Kampanye adalah suatu kegiatan untuk meyakinkan masyarakat melalui penyampaian visi dan misi program peserta pemilu. Kampanye sejatinya adalah sebuah proses perencanaan. Seperti yang dikatakan oleh Rogers dan Storey (1987) “kampanye merupakan tindakan komunikasi terencana untuk menciptakan efek tertentu pada khalayak”.
Kampanye juga bisa menjadi wadah penampungan keluh-kesah dan harapan masyarakat yang bisa digunakan untuk perencanaan program kerja jika kelak terpilih menjadi pejabat negara. Seperti apa yang dikatakan oleh calon presiden nomor urut 3 yaitu Ganjar Pranowo bahwa “Kampanye tidak hanya sebagai upaya untuk memperoleh suara, akan tetapi kampanye juga sebagai kesempatan mendengarkan aspirasi masyarakat”.
Kampanye adalah proses terencana, panduan kegiatan kampanye dapat di lihat dalam Pasal 275 UU Pemilu yaitu:
- Pertemuan terbatas
- Pertemuan tatap muka
- Penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum
- Pemasangan alat peraga di tempat umum
- Media sosial
- Iklan media massa cetak
- Media massa elektronik, dan internet
- Rapat umum
- Debat pasangan calon tentang materi kampanye pasangan calon dan
- Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan perundang-undangan.
Kampanye bisa memberikan kebahagiaan namun juga bisa memberikan duka pada peserta pemilu. Bahagia jika menang dalam kompetisi dan duka jika kalah berkompetisi. Naas nya kekalahan kompetisi ini bisa membuat caleg atau timses nya mengalami depresi.
Melansir laman Kementerian Kesehatan, depresi adalah suatu penyakit yang menghadirkan rasa sedih berkelanjutan serta menghilangkan ketertarikan terhadap sejumlah aktivitas yang biasanya dijalani dengan kegembiraan. Kekalahan dalam kontestasi pemilu dapat menyebabkan depresi, seperti yang dialami oleh seorang (Timses) di kota Cirebon.
Melansir laman detik.com, seorang tim sukses yang berasal dari kota Cirebon, Jawa Barat, merasa kecewa karena dirinya sudah berupaya keras untuk memenangkan caleg yang ia dukung sampai rela menjual harta benda hingga mengalami depresi karena gagal memenangkan calon anggota legislatif dukungan nya.
Pengaruh Popularitas
Gagal dalam kontestasi pemilu melukiskan api dan air pada peserta pemilu yang akan datang. Apakah gelora keyakinan masih tersimpan dalam jiwa atau justru terbuang dan sirna? Jika kasus diatas berbicara mengenai kegagalan dalam berkampanye, sekarang saya akan berbicara mengenai kesuksesan peserta pemilu bahkan tanpa melalui proses kampanye.
Melansir dari laman Kompas.com, Pemeran dan Pelawak Komeng Alfiansyah menyampaikan bahwa untuk maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jawa Barat, ia tidak melakukan kampanye yang terlalu heboh, ia melakukan itu untuk menyampaikan pada masyarakat bahwa untuk terjun ke dunia politik tidak melulu soal biaya yang besar.
Lantas bagaimana bisa seorang komeng unggul tanpa proses kampanye? Saya kira anda juga memiliki asumsi yang serupa dengan penulis, komeng dapat unggul tanpa proses kampanye melalui popularitas. Seperti yang dikatakan oleh akun @pstore_boogor “Auto nyoblos bang komeng, tadi lieur liat muka begitu banyak di kertas segede gaban ga da yg kenal, cuma uhuy doank yang familiar”.
Rupanya fenomena artis yang berhasil memenangkan pemerolehan suara terbanyak ini bukan baru-baru terjadi, karena sebelum nya fenomena ini juga sudah terjadi pada mantan Wali Kota Palu yaitu Sigit Purnomo Syamsuddin Said S.A.P. atau yang lebih dikenal sebagai Pasha Ungu.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kegagalan peserta atau timses pemilu dapat mengakibatkan depresi akibat biaya kampanye yang besar, selain itu melalui popularitas, potensi peserta pemilu dalam memperoleh banyak suara sangat memungkinkan sejalan dengan fenomena komedian komeng dan penyanyi pasha ungu.