Kamis, April 25, 2024

Penguatan Kebijakan Pelaksanaan Akreditasi RS di Masa Covid-19

Benedictus Dasit
Benedictus Dasit
Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Kasus Pandemik Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) kian meningkat dan telah memengaruhi berbagai aspek kesehatan termasuk memengaruhi upaya dalam meningkatkan kualitas layanan fasilitas kesehatan. salah satu upaya peningkatan mutu layanan kesehatan tersebut ialah melalui proses akreditasi terhadap fasilitas kesehatan, dimana pada masa pandemik ini tidak memungkinakan untuk dilakukan dengan optimal demi mengutamakan pencegahan penularan COVID-19.

Menanggapi situasi tersebut maka pemerinatah Indonesia mempertimbangkan untuk mengeluarkan berbagai kebijakan terkait proses akreditasi di masa pandemik COVID-19 setelah ditetapkannya pandemik sebagai bencana Nasional di awal tahun 2020 yang lalu.

Pemerintah sempat mengeluarkan Surat Edaran Plt. Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Nomir YM.02/VI/3099/2020 tentang Penundaan Kegiatan Akreditasi Rumah Sakit, namun pada tanggal 19 Juli 2020 pemerintah mencabu kembali dan menyatakan tidak berlakunya surat edaran tersebut yang dinyatakan dan dilengkapi dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.01/MENKES/455/2020 tahun 2020 tentang Perizinanan dan Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Penetapan Rumah Sakit Pendidikan Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Di dalam surat edaran tersebut memuat ketentuan mengenai pelaksanaan Akreditasi Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), klinik, laboratorium kesehatan, dan unit transfusi darah di masa Pandemi COVID-19. salah satu ketentuan menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan yang akan melakukan akreditasi untuk pertama kali atau yang telah habis masa berlakunya diharuskan membuat surat pernyataan komitmen menyelenggarakan/oprasional fasilitas kesehatan, yang dapat digunakan sebagai persayaratan kerja sama dengan BPJS kesehatan, badan usaha atau lembaga lainnya.

Meskipun dengan adanya surat pernyataan komitmen menyelenggarakan/oprasional fasilitas kesehatan tidak serta merta menjamin keseluruhan mutu layanan dari setiap fasilitas kesehatan. justru pada masa pandemi ini fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran besar dan sentral dalam upaya penanggulangan COVID-19 khususnya dalam penanganan pasien, sehingga fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus berupaya menjamin mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien dengan suatu standar yang dapat di pertanggung jawabkan seperti Akreditasi dari lembaga yang diakui.

Dalam rangka upaya menjamin mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, dilakukan proses perizinan dan akreditasi secara berkala sesuai dengan pasal 40 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Akreditasi secara umum diartikan sebagai pengakuan oleh suatu lembaga tentang adanya wewenang seseorang untuk melaksanakan atau menjalankan tugasnya. Sebuah lembaga independent nonprofit, International Society for Quality of Health Care (ISQua) melakukan survey terhadap dampak positif penanganan pada COVID-19 antara rumah sakit yang terakreditasi dan tidak terakreditasi, dimana Rumah Sakit yang telah terakreditasi memiliki:

  • Program Penvegahan dan Pengendalian Infeksi (IPC) yang terstruktur dengan baik
  • Kemampuan yang lebih kuat untuk meningkatkan rencana penanggulangan bencana guna pengelolaan kasus COVID-19 yang lebih baik (dari triage hingga rawat inap)
  • Komite yang responsive yang secara berkala menginformasikan kondisi dan melakukan pemantauan pelaksanaan pelayana
  • Melengkapi kebijakan dan prosedur yang mengacu pada Health Care Accreditation Council (HCAC) dan mendukung komunikasi dan pengambilan keputusan yang akurat dan tepat waktu
  • Staf terlatih mengenai IPC, keselamatan kerja, manajemen risiko, protokol dan adopsi protocol
  • Telah memiliki Rencana kesiapsiagaan darurat untuk memberikan panduan pelayanan pada sasaran keselamatan dan keterjaminan hak
  • Sebuah budaya yang melekat dan sistem internal untuk pemantauan kualitas, termasuk pengumpulan data, indikator kerja, dokumentasi yang tepat dari catatan pasien dan data klinis.

Namun proses akreditasi tidak dapat dilakukan dengan optimal sebagaimana mestinya oleh adanya pandemi COVID-19 di Indonesia. Karena situasi ini pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan pilihan-pilihan kebijakan yang dinilai efektif baik melalui pencegahan penularan dengan membatasi aktivitas-aktivitas yang berpotensi meningkatkan penyebaran COVID-19 namun juga dapat menjamin mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien dalam memberikan penanganan kasus COVID-19. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan melalui surat edaran terkait pelakasaan akreditasi fasilitasi pelayanan kesehatan masih ada beberapa hal yang perlu kita kritisi bersama diantaranya:

  • Surat Edaran tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak bisa digunakan sebagai dasar regulasi tetapi hanya bersifat imbauan dan anjuran. Kebijakan seharusnya berbentuk Peraturan Menteri Kesehatan (PMK). Mengingat proses Akreditasi merupakan amanat UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit dan teknis pelaksanaanya telah diatur dalam PMK No 12/2020. Sehingga diharapkan Surat edaran tidak mereduksi dan melangkahi isi PMK.
  • Akreditasi merupakan syarat kerja sama RS dengan BPJS kesehatan sebagaimana tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99/2015. Sebaiknya Kemenkes mengakomodir RS yang ingin bekerjasama dengan BPJS Kesehatann namun belum belum memiliki akreditasi, terutama RS yang baru berdiri dibawah dua tahun. Maupun RS yang telah memiliki akreditasi namun telah jatuh tempo.
  • Akreditasi merupakan sebuah pengakuan terhadap mutu pelayanan fasilitas kesehatan, dengan melakukan penundaan proses akreditasi maka pemerintah harus mampu memberikan alternatif tambahan selain surat pernyataan komitment fasilitas kesehatan sebagai upaya yang dapat menjamin mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien dimasa pandemi COVID-19.

Dalam upaya menegaskan kembali pelaksanaan perizinan dan akreditasi fasilitas kesehatan dimasa pandemi ini maka pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang sesuai untuk mengakomodasi kerjasama rumah sakti untuk bekerjasama dengan BPJS kesehatan dimasa pandemic COVID-19. Mengakomodir rumah sakti untuk bekerjasama dengan BPJS kesehatan merupakan wujud tanggung jawab dan peran negara dalam memastikan kualitas pelayanan RS Kepada Masyarakat.

Penetapan kebijakan terkait penundaan proses akreditasi jika diperlukan sebaiknya dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan (PMK). Mengingat proses Akreditasi merupakan amanat UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit dan teknis pelaksanaanya telah diatur dalam PMK No 12/2020 sehingga memiliki dasar hukum yang kuat.

Proses akreditasi dapat tetap diselengarakan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku misalnya melalui dilkukannya analisis terhadap Dampak COVID-19 pada fasilitas kesehatan oleh lembaga akreditasi untuk memperoleh informasi awal yang dapat membantu tim survey menentukan penyesuaian selama proses akreditasi dilakukan.

Benedictus Dasit
Benedictus Dasit
Mahasiswa Program Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.