Jumat, April 19, 2024

Peran Pemangku Kebijakan dalam Penanggulangan HIV AIDS

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta

Masalah kesehatan masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah Indonesia. Setidaknya ada empat masalah utama yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

Pertama, masalah infrastruktur kesehatan yang sampai saat ini masih belum tersedia secara merata. Fasilitas kesehatan saat ini cenderung hanya mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan. Sedangkan untuk masyarakat pedalaman dan daerah terluar masih sangat sulit untuk mengakses fasilitas kesehatan. Kedua, masalah distrbusi tenaga kesehatan yang belum merata.

Menyambung dari permasalahan pertama, persebaran infrastruktur yang belum merata juga diikuti dengan belum meratanya persebaran tenaga kesehatan, baik dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya.

Ketiga, terletak pada masalah anggaran kesehatan. Mandatory spending anggaran kesehatan pada tahun 2017 juga tetap dialokasikan sebesar 5% dari APBN. Selain tidak mengalami peningkatan alokasi, mandatory spending sebesar 5% juga diaggap terlalu kecil dibandingkan dengan masalah kesehatan yang dialami oleh Negara ini. Permasalahan keempat, kasus penyakit menular yang sampai saat ini belum mampu diatasi dengan baik.

Dengan iklim Negara tropis, tentu saja banyak penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus menetap, menular dan mewabah. Kecepatan penularan dan penyebaran wabah yang disebabkan oleh iklim tersebut masih diperparah dengan perilaku kurang sehat yang masih bisa kita jumpai terutama pada pemukiman padat dan kumuh.

Salah satu  masalah kesehatan menular yang masih sulit diberantas oleh pemerintah salah satunya adalah HIV-AIDS. Kasus Human Immunodeficiency Virus dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) di Indonesia cenderung mengalami tren meningkat dari tahun ketahun. Menurut data Kemenkes yang dilansir oleh Spiritia.or.id (2016) sejak tahun 2005 terus terjadi peningkatan jumlah kasus HIV sebanyak 859 kasus hingga tahun 2016 mencapai 41.250 kasus.

Tingginya kasus HIV-AIDS di Indonesia tentu menimbulkan dampak buruk baik dari segi kesehatan maupun non kesehatan. Berbagai dampak buruk tersebut antara lain. Dari segi kesehatan, penderita HIV-AIDS akan mudah terserang berbagai penyakit ringan hingga berat dikarenakan daya tahan tubuhnya semakin melemah.

Bahkan tidak memiliki daya tahan tubuh sama sekali, dan dalam jangka panjang penderita HIV-AIDS pada umumnya akan berujung pada kematian. Dari segi sosial kemasyarakatan, penderita HIV-AIDS rentan mengalami diskriminasi oleh masyarakat karena penderita HIV AIDS dianggap memiliki perilaku amoral dan masyarakat menganggap bahwa AIDS merupakan penyakit menular berbahaya. Tren kasus AIDS yang semakin meningkat juga dapat menghambat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam pencapaian tujuan strategis dibidang kesehatan dan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tahun 2030.

Melihat perkembangan yang semakin mengkhawatirkan tersebut, memang tidak dapat hanya ditanggulangi oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah dalam hal ini tentu harus mampu mengambil peran strategis guna mencegah dan meminimalisir penyebaran penyakit HIV AIDS.

Salah satu lembaga pemerintah daerah non struktural yang berperan penting dalam upaya pencegahan, pendataan, penanganan tindak lanjut kasus HIV AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD). KPAD mempunyai tugas untuk merumuskan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan kasus HIV AIDS di wilayahnya sesuai kebijakan, strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh KPA Nasional (Aids Indonesia, 2017).

Dalam upaya mencapai tujuan utama yakni pencegahan dan penanggulangan kasus HIV AIDS, KPAD di berbagai daerah harus terus meningkatkan kualitas pelayanan dengan menerapkan manajemen pelayanan berkualitas. Manajemen pelayanan yang berkualitas dapat terlaksana secara optimal apabila pengguna jasa pelayanan menjadi pihak yang diprioritaskan. Terlebih dalam konteks ini, salah satu kelompok pengguna jasa merupakan kelompok orang dengan HIV AIDS (ODHA) yang rentan dari segi kesehatan maupun segi sosial.

Dalam manajemen pelayanan publik yang berkualitas, pengguna jasa (ODHA) tersebut harus terjamin hak-hak dasarnya dan mendapatkan hal-hal sebagai berikut : 1). Sistem pelayanan yang dibangun harus mampu menjangkau seluruh stakeholders (Dinas terkait dan LSM) dan mengutamakan kepentingan kelompok terkait, yakni masyarakat penderita HIV AIDS.

Sistem ini harus dibangun agar para ODHA merasa diperhatikan oleh lembaga yang berwenang. 2). Kultur pelayanan dalam implementasi penanggulangan AIDS yang dilakukan oleh KPAD harus mampu menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif bagi para ODHA. Hal ini layak untuk diperhatikan agar para ODHA nyaman dan tidak merasa terdiskriminasi oleh pihak-pihak lain.  3). Sumber daya manusia yang bertugas melaksanakan mengimplementasikan upaya pencegahan harus mampu berorientasi pada kepentingan para pengguna jasa pelayanan.

Sinergitas ketiga hal tersebut pada masa depan diharapkan akan semakin meningkatkan kualitas pelayanan, baik pada tahapan pencegahan maupun tindakan lanjut kepada pengguna jasa (masyarakat) yang rentan dan meminimalisir penyebaran virus HIV AIDS di seluruh wilayah Indonesia.

Gerry Katon Mahendra
Gerry Katon Mahendra
Dosen Administrasi Publik Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.