Kamis, Mei 2, 2024

Penundaan Pemilihan Presiden “Benturan Adopsi Kebijakan Publik”

Farco Siswiyanto Raharjo
Farco Siswiyanto Raharjo
Lahir di Kabupaten Karanganyar, 10 Desember 1994. Menempuh Pendidikan SD Muhammadiyah 16 Surakarta (2001-2007), SMP Negeri 12 Surakarta (2007-2010). SMA Negeri Colomadu Karanganyar (2010-2013), Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta (2013-2017), serta Pascasarjana S2 Magister Administrasi Publik Universitas Slamet Riyadi (2018-2021). Selama menempuh pendidikan sarjana hingga pascasarjana, penulis mmperoleh perhargaan sebagai mahasiswa berprestasi serta lulus sebagai wisudawan terbaik. Penulis telah menyelesaikan beberapa sertifikasi keahlian diantaranya Certified Basic Pratictioner Coach (CBPC) dari Bas Bas Associated Jakarta, dibawah naungan International Federation Coaching (IFC), USA kemudian Certified Profesional Public Speaking (CPSP) yang di terbitkan oleh Edu Training Indonesia. Saat ini penulis aktif sebagai instruktur pengajar di Kampus Vokasi TLC Indonesia, Surakarta Jawa Tengah, Peneliti/Researcher di Solo Raya Polling, dan mendirikan Public Policy and Law Studies Centre kemudian menjabat sebagai Direktur Eksekutif. Penulis saat ini juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Bilfar Insani Nusantara. Buku yang telah di tulis dan terbit secara nasional adalah “The Master Book of Personal Branding – Membangun Merk Diri dengan Teknik Berbicara”. Saat ini penulis juga aktif sebagai profesional trainer yang berkonsentrasi pada bidang Capacity Building, Peningkatan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Optimalisasi Kinerja.

Akhir akhir ini marak wacana dari beberapa petinggi partai politik di Indonesia untuk menunda pelaksanaan pemilu 2024. Wacana itu di sampaikan oleh Muhaimin Iskandar (PKB), Zulkifli Hasan (PAN) dan juga Airlangga Hartarto (Golkar). Alasan yang muncul karena untuk optimalisasi pemulihan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Melihat wacana tersebut, tentunya menjadi sebuah kontroversi. Mengingat konstitusi yang di atur melalui Undang Undang Dasar 1945 membatasi masa jabatan presiden selama dua periode. Sebagaimana tercantum dalam pasal 7 UUD 1945. Apabila wacana penundaan pemilu diwujudkan, maka akan memunculkan konstelasi politik di tengah publik. Muaranya adalah krisis kepercayaan.

Perlu menjadi perhatian pemangku kebijakan publik/policy maker untuk mengedepankan prinsip good regulatory practices dalam membuat keputusan. Terlebih keputusan tersebut memiliki implikasi luas bagi masyarakat. Manuver wacana penundaan pemilihan presiden ini ditolak oleh beberapa partai politik diantaranya Nasdem, PDI Perjuangan, PKS dan Partai Demokrat.

Telah kita ketahui bersama bahwa DPR RI, KPU dan Kementerian / Lembaga terkait telah menyepakati serta menyetujui pelaksanaan Pemilihan Presiden dilakukan pada tahun 2024. Persetujuan ini telah di adopsi sebagai kebijakan publik. KPU RI menuangkannya dalam Peraturan KPU RI Nomor 21 tahun 2022.

Dalam teori yang di kemukaan oleh seorang ahli Kebijakan Pubik yaitu William Dun, mengatakan pengambilan keputusan dilakukan dengan memilih alternatif kebijakan kemudian ditetapkan menjadi kebijakan untuk di implementasikan.  Maka secara normatif kesepakatan bersama antara DPR RI dan Kementerian/Lembaga terkait yang didalamnya termasuk dengan penyelenggara pemilu, keputusan tersebut sudah di adopsi untuk selanjutnya di implementasikan.

Secara regulasi, pelaksanaan pemilu dapat di tunda jika mengalami keadaan darurat. Pertanyaan nya adalah apakah pandemi Covid-19 yang semakin terkendali seperti saat ini dikatakan sebagai keadaan darurat? Tentu saja bukan. Mengingat vaksinasi terus di lakukan pemerintah.

Gagasan pandemi yang akan segera menjadi endemi. Selain itu angka kepuasan publik yang dirilis beberapa lembaga survey mengatakan bahwa masyarakat puas dengan kinerja presiden Joko Widodo. Hal ini menunjukkan bahwa progres penanganan Covid-19 mengalami perbaikan. Selain itu pertumbuhan ekonomi indonesia meningkat di angka 3,69%. Setelah mengalami angka negatif 2,07% pada tahun 2020 karena pandemi Covid-19. Sehingga alasan stagnasi ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan pemilihan umum presiden Republik Indonesia pada tahun 2024.

Wacana penundaan pemilihan presiden perlu di lihat dari berbagai parameter. Salah satunya jika wacana tersebut menjadi sebuah kebijakan yang disahkan oleh negara, implikasinya yakni kebijakan tersebut mengingkari nurani publik. Mengigat pada saat ini publik telah rasional dan cerdas dalam memantau perkembangan politik yang terjadi. Terutama berkaitan dengan menentukan pilihan pemimpin negara.

Kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang memengaruhi setiap orang di suatu negara. Proses yang dilakukan diantaranya dengan menggunakan adopsi kebijakan, yaitu pengesahan keputusan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Adopsi kebijakan perlu memperhatikan konteks dimana kebijakan tersebut dilakukan (Anderson,2003). Konteks kebijakan dalam hal ini yakni berterkaitan dengan alternatif yang di rumuskan oleh pembuat kebijakan tentang pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia tahun 2024. Jika konteks kebijakan diperhatikan, maka dapat meningkatkan akurasi penyelesaian permasalahan dalam adopsi kebijakan.

Perumusan masalah (definiting problem) perlu dilihat secara hati-hati. Apabila salah dalam melihat masalah (isu-isu) yang berkembang, mengakibatkan kebijakan yang dikeluarkan pun akan salah. Menyikapi manuver elit politik terkait penundaan pemilihan Presiden 2024, perlu di lihat bahwa pandangan tersebut disampaikan sebagai personal politisi yang bersangkutan atau sebagai sikap resmi partai. Mengingat partai memiliki andil besar dalam penempatan kadernya di parlemen. Mengingat kewenangan parlemen sangat strategis, salah satunya membuat dan mengubah peraturan/regulasi.

Penundaan pemilihan presiden tidak dapat dilaksanakan hanya sebatas keinginan elit politik. Perlu bertanya kepada seluruh unsur lapisan masayarakat. Suatu kebijakan yang dipaksakan akan memiliki konsekuensi tersendiri. Misalkan protes masyarakat terutama mahasiswa berpotensi menolaknya. Bagaimanapun hal ini dipandang sebagai langkah inskonstitusional atau tidak sesuai dengan konstitusi.

Skenario kebijakan yang dapat dilakukan untuk menunda pemilihan presiden hanya dapat dilakukan melalui amandemen UUD 1945. Sedangkan upaya amandemen sampai saat ini masih memunculkan pro dan kontra. Terdapat friksi yang semakin berkembang dalam merespon rencana amandemen. Melaksanakan amandemen konstitusi tidak mudah untuk di laksanakan.

Presiden Joko Widodo sebelumnya menolak wacana yang berkembang tentang masa jabatan presiden tiga periode. Saat ini, manuver elit politik sedikit bergeser dengan mengubah diksi bukan lagi jabatan presiden tiga periode akan tetapi menggunakan istilah perpanjangan masa jabatan presiden. Secara faktual yang melatar belakangi munculnya gagasan ini oleh sebagian elit politik adalah stabilisasi ekonomi di tengah Covid-19. Namun bagi beberapa kalangan menilai bahwa isu ini sengaja di show up karena kepentingan beberapa elit politik.

Policy Maker/Pejabat pembuat kebijakan perlu memperhatikan stabilitas politik di tengah kompleksitas problem yang di hadapi negara. Penundaan pemilihan presiden perlu di cermati lebih dalam terhadap konsekuensi yang akan timbul. Mengingat demokrasi perlu di kedepankan dalam kehidupan bernegara di Republik Indonesia. Jangan sampai timbul ketimpangan atau paradoks antara adopsi kebijakan dan pengingkaran nurani publik sebagai obyek yang terdampak dari produk kebijakan.

Farco Siswiyanto Raharjo
Farco Siswiyanto Raharjo
Lahir di Kabupaten Karanganyar, 10 Desember 1994. Menempuh Pendidikan SD Muhammadiyah 16 Surakarta (2001-2007), SMP Negeri 12 Surakarta (2007-2010). SMA Negeri Colomadu Karanganyar (2010-2013), Program Sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Slamet Riyadi Surakarta (2013-2017), serta Pascasarjana S2 Magister Administrasi Publik Universitas Slamet Riyadi (2018-2021). Selama menempuh pendidikan sarjana hingga pascasarjana, penulis mmperoleh perhargaan sebagai mahasiswa berprestasi serta lulus sebagai wisudawan terbaik. Penulis telah menyelesaikan beberapa sertifikasi keahlian diantaranya Certified Basic Pratictioner Coach (CBPC) dari Bas Bas Associated Jakarta, dibawah naungan International Federation Coaching (IFC), USA kemudian Certified Profesional Public Speaking (CPSP) yang di terbitkan oleh Edu Training Indonesia. Saat ini penulis aktif sebagai instruktur pengajar di Kampus Vokasi TLC Indonesia, Surakarta Jawa Tengah, Peneliti/Researcher di Solo Raya Polling, dan mendirikan Public Policy and Law Studies Centre kemudian menjabat sebagai Direktur Eksekutif. Penulis saat ini juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Bilfar Insani Nusantara. Buku yang telah di tulis dan terbit secara nasional adalah “The Master Book of Personal Branding – Membangun Merk Diri dengan Teknik Berbicara”. Saat ini penulis juga aktif sebagai profesional trainer yang berkonsentrasi pada bidang Capacity Building, Peningkatan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Optimalisasi Kinerja.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.