Sudah menjadi rahasia umum, jika masyarakat membutuhkan bantuan dokter sebagai perantara untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Bagi seorang pasien, berobat ke dokter adalah bagian dari upaya untuk memulihkan kembali kesehatan. Tidak salah jika dokter mempunyai peran penting di kalangan masyarakat.
Akan tetapi, apakah keberadaan dokter dinilai efektif dalam upaya penyembuhan? Hal ini tentu menjadi suatu yang menarik untuk dibahas. Itu sebabnya, agaknya penting untuk melihat situasi demikian dari kacamata seorang filsuf Austria, Ivan Illicih.
Melalui buku berjudul “Batas-Batas Pengobatan: Perampasan Hak Untuk Sehat” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Aminuddin Parakkasi, dan diterbitkan Yayasan Obor Indonesia pada tahun 1995.
Si penulis, Ivan Illich mencoba membawa kita pada masa lampau ketika epidemi menjadi fenomena yang mengerikan bagi populasi manusia, sehingga keberadaannya dikutuk oleh dokter dan pendeta. Epidemi-epidemi tidak dapat dikendalikan oleh ritual yang dilakukan dalam klinik pengobatan, maupun oleh tata cara di kuil-kuil keagamaan.
Sebagai contoh, penyakit menular dengan tanda kemerahan pada kulit seperti difteria, batuk rejan, serta campak yang dialami anak-anak sampai umur 15 tahun, menunjukan bahwa hampir 90% dari total penurunan antara tahun 1860 dan 1965 telah terjadi sebelum antibotik dan imunisasi secara luas. Pada tingkat tertentu, penurunan disebabkan oleh perbaikan perumahan dan menurunnya virulensi mikrooganisme, tetapi secara definitif faktor yang paling penting yaitu meningkatnya resiatensi inang (organisme yang menampung virus), karena nutrisi yang lebih baik.
Pada pertengahan abad ke-19, epidemi penyakit menular di Inggris telah digantikan oleh sindrom malnutrisi, seperti rickettsiosis dan pellagra. Penyakit-penyakit ini secara bergantian memuncak dan musnah. Pada saat penyakit tersebut menurun, epidemi modern menggantikannya yaitu penyakit jantung koroner, emfisema, bronkhitis, obesitas, hipertensi, kanker paru-paru, radang sendi, diabetes, dan apa yang disebut gangguan mental.
Selama satu abad lebih, analisis kecenderungan penyakit telah menunjukkan bahwa lingkungan sebagai penentu utama dalam status kesehatan umum bagi populasi manusia. Bahkan, geografi dan pengobatan, sejarah penyakit, antropologi pengobatan, dan sejarah sosial tentang sikap terhadap penyakit, telah memperlihatkan bahwa makanan, air, dan udara erat kaitannya dengan tingkat keseimbangan sosial-politik dan mekanisme kebudayaan yang mempertahankan kestabilan populasi, mempunyai peran yang menentukan seberapa jauh seorang dewasa merasa dirinya sehat dan pada usia berapakah orang dewasa cenderung mati.
Seiring dengan mundurnya beberapa penyebab penyakit yang lebih lama (sebagaimana yang disampaikan sebelumnya), jenis malnutrisi baru menjadi epedemi modern yang paling cepat berkembang. Ivan Illich kemudian memberi gambaran, dimana sepertiga ras manusia bertahan hidup pada suatu tingkat kekurangan makanan yang berakibat kematian.
Begitu juga sebaliknya, menurutnya semakin banyak orang kaya yang menyerap banyak zat beracun dan menyebabkan mutasi gen yang berasal dari apa yang mereka konsumsi sehari-hari.
Oleh sebab itu, dewasa ini banyak teknik modern sering dikembangkan atas pertolongan para dokter, dan secara optimal efektif bila teknik-teknik tersebut menjadi bagian dari budaya dan lingkungan sebagaimana yang disampaikan Ivan Illich, sehingga keberadaan dokter menjadi efektif jika dibarengi dengan gaya hidup sehat masyarakat. Meski demikian, akan menjadi ilusi jika segala sesuatu masalah kesehatan disandarkan kepada para dokter, mengingat hal tersebut bisa saja di luar kontrolnya.
Daftar Pustaka
Illich, Ivan. 1995. Batas-Batas Pengobatan: Perampasan Hak untuk Sehat. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia).