Sabtu, April 20, 2024

Pentingkah Menikah di Era Modern?

Dimas Aldi Pratama
Dimas Aldi Pratama
Berandalan Calon Sarjana

Era teknologi yang semakin berkembang membuat cara pandang dan pola pikir masyarakat lebih terbuka terhadap sesuatu yang mereka lihat dan mereka rasakan, dewasa ini masyarakat yang beranjak dewasa telah masuk terhadap fase yang rumit dengan kehidupan jangka panjang yang akan mereka jalani, rumit akan tuntuan menikah,  rumit harus memutuskan menikah atau meniti karir.

Pernikahan merupakan sesuatu yang sakral pernikahan juga merupakan hasil budaya yang telah  ada sejak zaman nenek moyang dan terus di lestarikan hingga saat ini, di tengah percepatan globalisasi dan kesibukan masyarakat moderen untuk menata karirnya membuat pernikahan tidak menjadi prioritas utama. Laki laki dan perempuan yang telah cukup umur untuk menikah dan tak kunjung menikah hingga saat ini, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka memilih untuk mencintai pekerjaan dan karirnya.

Inilah mengapa berbagai negara maju seperti jepang mengalami krisis penduduk,  karena memang masyarakat di negara maju tidak memandang bahwa pernikahan merupakan hal yang sangat wajib untuk di tunaikan, banyak dari mereka yang memilih untuk berkarir dengan kata lain bekerja di bandingkan harus menikah dan memiliki keturunan menurut Mulyadi, B. (2018) dalam sensus nasional 2010, persentase yang belum menikah pada umur 30-34 tahun adalah 47,3% (laki-laki) dan 34,5% (perempuan).

Pada tahun 2020-2022 seluruh negara mengalami pandemi covid 19, di masa covid 19 ini rata rata negara maju melakukan lock down artinya semua aktivitas warga di luar baik bekerja, sekolah, dan lain lain di hentikan sementara atau di alihkan melakukan aktivitas di dalam rumah, yang unik dari jepang adalah perihal angka kehamilan yang dialami warga jepang mengalami penurunan saat covid 19.

Data resmi Pemerintah Jepang memperlihatkan jumlah kehamilan yang tercatat dalam tiga bulan hingga Juli 2020, turun 11,4 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah pernikahan pada periode yang sama juga turun 36,9 persen Ahmad Faiz Ibnu Sani (2020)

Setelah menikah masyarakat moderen beranggapan bahwa ruang gerak mereka akan terbatasi dan kebebasan yang mereka harapan dalam berkreasi di ruang virtual maupun dunia nyata tidak sebebas saat mereka lajang.

Secara sederhana pernikahan dapat diartikan sebagai suatu paksaan atau tekanan dari berbagai orang terdekat di luar kemauan dirinya untuk menikah. Hal ini di dasari oleh keharusan untuk menuruskan keturunan dalam suatu silsilah keluarga, pernikahan dapat di katakan sebagai paksaan atau tekanan jika kedua insan tersebut di nikahkan secara langsung berdasarkan pilihan orang terdekat bukan berdasarkan rasa yang mereka bangun.

Perihal menikah atau tidak menikah itu bukan persoalan yang rumit, jika tujuan menikah hanya untuk keturunan sudah banyak lahir teknologi yang mendukung untuk mempunyai keturunan tanpa pasangan seperti adanya program bayi tabung, menikah bukan jalan satu satunya untuk menyelesaikan permasalahan dalam diri, tapi kenyataanya di indonesia masih banyak  perempuan yang hidupnya tidak mengorientasikan kepada karir.

Alhasil setelah lepas mengenyam pendidikan selama 12 tahun dan mulai saja bekerja selama kurang lebih satu tahun, hal itu akan mengubah cara pandangannya dan memutuskan mencari pasangan untuk menikah, apakah itu salah, tidak. Tetapi, cukup disayangkan di umur yang terbilang masih muda kontrol akan emosi sulit dikendalikan dan sangat khawatir apabila terjadi perceraian di pernikahan yang tergolong masih seumur jagung.

Lalu, di umur berapa sebaiknya manusia menikah?

Pada hakikatnya tidak ada standarisasi umur yang baik dalam menikah, yang menjadi masalah ketika ketidaksiapan pasangan untuk menikah dan menikah hanya berdasarkan tuntutan orang terdekat, dan kerabat, atau bahkan hanya sekedar ikut teman dan trend di sosial media.

Dampaknya bukan hanya perceraian, angka kemiskinan akan terus bertambah karena kemampuan pasangan untuk survive tidak ada. Lebih baik urungkan saja niat untuk menikah, masih banyak hal yang harus di kejar di era moderen ini, manusia tidak bisa bergantung selamanya kepada manusia lainnya, perempuan tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada laki laki dalam urusan keuangan, dan sebaliknya laki laki pun tidak bisa bergantung kepada perempuan. Di era moderen ini improvisasi dalam kehidupan sangat di perlukan pengembangan soft skill dan hard skill harus di miliki untuk menunjang kehidupan.

Tulisan ini ingin mengatakan bahwa di era moderen menikah itu sangat penting. Mengejar karir tanpa pasangan bagai sayur tanpa garam rasanya tentu hambar Di atas penulis mengatakan bahwa laki laki dan perempuan tidak bisa saling bergantung selamanya.

Namun, yang perlu dicatat keduanya saling membutuhkan, butuh untuk teman hidup, butuh untuk komunikasi, dan butuh untuk tempat pulang. Dan perlu di ketahui kembali bahwa ketika semua soft skill, hard skill telah di miliki oleh pasangan tersebut secara alamiah kebahagian akan berumah tangga akan tercapai.

Daftar Rujukan

Mulyadi, B. (2018). Fenomena Penurunan Angka Pernikahan dan Perkembangan Budaya Omiai di Jepang. Dalam Kiryoku, 2, 65-71.

Dimas Aldi Pratama
Dimas Aldi Pratama
Berandalan Calon Sarjana
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.