Pemilihan umum pada politik 2024 sudah mulai aktif digencarkan oleh para elit politik dan calon elit politik yang akan berjibaku untuk mendapatkan tempat dan atensi masyarakat. Media-media sudah mulai membangun dukungan, tidak jarang hadir aktivitas politik seperti sowanan bertemu pemuka agama, stiker ucapan selamat dan dukungan serta media sosial penuh dengan pendapat bijak yang berseliweran sebagai salah satu cara untuk menarik minat politik konsituten.
Aktivitas politik menuju pemilihan umum merupakan hal biasa yang sering terjadi dan tidak hanya sekarang melainkan juga sering dilakukan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Tentu saja kita sebagai individu yang diluar partai politik merupakan objek utama untuk upaya calon legislatif dan eksekutif dalam meyakinkan kita tentang gagasan, maksud memilih sampai pada ajakan-ajakan memilih agar gagasan terealisasi dan aspirasi dapat diakomodir oleh mereka.
Tetapi kita mesti kembali melihat bahwa dampak pemilu sangatlah besar kepada masyarakat dan calon legislatif maupun eksekutif yang tidak terpilih. Tak bisa dielakan, pemilu 2019 yang lalu mengakibtkan 527 meninggal, 11.239 mengalami sakit karena pelaksanaan pemilihan umum serentak dilanjutkan dengan perhitungan suara dengan menguras tenaga petugas tersebut, menjadi catatan demokrasi terburuk dalam pemilihan umum Indonesia.
Sudah seharusnya kita belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya sebagai refleksi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Tidak hanya itu, pemilihan umum juga menyebabkan gesekan horizontal yang begitu kuat dan besar, banyak masyarakat menjadi korban politik, dimana saling menghujat, menggunjing, menimbulkan sikap intoleransi antara sesama bahkan berujung kematian. Hal ini juga tidak terlepas dari informasi politik yang cenderung menimbulkan masalah oleh lembaga survei, kebijakan politik yang menguntungkan pihak tertentu, serta kebebasan demokrasi tidak bebas dan ruang kritik yang sempit.
Peran Lembaga Survey
Lembaga survei memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kampanye politik, terutama dalam melihat favorit atau tidak seorang calon. Hasil survei yang dipublikasikan akan menjadi strategi pemenangan bagi calon menarik simpatik masyarakat bahwa calon demikian sangatlah pantas atau tidak pantas. Lembaga survei yang melakukan proses survei tentu saja harus bersifat adil dan bebas dari transaksional politik agar melahirkan informasi yang baik dan aktual.
Akan tetapi lembaga survei yang ada dan tersebar tidak sedikit merupakan lembaga survei yang disewakan oleh calon tertentu untuk memberikan informasi perlawanan sebagai strategi untuk menarik minat dan mengalahkan lawan politik dimata pemilih secara aspek informasi elektabilitas. Belakangan ini, pada semarak politik 2004 sampai 2019 lalu, lembaga survei menjadi corong informasi yang menentukan pilihan seorang konstituen.
Sebelumnya lembaga survei digunakan oleh perusahan-perusahan untuk menilai perilaku konsumen. Tetapi berkembangkan informasi, lembaga survei juga masuk kedalam rana politik dan andil dalam membicarakan calon potensial serta survei-survei kemenangan dan kekalahan calon politik. Hal inilah mendowngrade posisi lembaga survei menjadi lembaga komersialis bukan lembaga integritas.
Lembaga survei juga seharusnya menjadi lembaga yang menyikapi kebijakan politik bukan mempromosikan atau mengkampanyekan elektabilitas calon politik. Dalam hal ini, informasi cukup berasal dari lembaga penyelengga pemilihan umum agar masyarakat dalam menangkap informasi tidak menjadi bias sehingga memininalisir gesekan sosial masyarakat dan menjaga arus demokrasi yang sehat.
Peran Partai Politk dalam Meminimalisir Gesekan Sosial
Gesekaan-gesekan memang sering terjadi dalam politik, baik antar para elit maupun antar masyarakat sebagai konstituen dalam hal mempertahankan eksistensi dan elektabilitas politik yang ia pilih. Sikap kompetitif pemilihan umum memang perlu sama-sama ditegakkan agar masyarakat juga secara aktif berpartisipasi.
Partai politik dalam hal ini memiliki peran yang cukup penting untuk meminimalisir risiko-risiko politik. Dimana partai yang memiliki basis massa di masyarakat harus memberikan edukasi politik yang baik, karena pemahaman seperti ini harus tertanam dalam di masyarakat kita terhadap politik sendiri.
Munculnya banyak partai dan koalisi antar partai memang sudah lumrah dalam politik Indonesia tetapi sangat longgar dalam membawahi masyarakat kalangan bawah yang saling bergesekan. Seperti yang terjadi pada pemilu 2019 lalu yang melahirkan istilah cebong dan kampret yang memisahkan ruang masalah tidak selesai dan masyarakat pun saling membenci. Partai politik perlu menetralisir dukungan yang bersifat anarkis ataupun dalam istilah lainya dukungan bersifat fanatik negatif.
Miriam Budiarjo mengakatan “bahwa dalam menjalankan peran sebagai pengatur konflik ini, partai-partai politik harus benar-benar mengakar dihati rakyat, peka terhadap bisikan hati nurani masyarakat serta peka terhadap tuntutan kebutuhan rakyat”. Hal ini menjadi salah satu poin penting untuk partai politik yang memiliki fungsi mengatur konflik politik. Tentu saja banyak masalah masyarakat yang terjadi karena berasala dari aspirasi yang tidak diakomodir sehingga memuncul kebencian dan konflik politik horizontal
Internalisasi Kebijakan KPU
Dari masalah lembaga survei dan peran partai politik penyebab utama gesekan di masyarakat. Tentu saja masalah tersebut dapat diselesaikan oleh kebijakan Komisi Pemilihan Umum yang mengatur tentang keduanya.
Penting untuk menginternalisasi rancangan PKPU tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada Pasal 20 : Survei atau Jajak Pendapat dan Penghitungan Cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan oleh lembaga berbadan hukum di Indonesia dan memiliki sumber dana yang tidak berasal dari pembiayaan luar negeri.
Merupakan rancangan yang cukup baik agar meminimalisir lembaga survet ilegal dalam memberikan informasi-informasi politik yang menimbulkan keambiguan masyarakat. Masyarakat penting untuk memahami informasi mana yang sebenar-benarnya. Karena tidak sedikit lembag survei sendiri didanai oleh pihak memiliki kepentingan seperti calon politik, partai politik dan lembaga politik tertentu.
Hal baik ini dilakukan untuk menciptakan keseimbangan politik baik secara informasi, calon politik dan kebijakan-kebijakan ada. Penting adanya upaya untuk sama-sama kita mengurangi masalah pasca politik terutama masalah yang terjadi di masyarakat yang terpecah bela karena pilihan politik, informasi survei yang tidak sesuai pedoman dan aturan KPU. Maka kita sama-sama berharap bahwa Komisi Pemilihan Umum tidak hanya mengatur soal pelaksanaan pemilihan umum, perumus kebijakan pemilihan tetapi juga menjadi corong informasi aktual yang dipercaya oleh masyakarat.