Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat luas dan terbentang dengan begitu banyak pulau, oleh sebab itu Indonesia dikenal juga dengan Negara Kepulauan, salah satunya ialah wilayah di Kepulauan Natuna.
Konflik sengketa wilayah yang terjadi di Kepulauan Natuna bukanlah lagi hal baru, konflik ini sudah ada sejak lama dan masih ada hingga saat ini dimana wilayah Kepulauan Natuna ini merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, dan terhubung dengan laut bebas sehingga sangat rawan terhadap aktifitas Illegal Fishing (Pencurian Ikan) di kawasan perairan Natuna.
Kawasan Kepulauan Natuna sering disebut sebagai pintu gerbang Natuna dimana kawasan tersebut juga merupakan salah satu jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan menjadi salah satu lintasan laut internasional bagi kapal-kapal yang datang dari samudera Hindia memasuki negara-negara industri disekitar laut tersebut dan juga menuju Samudera Pasifik.
Di mata dunia, nama Natuna tentulah belum setenar Batam, apalagi Bali. Namun, melihat potensi yang dimiliki, bukanlah suatu ketidakmungkinan kabupaten yang beribukota di Ranai itu akan semakin mencuri perhatian dunia. Setidaknya ada empat alasan mengapa Natuna penting bagi Indonesia, khususnya Provinsi Kepulauan Riau.
Yang pertama dari sisi geostrategisnya, wilayah ini berbatasan langsung dengan Kamboja dan Vietnam di sebelah utara, Singapura maupun Malaysia di bagian Barat, dan Malaysia Timur di bagian timur.
Selain itu, wilayah ini berada di titik simpul pelayaran internasional yang menghubungkan Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dengan negara-negara lainnya. Dengan fakta itu, sudah semestinya negara “hadir” untuk menjaga pertahanan dan keamanan. Terlebih lagi pulau-pulau yang terletak di Gugusan Natuna telah dijadikan titik dasar terluar wilayah RI dalam Deklarasi Djuanda pada tahun 1957.
Yang kedua dari sisi ekonominya, Kepulauan Natuna memiliki potensi sumber daya alam yang sudah tidak diragukan lagi melimpahnya. Wilayah tersebut menyimpan cadangan gas yang diprediksi lebih dari 222 Trillion Cubic Feet (TCT) dan jika itu benar, maka dapat disebut sebagai salah satu sumber gas terbesar di Asia.
Blok Natuna D-Alpha bahkan disebut-sebut mampu memenuhi kebutuhan gas Indonesia hingga lebih dari 70 tahun ke depan. Menurut informasi yang dilansir dari berbagai sumber, dari 16 blok sumber gas yang dimiliki Natuna baru 5 yang telah berproduksi dan sisanya masih dalam tahap eksplorasi.
Lalu yang ketiga dari sisi perikanannya, wilayah ini memiliki potensi sumber daya perikanan laut yang ditaksir lebih dari 1 juga ton pertahun. Tetapi sayangnya, hanya sekitar 34 persen yang telah dimanfaatkan. Itupun Kabupaten Natuna baru menikmatinya tidak lebih dari 4,3 persen.
Tidak mengagetkan, jika wilayah perairannya dijadikan sasaran empuk pencurian ikan oleh para nelayan dari Vietnam, Tiongkok, Malaysia, hingga Thailand. Penggunaan pukat harimau secara berlebihan oleh para pencuri tersebut semakin merugikan Indonesia saja. Kemudian yang keempat yaitu dari sisi pariwisatanya, Kabupaten Natuna memiliki potensi yang tidak kalah dengan Bali, Lombok, Raja Ampat, Bunaken, Banda, Wakatobi, atau Derawan. Kondisi geografisnya yang kurang lebih 99 persen perairan menyimpan keindahan yang sangat mengagumkan.
Terlebih lagi relatif dekat jaraknya dengan hub Asia – Singapura dan Hong Kong. Sudah semestinya Kementerian Pariwisata membangun habis-habisan wilayah ini sebagai destinasi andalan baru.
Oleh karena itu, banyak pihak pula yang menginginkan wilayah ini. Banyaknya pencurian dan pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal asing terjadi karena Indonesia terlambat untuk mengatur batasan lau lintas bagi kapal asing terutama terkait dengan wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya (ZEE), sehingga menyebabkan negara lain dengan mudahnya memanfaatkan situasi ini untuk mengambil keuntungan sumber daya laut terutama perikanan di wilayah perairan Indonesia.
Salah satu penyebab konflik ini sangat berlarut. Kasus Natuna yang berawal pada tahun 2009 ini diklaim secara sepihak oleh pemerintah Tiongkok yang mengindikasikan bahwa kekuatan dan pertahanan nasional dalam hal kedaulatan Negara masih memiliki kekurangann dan celah yang dimanfaatkan oleh negara lain.
Menurut versi Tiongkok, mereka memasukan wilayah Natuna kedalam peta wilayah mereka didasarkan pada sembilan titik garis imajiner yang biasa disebut dengan Nine dash line yang selama ini diklaim Tiongkok dan menandakan perbatasan maritimnya. Namun dari sembilan titik garis ini Indonesia tidak mengakuinya karena menurut Indonesia hal itu tidak memiliki dasar hukum internasional apapun.
Sembilan titik imaginer itu sendiri merupakan salah satu penyebab menculnya konflik di wilayah Laut Tiongkok Selatan. Dan klaim ini memancing emosi sejumlah negara yang turut mengklaim memiliki hak di wilayah yang jadi jalur perdagangan dunia itu oleh karenanya hingga sekarang masih banyak pencurian ikan yang mengatasnamakan klaim tersebut dan hal ini tidaklah boleh dibiarkan terus menerus. Bersama pemerintah Indonesia dan negara-negara tetangga, ASEAN (Association of South East Asia Nations) ikut mengambil peran untuk berusaha menyelesaikan konflik tersebut.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh ASEAN, diantaranya ialah memperkuat kapasitas dan ketentuan kepemimpinan bagi setiap anggota yang akan menjabat sebagai ketua ASEAN, sesuai dengan aturan rotasi jabatan yang telah ditentukan agar setiap pergantian ada penekanan upaya berkelanjutan untuk menuntaskan terhadap masalah penting bersama yang sedang dihadapi khususnya konflik sengketa wilayah tersebut.
Lalu ASEAN juga mengupayakan perubahan status DOC (Declaration on the Conduct) menjadi COC (Code of Conduct) sehingga kesepakatan perjanjian konstruktif terkait sengketa wilayah tersebut bisa mengikat masing-masing pihak. Selain itu ASEAN lebih memaksimalkan fungsi mekanisme kerja lembaga internalnya yang telah disepakati khususnya di bidang maritim serta menimplimentasikannya dilapangan. Dan yang paling utama ASEAN memperkuat upaya kerjasama bilateral secara terus menerus dengan tujuan pemanfaatan bersama dalam potensi sumber daya alam yang ada di wilayah sengketa baik antara sesama anggota di ASEAN sendiri dan yang sedang bersengketa.