Berpelukan dan berciuman di siang hari bulan Ramadan —saat melaksanakan ibadah puasa— menjadi sebuah kajian fikih ibadah puasa. Pada dasarnya, berpelukan maupun berciuman antara suami-istri adalah perbuatan mubah, bahkan menjadi sunah. Pada saat demikian terdapat jalinan ikatan batin antara seorang suami dengan seorang istri.
Namun, pada saat (ber)puasa, terdapat aturan-aturan khusus yang harus dipahami oleh umat muslim. Sebab, pelaksanaan ibadah puasa terdapat aturan fikih tersendiri sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan ibadah ini.
Peluk dan Cium
Berpelukan dan berciuman merupakan hal yang (sangat) wajar dilakukan oleh suami-istri. Dalam sebuah penelitian, berpelukan dan berciuman akan mempererat ikatan batin serta berdampak kedamain terutama bagi seorang istri. Karena istri merasa terlindungi dan diperhatikan ketika suaminya memeluk dan menciumnya.
Ikatan batin antara suami dan istri dibangun atas dasar kejujuran dan keikhlasan. Beberapa di antara manfaat berpelukan, seperti dilansir dari webMD adalah dapat menghilangkan stress. Kemudian juga bisa membuat hati suami-istri lebih bahagia. Termasuk juga dapat menyehatkan jantung serta mampu menghilangkan pilek dan mengatasi penyakit insomnia (kesulitan tidur).
Tidak perlu dipandang remeh bahwa berpelukan dan berciuman (halal) adalah perbuatan sederhana –dapat dilakukan oleh siapa saja (suami-istri) tanpa budget atau biaya mahal–, maka sebaiknya lelaku ini sering-sering dilakukan. Tentu saja selama tidak dalam keadaan puasa di siang hari bulan Ramadan. Terkait ini, ada hukum syariat (fikih) yang harus dipahami dan diperhatikan.
Fikih Puasa Berpelukan dan Berciuman
Dalam sebuah hadis dijelaskan, Aisyah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mencium salah satu istrinya. Kemudian Nabi pergi sholat tanpa mengambil wudhu lebih dulu.
“Aisyah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mencium salah seorang istrinya dan kemudian pergi untuk sholat tanpa lebih dulu mengambil wudhu. Urwa mengatakan kepada Aisyah, “Pasti itu Anda?” (Setelah mendengar pertanyaan ini) Aisyah tersenyum.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan an-Nasa’i)
Secara umum –tidak pada saat sedang melakukan puasa di bulan Ramadan– berciuman (juga berpelukan?) adalah perbuatan sunah yang dianjurkan di dalam Islam.
Berbeda halnya apabila dalam keadaan puasa di bulan Ramadan, dalam hal ini dijelaskan di dalam kitab Al-Bajuri oleh Syeh Ibrahim al-Bajuri di dalam bab “Ahkamul al-Shiyam” bahwa mencium dan memeluk (meremas, mengelus, dkk) selama tidak menimbulkan syahwat, itu tidak membatalkan puasa.
Dalam keterangan lain, Imam Syafi’i mengatakan bahwa berpelukan dan berciuman di siang hari bulan Ramadan (sedang puasa) termasuk makruh. Karena perbuatan ini cenderung menimbulkan syahwat. Sementara kalau sampai menimbulkan syahwat, hingga inzal (keluar sperma), atau melakukan jimak meski tidak sampai klimaks, maka hal tersebut haram, berdosa, dan harus membayar kafarah (denda).
Selama masih mampu menahan timbulnya syahwat, berpeluk-cium di saat puasa adalah boleh. Namun kebolehan ini dipandang sebagai kebolehan makruh. Bahkan ada yang mengatakan sebagai makruh–tahrim, jauh lebih baik ditinggalkan untuk keabsahan ibadah puasa.
Menghindari Syahwat
Demi mengangungkan bulan Ramadan, maka kita diwajibkan menghindari sayhwat. Menghindar dari syahwat tidak saja melulu berpelukan dan berciuman. Lebih dari itu, ada banyak hal yang harus dihindari untuk terhindar dari kerusakan nilai ibadah puasa.
Seperti menonton film porno, melihat gambar yang menimbulkan hasrat, maupun memandang lawan jenis yang mengkhawatirkan. Maka segala jenis perbuatan yang akan menimbulkan syahwat harus kita hindari.
Berhati-hati dalam membangun ibadah yang berkualitas termasuk perbuatan baik. Maka seharusnya agar terhindar dari yang dilarang agama (syahwat), kita perbanyak zikir, baca Alquran, dan amaliyah-amaliyah sunah lainnya. Seperti menyibukkan diri dalam melakukan amal sosial.
Kesimpulan
Melakukan hubungan suami-istri di siang hari bulan Ramadan sudah jelas. Yaitu haram, harus meng-qadha puasa, serta membayar kafarah (denda).
Sementara melakukan peluk-cium di saat (ber) puasa adalah termasuk perbuatan makruh. Yaitu makruh-tahrim yang harus benar-benar dijauhi atau dihindari agar tidak jatuh ke dalam perbuatan dosa.
Berpelukan, berciuman, dan bahkan melakukan hubungan badan suami-istri di bulan Ramadan, masih bisa dilakukan. Yaitu dilakukan saat waktu buka puasa tiba.
Allah swt masih memberikan kesempatan (waktu) yang cukup luas untuk melakukan ibadah jimak. Sejak terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar adalah waktu yang disediakan untuk melakukan kewajiban suami-istri (jinak, peluk, cium, meremas, mengelus, dll).
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187)