Hingar bingar perpolitikan Indonesia dalam topic Pemilihan Presiden,Legislatif dan Pilkada memberikan dampak disintegrasi gerakan sesama elit politik yang terlembagakan dalam partai politik.
Gesekan kepentingan antara elit sedikit banyak terbawa dalam proses pembangunan. Rakyat terkadang menjadi korban saling Sandra kepentingan antara elit politik, semisal proses pemberantasan korupsi yang menjadi tebang pilih, program sosial yang condong pada daerah tertentu sesuai kepentingan elit serta aspirasi suara rakyat yang banyak tidak terwakilkan.
Salah satu upaya yang harus dilakukan saat ini adalah mempererat hubungan antar elit politik, antar lembaga politik, dengan tidak mengesampingkan kepentingan rakyat. Kolaborasi harus ditujukan untuk kepentingan rakyat, bukan malah untuk membangun pemerintahan oligarki.
Salah satu entitas yang selama ini belum dimaksimalkan perannya dalam proses politik dan pembangunan Indonesia adalah akademisi kampus. Tidak ada wadah resmi yang memang kredibel untuk memunculkan civitas akademisi kampus yang bisa menelurkan para pengambil kebijakan.
Sifat kampus yang memiliki nalar kritis dapat menjadi zat kohesi bagi lembaga politik, lembaga negara dan kepentingan rakyat. Forum rektor yang sejak lama digagas makin hilang ditelan bumi suaranya. Hal itu bisa terjadi lantaran konflik of interest yang memang dibangun melalui system pemilihan rector yang bergantung pada suara mentri pendidikan bagi kampus umum dan dan mentri agama bagi kampus keagamaan.
Banyaknya jumlah akademisi yang saat ini terlibat dalam pengambilan kebijakan Negara lebih pada sisi kebetulan, semisal dengan adanya hubungan individu mereka dengan pejabat Negara. Jika ada yang melalui seleksi, maka jumlah posisi tersebut sangat terbatas.
Program pengkaderan terstruktur
Akademisi membawa pikiran dari berbagai macam ideology, hal itu yang menjadi nilai jualnya. Ide ide segar, perbedaan membawa dialegtika yang menarik dan bisa menjadi solusi bagi kemajuan bangsa. Namun demikian, diperlukan satu ikatan kuat untuk mebawa semua itu pada kepentingan bangsa.
Program pendidkan kepemimpinan yang salam ini dilaksanakan Lemhanas masih minim diberikan kepada akademisi. Nilai-nilai persatuan dan tanggungjawab sebagai anak bangsa bisa diberikan melalui Lemhanas.
Selama ini, mereka yang mengukuti Lemhanas lebih pada para pemimpin yang berasal dari militer. Dan masih belum terjamah pemimpin yang dimunculkan dari kalangan akademisi. Penting Lemhanas memastikan pengkaderan akademisi untuk membangun keutuhan bangsa.
Penguatan Kelembagaan
Di banyak Negara yang demokrasinya mapan, posisi kampus sangat independen. Negara secara sadar memberikan pembiayaan, namun juga secara sadar tidak mengkoptasi gerakan kampus. Pemilihan kepemimpinan kampus lebih democrats dan independen berdampak pada fungsi kampus terhadap kehidupan bernegara lebih positif.
Di Indonesia, dengan ketergantungan kampus pada Negara menimbulkan ketidak independensi posisi kampus. Maka perlu pelembagaan akademisi diluar kampus untuk dijadilan saluran peran demokrasi dan pembangunan.
Badan riset nasaional, saat ini menjadi salah satu lembaga yang menaungi peneliti tidak berkaitan dengan kampus. Lembaga Brin independen dan dibawah naungan Negara sifatnya hanya bekerjasama dengan akademisi kampus.
Sesuai dengan tiga fungsi akademisi kampus, yakni pengajaran,penelitian dan pengabdian, maka keterlibatan akademisi dalam proses pembangunan Negara tidak bisa dihilangkan dan harus diperkuat melalui penguatan kelembagaan atau pembentukan kelembagaan yang benar-benar bisa mewujudkan fungsi tersebut.
Pelembagaan akademisi bukan untuk menjadi pesaing lembaga politik atau pemerintahan yang sudah ada, namun sebagai penyeimbang ide dan gagasan. Bahwa bangsa yang besar membutuhkan kerja bersama semua entitas yang ada didalamnya.
Kebebasan positif
Sesuai dengan pendapat Amartya Sen, kebebasan sesuai jenisnya ada yang positif dan negaratif. Kebebasan positif adalah kebebasan yang disertai daya, sementara kebebasan negative adalah kebebasan yang tidak disertai daya.
Kebebasan berpendapat dan berekspresi akademisi perlu daya yang memang menjamin kebebasan tersebut tidak hanya utopis. Kebebasan tersebut perlu didukung pembiayaan yang memadai. Intervensi adalah musuh utama dari kebebasan berpendapat. Akademisi memerlukan kebebasan dari intervensi. Tentu kebebasan disini bukan berarti boleh melanggar etika dan norma hukum.
Selanjutnya daya atas modal seperti financial. Penelitian dan kajian yang baik tentu membutuhkan modal financial yang memadai. Besaran financial juga menentukan kualitas kajian yang dilakukan. Penguatan sarana dan prasarana bagi akademisi dapat memacu inovasi mereka.
Mengusung tema dialegtika
Falsafah bhineka tunggal ika bukan berarti kita harus menjadi sama sebagai manusia, namun dengan perbedaan yang kita miliki, hal itu bisa menjadi modal besar saat bersatu menjadi sebuah bangsa. Memang tantangan dewasa dalam berdialegtika di Indonesia cukup besar, budaya pendidikan yang dibangun selama ini belum mendukung proses dialegtika. Bahkan kebudayaan kita lebih condong pada feodalisme dimana ada entitas yang akan menjadi lebih superior adan ada yang inferior dibandingkan yang lainnya.
Meningkatkan peran akademisi dalam proses pembangunan berarti meningkatkan proses dialegtika pemikiran. Kampus yang menjadikawah candradimuka bagi mansia Indonesia, diharapkan dapat memberi sumbangsing lebih kuat di masa yang akan datang.