Kamis, April 25, 2024

Peraturan Kapolri dan Ancaman Bagi Satwa Liar

Alam S. Anggara
Alam S. Anggara
Lecturer and Photographer. International Law, Wildlife, Wetlands, and Tourism Enthusiast.

Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan olahraga tidak bisa dijadikan landasan untuk melakukan jerat hukum. Sebab, Perkap ini sudah cacat hukum sejak dilahirkan. Mengapa?

Pertama, Perkap ini tidak melandaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 1994 Tentang Perburuan Satwa Buru, Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 1990, dan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional ke dalam preambule-nya. Jika substansi Perkap ini ingin mengatur pengawasan dan pengendalian senjata api untuk kepentingan olahraga maka sangat penting untuk memasukan PP dan UU tersebut ke dalam Perkap.

Kedua, dalam konteks perburuan, sudah terjadi ambivalensi mengenai pengaturan definisi senjata api dan senjata angin sejak PP Perburuan Satwa Buru dilahirkan. Pasal 9 ayat (4) PP Perburuan Satwa Buru mengelompokkan alat berburu menjadi tiga: senjata angin, alat berburu tradisional, dan alat berburu lainnya.

Dalam penjelasan Pasal 9 ayat (4), senjata api buru didefinisikan sebagai senjata api diluar senjata organik ABRI (TNI/POLRI) yang khusus digunakan untuk berburu. Kemudian, Pasal 20 PP ini menegaskan kembali pelarangan penggunaan senjata api yang bukan untuk berburu.

Poin-poin di dalam PP Perburuan Satwa Buru justru tidak dijewantahkan dengan tepat di dalam Perkap. Pasal 4 Perkap menyebutkan jenis senjata api olahraga meliputi senjata api, pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle); dan airsoft gun. Kemudian, senjata api digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target; menembak reaksi; dan berburu. Pistol angin (air Pistol) dan senapan angin (air Rifle) digunakan untuk kepentingan olahraga menembak sasaran atau target, dan Airsoft Gun hanya digunakan untuk kepentingan olahraga menembak reaksi.

Jumlah senjata api olahraga yang dapat dimiliki dan dibawa/digunakan oleh atlet dibatasi paling banyak 2 (dua) pucuk untuk setiap kelas yang dipertandingkan (lihat Pasal 5 ayat (1)). Hal ini justru bertentangan dengan Pasal 8 ayat (3) yang membatasi jumlah senjata api yang dapat dimiliki untuk kepentingan olahraga berburu paling banyak 6 (enam) pucuk.

Selain itu, ketidakkonsistenan dan ketidaklinieran Perkap ini dengan PP Perburuan Satwa Buru dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (1), yakni Jenis dan kaliber Senjata Api untuk kepentingan olahraga berburu, meliputi: senapan kecil dari Kaliber 22 sampai dengan 270; senapan sedang dari Kaliber 30 sampai dengan 375; dan senapan laras licin, Kaliber 12 GA. Ketentuan Pasal 8 ayat (1) Perkap ini bertentangan dengan Pasal 9 ayat (4) PP Perburuan Satwa Buru, bahwa senjata api yang khusus digunakan untuk berburu adalah senjata api diluar senjata organik ABRI (TNI/POLRI). Padahal, senapan laras licin adalah senjata api yang digunakan unit SABHARA (POLRI).

Dalam implementasinya, Perkap ini belum berjalan dengan baik, khususnya terkait dengan pengawasan dan pengendalian senjata api. Karena masih ditemukan penembakan liar dan semakin maraknya kompetisi buru. Di dalam Perkap ini tidak melibatkan peran serta masyarakat dalam melakukan pengawasan.

Padahal, amanat Pasal 87 ayat (1) UU Sistem Keolahragaan Nasional yaitu Pemerintah dan pemerintah daerah bersama masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan. Pengawasan seharusnya juga dilakukan secara aktif oleh masyarakat dalam hal penggunaan senjata api untuk olahraga terutama berburu, agar penembakan dan perburuan liar tidak terus terjadi.

Kedepan, kepolisian agar segera mencabut Perkap Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Untuk Kepentingan Olahraga karena substansinya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi diatasnya. Sebaiknya, Perbakin (Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia) bersama-sama Pemerintah dan pihak kepolisian dengan melibatkan masyarakat dapat mengusulkan peraturan pemerintah untuk mengatur lebih jelas terkait penggunaan senjata api untuk kegiatan olahraga maupun berburu.

Masyarakat juga harus dilibatkan secara aktif dalam melakukan pengawasan penggunaan senjata api untuk berburu agar tidak lagi ditemukan kasus perburuan liar satwa di Indonesia.

Alam S. Anggara
Alam S. Anggara
Lecturer and Photographer. International Law, Wildlife, Wetlands, and Tourism Enthusiast.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.