Minggu, Februari 9, 2025

Pemain Keturunan dan Pemain Lokal

Firdiansyah Akhfaitar
Firdiansyah Akhfaitar
Seorang Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Andalas
- Advertisement -

Perbandingan antara pemain keturunan dan pemain lokal dalam tim nasional Indonesia sering menjadi topik hangat di kalangan pecinta sepak bola Tanah Air. Perdebatan ini kembali muncul setelah dua performa tim nasional yang kontras: Timnas senior yang diperkuat pemain keturunan menempati peringkat ketiga dalam Kualifikasi Piala Dunia, sementara Timnas Indonesia U-22, yang sebagian besar diisi pemain lokal, gagal lolos fase grup Piala AFF Senior.

Namun, apakah perbandingan ini adil? Dan bagaimana sebenarnya peran federasi dalam menyetarakan kualitas pemain keturunan dengan pemain lokal?

Sebagian besar pemain keturunan Indonesia merupakan hasil binaan akademi dan klub-klub profesional di Eropa, seperti Belanda, yang memiliki sistem pembinaan usia muda yang sangat maju. Sebaliknya, pemain lokal Indonesia masih bergantung pada kompetisi domestik dan pembinaan yang, sayangnya, belum memiliki standar setara dengan Eropa.

Sebagai perbandingan, tim nasional Prancis, yang sering dijadikan contoh sukses, juga diisi oleh pemain-pemain keturunan dari Afrika. Bedanya, sebelum mereka berkarier di luar negeri, mereka sudah mendapatkan pembinaan yang solid di akademi dan klub-klub lokal Prancis. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pembinaan usia muda di dalam negeri adalah kunci utama kesuksesan, baik bagi pemain asli maupun pemain keturunan.

Contoh sukses pembinaan usia muda juga bisa dilihat dari Uzbekistan. Pemain-pemain seperti Eldor Shomurodov (AS Roma), Abbosbek Fayzullaev (CSKA Moskow), hingga Abdukodir Khusanov (Man City) adalah produk pembinaan lokal Uzbekistan. Mereka bukan hasil dari diaspora, melainkan buah dari sistem pembinaan usia muda yang dirancang dengan baik di negara mereka sendiri.

Ini membuktikan bahwa jika sebuah negara memiliki sistem pembinaan yang kokoh dan kompetisi lokal yang kompetitif, maka pemain lokal pun memiliki peluang besar untuk berkarier di liga-liga top dunia tanpa harus bergantung pada pemain keturunan.

Perbedaan kualitas antara pemain lokal dan pemain keturunan tidak semata-mata disebabkan oleh faktor individual, melainkan cerminan dari sistem pembinaan di dalam negeri. Oleh karena itu, federasi sepak bola Indonesia (PSSI) perlu memiliki grand plan yang jelas untuk membangun fondasi sepak bola yang kuat, terutama dalam hal:

  1. Pembinaan Usia Muda

Akademi sepak bola lokal perlu ditingkatkan, baik dari segi fasilitas, pelatih, maupun metode pelatihan.

Meningkatkan kualitas kompetisi usia muda untuk memberikan pengalaman bermain yang kompetitif sejak dini.

2. Kompetisi Lokal yang Berkualitas

- Advertisement -

Kompetisi domestik yang kompetitif akan memberikan pemain lokal pengalaman dan mentalitas bertanding yang lebih baik.

Meningkatkan transparansi dan profesionalisme di liga lokal sehingga menarik minat investor dan sponsor.

3. Kolaborasi dengan Akademi Luar Negeri

Mengirim pemain muda berbakat ke akademi-akademi di Eropa atau negara dengan sistem pembinaan maju untuk mendapatkan pengalaman bermain yang berbeda.

4. Integrasi Diaspora dengan Pemain Lokal

Pemain keturunan bisa menjadi mentor bagi pemain lokal, berbagi pengalaman, dan membantu meningkatkan standar permainan di tim nasional.

Dengan pembinaan yang baik, bukan tidak mungkin suatu hari pemain lokal Indonesia bisa menembus liga-liga top dunia, seperti yang dilakukan pemain dari negara-negara lain yang pembinaannya lebih maju. Sebagai contoh, Eldor Shomurodov dari Uzbekistan mampu bermain di Serie A bersama AS Roma karena hasil pembinaan yang konsisten dari negaranya.

Jika PSSI mampu membangun ekosistem sepak bola yang baik, pemain lokal Indonesia memiliki potensi yang sama untuk bersaing di level internasional. Diaspora bisa tetap menjadi bagian dari tim nasional, tetapi pemain lokal yang lahir dan dibina di dalam negeri juga perlu mendapatkan peluang yang sama untuk berkembang.

Perbandingan antara pemain keturunan dan pemain lokal seharusnya tidak menjadi alasan untuk memecah fokus atau menciptakan polarisasi. Sebaliknya, keduanya harus dilihat sebagai aset berharga yang saling melengkapi. Dengan pembinaan usia muda yang lebih baik, kompetisi domestik yang berkualitas, dan visi jangka panjang dari federasi, Indonesia bisa memiliki tim nasional yang tidak hanya kompetitif di Asia, tetapi juga di pentas dunia.

Karena pada akhirnya, baik pemain keturunan maupun lokal, tujuan utama mereka tetap sama. Mengharumkan nama Indonesia di kancah sepak bola internasional.

Firdiansyah Akhfaitar
Firdiansyah Akhfaitar
Seorang Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Andalas
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.