Jumat, Maret 29, 2024

Penggunaan Nuklir dalam Ketahanan Energi dan Senjata Militer

Andhiene Kartika
Andhiene Kartika
Mahasiswa HI UIN Jakarta

Nuklir sebagai sumber energi

Nuklir, merupakan jenis bahan peledak yang diangkut dengan senjata berupa misil, roket atau rudal sesuai dengan kapasitas nuklirnya. Tetapi dalam konteks penggunaan energi, nuklir menjadi salah satu bahan campuran energi untuk bahan bakar.

Ada beberapa negara yang mengembangkan nuklir sebagai energi untuk pembangkit listrik terutama negara-negara Asia. Setelah bencana Fukushima di Jepang, negara negara Asia tetap mempertahankan peningkatan energi nuklir untuk pertumbuhan ekonominya—yang paling ditunjukkan oleh India, Cina, dan Korea Utara. Aktifitas perkembangan nuklir dalam ranah internasional diatur dalam Treaty on The Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT). NPT bertujuan untuk;

  1. Mencegah adanya penyebaran teknologi senjata nuklir,
  2. Menjalin kerja sama untuk menggunakan teknologi nuklir secara damai,
  3. Pelucutan senjata.

Menurut NPT, kepemilikan energi nuklir berada dibawah pengawasan International Atomic Energi Agency (IAEA). IAEA adalah suatu badan yang bertugas untuk mengawasi aktifitas nuklir di dunia yang didirikan dibawah PBB untuk menciptakan perkembangan nuklir yang aman dan damai. Dalam rezim NPT, negara Nuclear Weapon States (NWS) merupakan negara—negara yang dilegalkan untuk mengembangkan nuklir antara lain yaitu Cina, Perancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat (Putri, Pramono, & Hardiwinoto, 2018) mereka sepakat untuk tidak menyebarkan senjata nuklir ke negara lain.

Sedangkan negara anggota non—NWS tidak diperbolehkan untuk mengembangkan teknologi nuklir sebagai senjata untuk perang, melainkan hanya untuk tujuan yang damai dan terbuka akan pengawasan IAEA. (Permata, Analisis Konstruktivisme: Perilaku Korea Utara terhadap Denuklirisasi, 2019)

India bukanlah negara yang tergabung dalam rezim NPT, namun bahan bakar nuklir merupakan hal vital bagi keamanan energi India. Energi nuklir telah menyuplai 3,7% kelistrikan India di tahun 2011 dan akan ditingkatkan jadi 25% hingga tahun 2050.

Sedangkan Cina akan membuat energi nuklir sebagai foundation of its power generation system untuk 2 dekade kedepan. Korea Selatan, memiliki 21-unit nuklir yang menyuplai 31 persen kelistrikan negaranya. Negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Indonesia, Thailand dan Malaysia berencana untuk membuat pembangkit listrik tenaga nuklir karena kerentanan negara ASEAN terhadap krisis iklim sehingga energi nuklir merupakan pilihan paling tepat untuk menggantikan sumber bahan bakar minyak. (Jain, 2014)

Nuklir sebagai eskalasi persenjataan militer

Terlepas dari penggunaan nuklir sebagai sumber energi, Terdapat juga negara yang mengembangkan nuklir sebagai senjata militer, yaitu Korea Utara. Baru—baru ini Korea Utara kembali menembakkan rudal pada 13 April lalu. (Indonesia, 2023) Korea Utara memutuskan untuk mengembangkan teknologi nuklir sebagai senjata untuk menyerang Amerika Serikat, dengan tujuan untuk membendung pengaruh Amerika Serikat di Korea Selatan menggunakan strategi deterrence. Deterrence merupakan upaya defensif negara tanpa melakukan peperangan secara eksplisit. (Anastasia & Yuniasih, 2020).

Strategi deterrence membuat lawan berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk menyerang. Strategi ini dapat dikatakan sebagai upaya Korea Utara untuk menahan kemungkinan adanya serangan dari latihan militer gabungan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Strategi deterrence menunjukkan bahwa Korea Utara telah mengingkari beberapa dialog yang dilakukan dengan negara lain dalam mengupayakan denuklirisasi. Termasuk ketika Korea Utara sempat tergabung dalam rezim NPT sebagai negara non—NWS di tahun 1985. Korea Utara sebagai negara non—NWS seharusnya setuju bahwa Korea Utara hanya boleh mengembangkan nuklir untuk sumber energi saja, bukan untuk tujuan peningkatan persenjataan.

Namun Korea Utara terus melakukan eskalasi senjata nuklir secara diam—diam hingga pada tahun 2003, Korea Utara memutuskan untuk tidak terikat lagi dengan NPT dan terus meluncurkan serta mengujicoba rudalnya dari tahun 2006 hingga sekarang. (Khoiriyah, 2020)

Sebagaimana dikutip dari Eska Dwipayana M, A., penggunaan nuklir sebagai ketahanan energi tetap saja efeknya merusak lingkungan, terlepas dari persoalan apakah nuklir digunakan untuk keperluan ketahanan energi ataupun bahan bakar senjata, hingga saat ini belum ada kebijakan negara yang serius dalam mengupayakan denuklirisasi bahkan pasca bencana Fukushima di tahun 2011. (Jain, 2014).

Maka dari itu, baik negara NWS ataupun Non-NWS tetap memiliki kemungkinan untuk melakukan tindakan yang serupa dengan Korea Utara, diam diam mengembangkan nuklir untuk eskalasi persenjataan militer. Kemungkinan situasi tersebut dapat mengundang kondisi security dilemma seperti yang terjadi di Asia Timur.

Negara kawasan Asia Timur menunjukkan adanya data peningkatan anggaran militer dalam merespon ancaman peluncuran nuklir oleh Korea Utara (Anastasia & Yuniasih, 2020). Dengan kata lain peningkatan anggaran militer menjadi bentuk security dilemma yang memicu negara untuk saling berkompetisi dalam melindungi kepentingan nasional negaranya, memaksa negara untuk menerapkan strategi deterrence.  Situasi ini dapat menjadi solusi, karena strategi deterrence tiap negara untuk menunjukkan power-nya membuat negara negara tersebut saling merasa tidak aman, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antara negara yang berkonflik dan menciptakan kestabilan.

References

Anastasia, N. U., & Yuniasih, T. (2020). Strategi Nuclear Deterrence Korea Utara Terkait Perkembangan Militer Di Kawasn Asia Timur Pada Tahun 2018-2020. Balcony, [S.l.], v. 4, n. 2,, 147-160.

Indonesia, T. C. (2023). Korut Tembak Rudal Balistik, Picu Peringatan Evakuasi di Jepang. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20230413070331-113-937058/korut-tembak-rudal-balistik-picu-peringatan-evakuasi-di-jepang diakses pada 21/04/2023

Jain, P. (2014). Energy Security in Asia. The Oxford Handbook of the International Relations of Asia, 5-7.

Khoiriyah, S. (2020). ANALISIS KEBIJAKAN LUAR NEGERI ERA KEPEMIMPINAN KIM JONG UN DAN MOON JAE IN TERHADAP RESOLUSI KONFLIK SEMENANJUNG KOREA. Journal of Diplomacy and International Studies, 65-73.

Lestari, B. U., Karjaya, L. P., & Sood, M. (2021). Analisis Perbedaan Kebijakan Luar Negeri Korea Selatan Dibawah Kepemimpinan Park Geun Hye dan Moon Jae In Terhadap Kepemilikan Senjata Nuklir Korea Utara. IJGD: Indonesian Journal of Global Discourse, 81-109.

Permata, I. M. (2019). Analisis Konstruktivisme: Perilaku Korea Utara terhadap Denuklirisasi. Andalas Journal of International Studies| Vol VII No 2, 104-116.

Putri, D., Pramono, A., & Hardiwinoto, S. (2018). TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PELUNCURAN RUDAL BALISTIK ANTAR BENUA OLEH KOREA UTARA SEBAGAI PELANGGARAN TERHADAP HUKUM INTERNASIONAL. DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 7, Nomor 2, 164-179.

Andhiene Kartika
Andhiene Kartika
Mahasiswa HI UIN Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.