dalam pelaksanaan syari’at Islam . Dalam pembahasan konteks fikih, mazhab juga diartikan sebagai cara atau pendekatan para ulama dalam memahami ataupun menafsirkan isi  Al-Qur’an dan Hadis untuk menghasilkan hukum-hukum dalam Islam. Jika kita berbicara tentang madzhab tentunya kita sudah tidak asing lagi mendengar imam empat madzhab yang diantara nya adalah mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Keempatnya merupakan mazhab Sunni yang berkembang di berbagai wilayah dalam dunia Islam.

Mengapa Bisa Berbeda?

Perbedaan dalam shalat tidak muncul dari keinginan pribadi atau upaya untuk membuat agama baru, melainkan karena para imam mazhab memiliki metode yang berbeda dalam memahami dan menafsirkan suatu dalil. Misalnya, dalam penafsiran suatu hadits, ada ulama yang sangat ketat dalam menerima hadits ahad (hadits yang diriwayatkan oleh satu jalur perawi), ada pula yang lebih fleksibel.

Contohnya, dalam posisi tangan setelah takbiratul ihram:

Mazhab Syafi’i dan Hanbali menganjurkan meletakkan tangan di atas dada. Mazhab Hanafi meletakkannya di bawah pusar. Mazhab Maliki justru membiarkan tangan terjuntai di samping tubuh, dan hal ini berdasarkan praktik dari sebagian penduduk Madinah di masa awal Islam.

Akan tetapi semua pendapat ini tentunya merujuk pada satu dalil yang sama, namun dalam pemahaman, penerapan dan dengan pendekatannya berbeda.

Lalu apakah pendapat semua imam empat madzhab salah? tidak. Perbedaan seperti ini termasuk kategori ikhtilaf mu’tabar, yaitu perbedaan pendapat yang diakui dan dihormati dalam Islam. Akan tetapi selama perbedaan itu berlandaskan dalil yang kuat dan metodologi keilmuan yang sah, maka tidak ada yang bisa mengklaim satu mazhab sebagai satu-satunya yang benar dan lainnya salah.

Hal ini seperti dikatakan oleh Imam Syafi’i, “Pendapatku benar, namun bisa jadi salah. Pendapat orang lain salah, namun bisa jadi benar.”

Lantas, Mana yang Harus Diikuti?

Bagi masyarakat awam yang notabane nya tidak memiliki keahlian dalam bidang fikih maka mengikuti dari salah satu mazhab merupakan suatu keharusan. Tujuannya bukan untuk membatasi diri, melainkan agar tidak bingung dalam menjalani ibadah. Jika kita lihat di Indonesia yang mayoritas masyarakat nya mengikuti mazhab imam Syafi’i, maka jika Masyarakat Indonesia menganut mazhab Syafi’i adalah hal yang umum dan sah, karena secara historis memang mazhab inilah yang paling banyak dikaji dan diimplementasikan di Nusantara ini.

- Advertisement -

Namun demikian, tidak salah jika seseorang belajar dari mazhab lain atau mengikuti pendapat mazhab lain jika sedang dalam kondisi tertentu dan mengharuskan kita menggunakan mazhab lain, selama ia memahami dasar hukum dan alasannya. Tapi hal ini sebaiknya dilakukan dengan bimbingan oleh para ahli atau ulama, agar tidak terjebak dalam sikap “pilih-pilih yang ringan” tanpa dasar, atau dalam istilah fikih disebut talaqqi ar-rukhash.

Pentingnya Toleransi dalam Ibadah

Dalam konteks masyarakat modern yang semakin luas, pentingnya bagi umat Islam untuk memiliki sikap toleran terhadap perbedaan mazhab, dikhususkan dalam ibadah shalat yang sifatnya sangat personal. Kita perlu memahami bahwa umat Islam di dunia ini sangat luas, dan masing-masing memiliki warisan keilmuan dan tradisi yang berbeda.

Jika kita melihat seseorang tidak membaca qunut saat Subuh, bukan berarti ia “meninggalkan sunnah”, bisa jadi dia mengikuti mazhab Hanafi yang memang tidak membaca qunut di Subuh. Atau jika ada yang shalat tarawih 8 rakaat, bukan berarti dia kurang, bisa jadi dia mengikuti riwayat lain tentang praktik shalat malam Rasulullah.

Dan dengan adanya perbedaan dalam pelaksanaannya, seharusnya tidak perlu dijadikan sumber perpecahan. Justru, perbedaan itu adalah rahmat yang menunjukkan keluasan Islam. Imam Malik pernah berkata, “Perbedaan pendapat di antara para ulama adalah rahmat bagi umat ini.”

Jadi, daripada sibuk menilai ibadah orang lain benar atau salah, lebih baik kita fokus memperbaiki kualitas ibadah kita sendiri. Pelajari lebih dalam mazhab yang diikuti, pahami perbedaannya, dan yang terpenting adalah luruskan niat, karena semua ibadah pada akhirnya bermuara pada ketulusan hati dan ketaatan kepada Allah.

Habibie Ihsan Rasyid
Habibie Ihsan Rasyid
Mahasiswa Perbandingan Madzhab syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.