Kurun beberapa tahun terakhir, isu kesehatan mental ramai dibicarakan orang. Sejatinya kesehatan mental bukanlah penyakit baru, hanya saja belakangan ini mulai banyak pengidapnya yang membagikan cerita mereka ke orang lain maupun platform media sosial pribadi.
Isu kesehatan mental masih sangat tabu di Indonesia untuk dibicarakan di ruang-ruang publik. Hal ini berdampak buruk pada penderita gangguan kesehatan mental karena kurang mendapatkan penanganan yang sesuai. Kesehatan mental seseorang tidak dapat dikesampingkan begitu saja karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, di kasus yang lebih buruk gangguan kesehatan mental dapat mengganggu lingkungan sekitar si penderita. Selain itu, kesehatan mental berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, bertindak, membuat keputusan dan berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Riskesdas (riset kesehatan dasar) pada tahun 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6,1% dari jumlah penduduk Indonesia atau setara dengan 11 juta orang. Angka yang seharusnya dapat ditekan jika mengesampingkan sisi ketabuan.
Seseorang dapat dikatakan sehat secara mental ketika ia merasa sehat secara psikologis dan emosional. Secara sosial juga memiliki andil karena lingkungan akan mempengaruhi kondisi kesehatan mental seseorang. Dari sekian banyak metode untuk membantu menyembuhkan penderita kesehatan mental, salah satunya adalah peran keluarga. Perlu diingat bahwa penderita tidak dapat sembuh sendiri, dan di sinilah keluarga berperan.
Kendala Utama Peliknya Isu Kesehatan Mental Remaja
Belakangan, keluhan mengenai gangguan kesehatan mental semakin deras. Di platform Twitter dan YouTube banyak ditemui pembahasan mengenai hal ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa generasi muda saat ini sangat rentan akan gangguan kesehatan mental.
Tekanan sosial maupun derasnya arus informasi di media sosial juga menjadi alasan terganggunya kesehatan mental remaja. Perlu diketahui bahwa media social membawa pengaruh besar untuk kesehatan mental remaja.
Menurut survei Pew Research pada tahun 2018, tiga platform media social paling popular yakni YouTube digunakan 85% oleh remaja, Instagram 72% dan SnapChat sebanyak 69%. Laporan dari GlobalWebIndex tahun 2018 bahkan membuktikan bahwa dalam satu hari remaja berusia 16-24 tahun bisa menghabiskan rata-rata tiga jam untuk berselancar di media social.
Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah internalisasi alias citra diri.
Gangguan kesehatan mental remaja menjadi semakin parah akibat pandemi Covid-19. Covid-19 bertindak sebagai pemicu stres yang kritis bagi remaja yang tidak memiliki ruang untuk bergerak.
Kondisi semakin runyam karena kecenderungan remaja yang tidak mencari bantuan termasuk dari orang-orang terdekat dalam hal ini adalah keluarga. Perbedaan jarak yang cukup jauh antara orang tua dan remaja dan kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan mental (berakibat pada judge yang tidak tepat sasaran) membuat remaja memilih diam alih-alih mengadu kepada keluarga maupun tenaga medis professional.
Kecenderungan tersebut membuat peran keluarga begitu penting, bagaimana cara berkomunikasi antara orang tua dan anak menjadi kunci utama untuk saling menyembuhkan satu sama lain.
Selain itu, ditambah dengan masih tabunya gangguan kesehatan mental untuk masyarakat yang didasari karena kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan mental membuat orang-orang cenderung abai dan tidak tahu harus berbuat apa saat dirinya atau orang terdekat memiliki gangguan kesehatan mental membuat penderita gangguan kesehatan mental menjadi terhimpit.
Peran Keluarga dalam Stabilitas Kesehatan Mental Remaja
Keluarga memegang peranan penting untuk menjaga stabilitas kesehatan mental remaja. Kecenderungan remaja memilih untuk diam dan memendam masalah menunjukkan terjadinya komunikasi yang tidak baik dan lancar. Pendekatan perlu dilakukan sebagai upaya awal sembari memberi remaja kebabasan sehingga timbul kenyamanan dari remaja. Remaja ingin didengar, rangkul dan dorong untuk mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan remaja.
Keluarga adalah pintu pertama untuk membentuk pribadi remaja. Peran keluarga memegang kendali yang sangat besar. Dari keluarga yang saling mendengar dan mendukung tiap anggota keluarga dapat menekan angka gangguan kesehatan mental di Indonesia. Orang tua berperan dalam Kesehatan mental remaja, karena generasi inilah yang akan memimpin negara ini. Banyak dari remaja yang akan mengambil tanggung jawab di masa mendatang dan dengan kesehatan mental yang stabil dan baik dapat memudahkan langkah mereka mencapai tujuannya masing-masing.
Selain dari keluarga, diperlukan layanan kesehatan untuk menopang kesehatan mental remaja. Sekali lagi bahwa remaja adalah investasi untuk bangsa, dengan kesehatan mental yang stabil yang dapat diwujudkan dari keluarga dan intrumen pendukungnya.