Dialektika paradoksal antara kemajuan teknologi komunikasi yang eksponensial dan degradasi etika serta karakter masyarakat, telah memunculkan suatu fenomena kompleks serta memerlukan analisis multidisiplin yang tajam. Berbagai polemik yang muncul telah mengerosi moralitas umat secara sistemik, dengan perselingkuhan sebagai salah satu manifestasi paling krusial dari krisis nilai-nilai yang tengah melanda masyarakat modern
Dalam konteks kontemporer, fenomena perselingkuhan di Indonesia dapat dianalogikan sebagai sebuah epidemi sosial yang memerlukan analisis mendalam dan responsif. Berdasarkan data survei yang dilakukan oleh Just Dating, Indonesia menduduki peringkat kedua di Asia dengan angka perselingkuhan mencapai 40%, mengindikasikan bahwa isu ini telah mencapai proporsi yang alarmingly dan memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak untuk mengatasi dampaknya terhadap stabilitas hubungan interpersonal dan institusi keluarga.
Perselingkuhan merupakan suatu disfungsi sistemik yang dapat menghancurkan fondasi hubungan interpersonal dan institusi keluarga, tanpa memandang latar belakang profesi dan status sosial. Analisis multidisiplin menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti disonansi emosi, disfungsi komunikasi, dan defisiensi pendidikan karakter dapat menjadi prediktor signifikan terjadinya perselingkuhan, sehingga memerlukan intervensi yang tepat dan efektif untuk mengatasi masalah ini dan mempromosikan resiliensi hubungan interpersonal yang lebih kuat.
Moralitas yang telah dibentuk melalui pendidikan seringkali menjadi tidak relevan ketika dihadapkan pada godaan perselingkuhan, yang dapat menghancurkan rumah tangga yang telah dibangun dengan susah payah. Nafsu yang tidak terkendali dapat mengalahkan rasionalitas dan nilai-nilai moral, sehingga menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Dalam konteks ini, penting untuk mengakhiri hubungan dengan cara yang terhormat dan bertanggung jawab, terutama jika menyangkut hidup dua keluarga. Namun, realitasnya menunjukkan bahwa banyak kasus perselingkuhan yang berakhir dengan cara yang tidak terhormat, bahkan menjadi viral di media sosial dan menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi korban, sementara pelaku asyik dengan kegemarannya.
Meningkatnya kasus perselingkuhan tidak seharusnya melemahkan semangat generasi penerus bangsa untuk melakukan perubahan signifikan dalam memperbaiki keadaan, terutama melalui introspeksi dan reformasi diri.
Dari perspektif etika dan moral, tidak ada justifikasi yang dapat membenarkan perselingkuhan, karena nafsu yang tidak terkontrol dapat membawa keluarga ke jurang disintegrasi dan degradasi moral. Oleh karena itu, edukasi dan kampanye tentang pentingnya keutuhan keluarga menjadi imperatif, terutama dalam konteks masyarakat modern yang memiliki gaya hidup dan cara pandang yang sangat beragam dan dinamis. Melalui pendekatan ini, generasi muda dapat dibekali dengan nilai-nilai moral dan etika yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman dan membangun keluarga yang harmonis dan sejahtera.