Indonesia merupakan salah satu laboratoriaum raksasa yang sedang berevolusi dari waktu-kewaktu. Saat berdirinya, Indonesia telah memilih jalan terbaik yang bernama demokrasi.
Demokrasi adalah jalan yang harus ditempuh dan dilaksanakan melalui Pemilu sebagai sistem yang mengatur peralihan kekuasaan. Setelah banyak mengalami kisruh politik, Indonesia baru melaksanakan penyelenggaraan Pemilu untuk pertama kalinya di tahun 1955. Dinamika perpolitikan Indonesia menjadi semakain menggila pasca rezim Soeharto ditumbangkan dari kekuasaannya di tanggal 21 Mei 1998.
Konsep yang selalu mendasari negara demokrasi adalah keberadaan Pemilu sebagai jalan kekuasaan dan rekruitmen politik secara reguler. Tentu kita tidak bisa melupakan posisi pemuda yang kerapkali diungkapkan oleh pendiri Republik ini, Ir. Soekarno dalam pernyataanya yang selalu membangkitkan semangat pemuda yaitu:”Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia.” Sungguh betapa strategisnya posisi pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di tahun 2020 kemarin, jumlah pemuda berdasarkan angka sebesar 64.50 juta jiwa atau hampir seperempat dari total penduduk Indonesia atau 23.86 persen. Persentase pemuda di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan yang dalam angka sekitar 57.83 persen berbanding 42.17 persen. Berdasarkan distribusi menurut wilayah, lebih dari separuh pemuda terkonsentrasi di pulau Jawa 55.11 persen (BPS. Tahun, 2020).
Partisipasi Pemuda dalam Demokrasi
Rendahnya tingkat partisipasi telah menjadi ancaman kegagalan Pemilu di Indonesia, baik itu Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden maupun Pilkada Kepala Daerah. Apalagi pasca reformasi kemarin, trend ketiga Pemilu tersebut meningkatnya angka Golput dan menurunnya angka keikutsertaan rakyat dalam memberikan suara, sehingga ini yang membuat beberapa daerah, Pemilu sempat dimenangkan Golongan Putih.
Hampir di semua negara demokrasi mengharapkan fase demokrasi partisipatif subtantif itu terjadi. Demokrasi yang dipilih sebagai pilar penyelenggaraan negara Indonesia menjamin hak asasi warga negara, menjamin kebebasan pribadi yang luas, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menentukan nasibnya sendiri. UUD NKRI 1945 konsisten pada prinsip-prinsip demokrasi, termasuk jaminan hak politik warga negara.
Demokrasi sebagai salah satu solusi yang dianggap paling ampuh untuk merawat keberagaman dan menciptakan keharmonisan. Namun, ketika suatu sistem memberikan kebebasan dan kesetaraan bagi tiap individu dan memberikan kesempatan mengambil keputusan bagi kepentingan bersama, konflik sejatinya melahirkan harmonisasi.
Pentingnya Partisipasi Pemuda dalam Pemilu
Pemuda memang harus dan wajib terlibat dalam mendorong peningkatan kwalitas kesadaran politik melalui pendidikan politik. Namun dalam memberikan pendidikan politik terhadap rakyat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, terlebih sebagian rakyat berpendapat bahwa, politik adalah ideologi, politik adalah keyakinan, dan politik adalah pilihan hidup yang rasional. Harapan masih tetap terbuka, ikhtiar tetap dilaksanakan rakyat yang masuk dalam kategori pemilih pemula adalah jalan menjernikannya kembali. Dalam angka jumlah pemilih pemula cukup besar dengan rata-rata 30 persen dari jumlah pemilih di Pemilu 2004 yang berjumlah sekitar 29 juta, Pemilu 2009 sekitar 36 juta, Pemilu 2014 dan 2019 sekitar 40 juta.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pemilih pemula, di antaranya afilasi politik orang tua, figur tokoh dan identifikasi politik yang ada di lingkungan sekitar. Oleh sebab itulah, Key Opinion Leader yang lebih tepat untuk menjadi icon bagi pemilih pemula adalah pemuda.
Berdasarkan Laporan Kinerja Akhir Tahun 2018, DKPP menerima 490 aduan yang terdiri dari 333 aduan terkait Pilkada 2018 dan 157 aduan terkait Pemilu 2019. Dari jumlah itu, DKPP telah menyidangkan serta memutus 280 perkara yang melibatkan 812 penyelenggara pemilu, di antaranya, 348 orang dijatuhi sanksi teguran tertulis, 79 orang anggota KPU diberhentikan secara tetap, dan 15 orang diberhentikan dari jabatan ketua (DKPP, 2019).
Berbagai peristiwa Pemilu 2019, termasuk kecurangan harus menjadi pengalaman kita bersama bagi penyelenggaraan Pemilu 2024 akan datang. Apalagi Pemilu 2024 diprediksi akan memiliki tantangan tersendiri jauh akan lebih sulit ketimbang Pemilu sebelumnya. Bawaslu sebagai garda terdepan dalam mengawal penyelenggaran Pemilu harus memberikan garansi untuk tidak terjadinya korupsi politik. Puncak pertaruhan nasib rakyat Indonesia dalam lima tahun ke depan justru ada di TPS. Masa pencoblosan suara merupakan puncak pembuktian fair play bagi seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan Pemilu, baik untuk KPU, Bawaslu, Pemerintah, Partai Politik, tim kampanyenya, dan bahkan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Apalagi jika proses penghitungan suara terjadi menjelang senja, sering sekali TPS dalam kondisi kosong. Oleh karena itu, gerakan penyelamatan suara rakyat pasca-pencoblosan harus dikumandangkan menjadi visi besar semua penyelenggaraan Pemilu 2024, terutama Bawaslu. Di antaranya dapat menggerakan pemuda untuk menjadi pengawasan partisipatif lapis kedua selain pengawasan TPS. Mereka harus menjadi penyelamatan suara rakyat Indonesia, sehingga calon pemimpin yang terpilih itu betul-betul kehendak suara rakyat.
Penyelenggaraan Pemilu 2024 diprediksi lebih berat karena tiga event penyelenggaraan Pemilu, Pemilihan Presiden, Pemilihan Anggota Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah diselenggarakan pada tahun yang sama.
Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu tidak dapat bekerja sendirian, tetapi harus melibatkan seluruh rakyat, terutama kelompok-kelompok pemuda. Pemilu 2024 nanti akan menjawab asas Luber dan Jurdil. Pemuda dapat diperankan sebagai pengawal penyelenggaraan Pemilu 2024 agar tidak terjadi lagi pelanggaran, dan korupsi politik. Oleh karena itu, Bawaslulah yang paling tepat untuk menggandeng kelompok-kelompok pemuda dan memaksimalkan energi pemuda menjadi lebih berarti.