Sabtu, April 20, 2024

Pendidikan Kita dan Keteladanan Korupsi

Nur Azis Hidayatulloh
Nur Azis Hidayatulloh
Mahasiswa dan Tinggal di Yogyakarta

Berita tertangkapnya Bupati Cianjur dan Dinas Pendidikan setempat, karena diduga oleh KPK telah mengkorupsi dana pendidikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) yang baru saja dicairkan untuk keberlangsungan pembangunan fasilitas sekolah.

Peristiwa tersebut menambah rentetan kasus kepala daerah tertangkap KPK, kondisi yang begitu miris karena elemen penting yang dianggap tonggak pemberdayaan manusia daerah setempat yakin pendidikan, anggaranya dikorupsi dengan cara kongkalikong antara pemimpin dengan dinas pendidikan.

Melihat dari anggaran alokasi pendidikan dalam APBN yang mencapai 20 persen, menjadi sebuah lahan basah bagi kalangan yang ingin korupsi dana tersebut. Bahwa pendidikan sangat rentan untuk dijadikan lahan korupsi, melihat data dari Indonesia Coruption Watch (ICW), bahwa selama rentan tahun 2015 – 2016 ada sekitar 425 kasus korupsi, sebanyak 214 kasus ditemukan di pendidikan.

Besarnya alokasi anggaran sektor pendidikan harus bijak kita awasi bersama, akankah kasus korupsi yang berentet belakangan terjadi di dunia pendidikan semua. Bagaimana masa depan kita, masa depan Indonesia, masa depan anak cucu kita. Bila karakter korupsi sendiri masih saja terjadi, apalagi diperparah dengan pemimpin dan para kalangan yang berkecimpung di dunia pendidikan.

Nalar seperti ini belum menjadi habituasi di kita, kondisi korupsi oleh kepala daerah menjadi bola panas. Selain menjadi keteladanan yang buruk, juga menjadi gambaran akan suramnya bangsa kita menciptakan pemimpin yang menjaga martabat diri sendiri dan yang dipimpinnya.

Korupsi dana pendidikan, bukan sebuah kondisi korupsi biasa seperti yang lain. Ini kasus yang begitu besar, bukan hanya nominal yang mengurangi perbaikan pendidikan tanah air. Tetapi, ada yang lebih penting lagi. Yakni pendidikan karakter, bukanya selama ini kita setiap hari sering mengkaji perihal pentingnya pendidikan karakter, dari seminar, perkuliahan, hingga jurnal-jurnal yang bertebaran.

Namun, kondisi realita dilapangan, hal ini malah kehilangan esensi dari apa yang sudah dibicarakan. Para pemimpin kita masih belum siap untuk memberikan tatanan pendidikan karakter secara praksis melalui keteladanan. Integritas dikesekiankan, hanya untuk mendapatkan kepentingan pribadi dan kelompok.

Lagi-lagi, masa depan bangsa kita dan anak cucu yang sedang menikmati pendidikan tergerus. Dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan sekolah, sarana-prasarana, alat penunjang pembelajaran dan untuk kesejahteraan pendidik, di korupsi dengan cara yang tak beradab. Korupsi bukan kejahatan biasa, dampak yang dihasilkan bisa berkelanjutan dan itu tidak hanya menimpa satu orang, hajat orang lain diambil untuk kepentingan sendiri.

Sekolah dan Pendidikan Karakter

Kurikulum sekarang terlihat bahwa porsi pendidikan karakter menjadi kunci dalam sistem pembelajaran, walaupun dalam realitas lapangan masih jauh dari tatanan teoritis. Kebijakan ini patut kita syukuri, melihat karakter merupakan nilai yang tidak secara instan bisa langsung dilihat keberhasilanya. Sejak dini bisa kita kenalkan bagi generasi muda, bisa jadi untuk keberlanjutan masa yang akan datang proyeksi untuk menghindarkan setiap individu dari perilaku korupsi.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan bukan hanya sebagai tempat untuk belajar. Lebih dari itu, disana merupakan sumber dari segala tatanan yang dibutuhkan oleh bangsa ini, membentuk individu berkarakter, berintegritas dan berpikir luas melalui pengetahuan. Praktek-praktek korupsi secara kecil-kecilan yang miris sampai sekarang masih terjadi dilingkungan sekolah, transparansi anggaran yang tak jelas, juga keterlibatan para stakeholder pendidikan (orangtua, LSM dan masyarakat) belum begitu memuaskan.

Praktek-praktek korupsi secara kecil yang dilakukan secara berkelanjutan akan membuat nilai pembiasaan oleh peserta didik, karena melihatnya sebagai hal yang lumrah dalam pandangan mereka. Kemudian, dampaknya secara serius akan membuat siswa meremehkan segala hal yang berdampak merugikan orang lain, salah satunya perilaku korupsi.

Praktek koruptif yang masih terjadi di sekolah diantaranya penyalahgunaan alokasi Biaya Operasional Sekolah (BOS), pungutan dan sumbangan liar yang dibebankan pada orang tua murid, serta gratifikasi orang tua kepada guru dan pihak sekolah,

Perilaku seperti ini yang menjadi bibit dari menjamurnya pemimpin kita yang terlibat korupsi, karena salah satunya membenarkan perilaku yang salah, yakni menggunakan anggaran yang tak sesuai dengan tujuan semestinya.

Sekolah harus menjadi tempat pemberlakuan untuk memperadabkan manusia, melalui perilaku-perilaku dari nilai yang selama ini dikaji di tempat itu. Menjadikan sekolah hanya sebagai lumbung pengetahuan kognitif, tapi meninggalkan sebagai lumbung peradaban sama saja tak berguna sama sekali. Pendidikan dari sekolah tak lagi menjadi “laboratorium laku realistis” dari moralitas yang tergambarkan dari pengatahuan yang dikaji.

Kita harus kembalikan hulu dari sekolah, yakni menciptakan individu yang terbina secara moralitas dan terbangun peradaban keilmuwan. Hilangkan praktek koruptif, jangan biarkan sekolah menjadi ladang bibit calon pemimpin yang mengecewakan peradaban.

Nur Azis Hidayatulloh
Nur Azis Hidayatulloh
Mahasiswa dan Tinggal di Yogyakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.