Jumat, April 26, 2024

Pentingnya Mengenalkan Kesehatan Reproduksi pada Anak Usia Dini

Hilda Rizqi Elzahra
Hilda Rizqi Elzahra
Student of UIN KH. Abdurrahman Wahid Teacher of basic and advanced English skills in young learners, Freelance writer on the topic of gender issues, women, and moderation.

Berbicara mengenai kesehatan reproduksi masih sangat minim di kalangan masyarakat, pasalnya masih banyak orangtua yang menganggap hal ini ‘tabu’ dan tidak pantas untuk dibicarakan.

Jika mengutip dalam buku Parenting with Love karya Maria Ulfah Anshor, bahwa pendidikan kesehatan reproduksi hendaknya diajarkan pada usia dini.

Sebelum mengenalkan kesehatan reproduksi, alangkah baiknya orangtua harus memahami terlebih dahulu apa yang anak alami dalam kehidupan sehari-hari, terutama yang berkaitan dengan organ dan fungsi reproduksinya.

Orang tua berkewajiban melindungi anak dari berbagai potensi bahaya yang ada di lingkungan sekitar.  Orang tua juga diharapkan menjadi sosok pertama yang memberikan pemahaman tentang seks dan mengenalkan kepada anak tentang sikap pencegahan pelecehan ataupun kekerasan seksual. Namun, tetap harus memperhatikan tahapan perkembangan anak saat memberikan edukasi tersebut.

Menurut Sigmund Freud, pakar psikolog yang dikutip dari buku Ibu, dari Mana Aku lahir (2010) oleh Alya Andika, tahapan perkembangan psikoseksual yang dilalui anak terbagi menjadi empat Fase, yaitu:

– Fase Pragential

Saat anak belum menyadari fungsi dan perbedaan alat kelamin antara laki-laki dan perempuan. Masa ini dibagi menjadi dua, yaitu masa oral (0-2 tahun) dan masa anal (2-4 tahun).

– Fase Phallus

Saat anak sudah menyadari perbedaan seks antara dirinya dengan temannya yang berbeda jenis kelamin. Anak pun mulai suka membandingkan alat kelamin miliknya dengan temannya yang lain.

– Fase Laten

Anak juga akan mengalami fase laten yang umumnya berlangsung pada usia 6-10 tahun. Minat seksual berkembang menjadi berbagai bentuk sublimasi dari kemampuan psikis anak.

Fase ini terbagi menjadi dua, yaitu bagian awal dan bagian akhir. Di bagian awal anak tidak lagi memperhatikan sensasi yang dirasakan alat kelaminnya.

Sedangkan di bagian akhir anak mulai merasakannya kembali. Ini dikarenakan anak mulai beranjak mengenal dorongan seksual dan ketertarikan pada lawan jenis.

– Tahap Genital

Tahap genital dimulai dari usia sekitar 12 atau 13 tahun, di mana anak sudah memasuki usia remaja.

Pada masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi anak, dan anak sudah mulai tertarik dengan lawan jenis.

Anak-anak perlu diberikan pendidikan seks sedini mungkin dengan materi dan cara penyampaian pendidikan seks yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga pendidik seks yang paling baik adalah orang tua.

Tujuan dan manfaat pendidikan seks anak usia dini adalah untuk mengenalkan pada anak-anak tentang bahaya atau kejahatan seksual yang ada disekitar mereka. Selain itu juga membekali anak cara menjaga dirinya dan orang lain, serta mengetahui tindakan apa yang harus dilakukannya bila mendapat kejahatan seksual atau ancaman seksual.

Dikutip dari Halstead (Roqib, 2008: 276) secara garis besar pendidikan seks yang diberikan sejak dini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan kehamilan.

2. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual.

3. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.

4. Mendorong hubungan yang baik.

5. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual (sexual intercourse).

Mengurangi kasus infeksi melalui seks.6. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.

Contoh Materi Pendidikan Seks Anak Sesuai UsiaNurhayati Syaifuddin (dalam Roqib, 2008: 277) menyatakan bahwa pendidikan seks untuk anak usia dini adalah dengan teknik atau strategi sebagai berikut:

1. Memahami perbedaan perilaku yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai mandi harus mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau di dalam kamar.

2. Anak juga diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh disentuh, dan dilihat orang lain. (a) tubuhku hanya milikku, (b) sentuhan yang baik dan sentuhan yang buruk, (c) bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain, (c) rahasia yang baik dan rahasia yang buruk, (d) pelaporan dan pengungkapan pelaku, baik yang dikenal, maupun tidak dikenal, serta pertolongan.3. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan.

4. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana, bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif anak. Tidak diperkenankan berbohong kepada anak seperti “adik datang dari langit atau dibawa burung”.Penjelasan disesuaikan dengan keingintahuan atau pertanyaan anak misalnya dengan contoh yang terjadi pada binatang.

5. Memberikan pemahaman tentang fungsi anggota tubuh secara wajar yang mampu menghindarkan diri dari perasaan malu dan bersalah atas bentuk serta fungsi tubuhnya sendiri.6. Mengajarkan anak untuk mengetahui nama-nama yang benar pada setiap bagian tubuh dan fungsinya. vagina adalah nama alat kelamin perempuan dan penis adalah alat kelamin pria, daripada mengatakan dompet atau burung.7. Membantu anak memahami konsep pribadi dan mengajarkan kepada mereka kalau pembicaraan seks adalah pribadi.

6. Memberi dukungan dan suasana kondusif agar anak mau berkonsultasi kepada orang tua untuk setiap pertanyaan tentang seks.

7. Tanamkan juga peraturan-peraturan yang berlaku menurut agama dan nilai-nilai moral budaya serta sebab akibat jika hal yang tidak diinginkan terjadi (dengan tidak menakut-nakuti) ketika mengenalkan seks dan memahamkan pencegahan kekerasan dan penyimpangan seksual pada anak.Dengan demikian program pendidikan seksual sangat pengaruh dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak usia dini.

Oleh karena itu, satuan PAUD hendaknya melakukan kemitraan dengan orang tua agar lebih peduli dengan keselamatan anak-anak. Selain itu juga diharapkan dapat terciptanya keharmonisan dan keselarasan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam mewujudkan visi bersama untuk membantu tumbuh kembang anak.

Perlu ditambahkan, teknik pendidikan seks dengan memberikan pemahaman kepada anak tentang susunan keluarga (nasab) sehingga memahami struktur sosial dan ajaran agama yang terkait dengan pergaulan laki-laki dan perempuan.

Referensi:

Davies, A. W., Simone-Balter, A., & van Rhijn, T. (2021). Sexuality education and early childhood educators in Ontario, Canada: A Foucauldian exploration of constraints and possibilities. Contemporary Issues in Early Childhood, 146394912110607. https://doi.org/10.1177/14639491211060787

Lara Fridani. 2011. Ibu Dari Mana Aku Beasal. Bandung. Lentera Ilmu Cendekia

Solehati, T., Septiani, R. F., Muliani, R., & Nurhasanah, S. A. (2022). Intervensi Bagi Orang Tua dalam Mencegah Kekerasan Seksual Anak di Indonesia : Scoping Review. 6(3), 2201–2214. https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1914

Hilda Rizqi Elzahra
Hilda Rizqi Elzahra
Student of UIN KH. Abdurrahman Wahid Teacher of basic and advanced English skills in young learners, Freelance writer on the topic of gender issues, women, and moderation.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.