Nilai apa yang bisa dipelajari dari Messi dan Ronaldo? Apa pula ibroh yang kita dapat dari kisah mereka saat menerima kenyataan bahwa kita lulus atau tidak lulus SPMB? Eeh namanya sekarang bukan itu lagi ya? Ya, antum ngerti lah maksud ana..
Messi dan Ronaldo
“The moment Messi decide to stay in Barcelona, the moment he chose to stop learning”. Begitu kata-kita, eeh kata-kata mutiara yang diucapkan bukan oleh begawan bahasa, budayawan, atau tokoh popular lainnya (Red: tokoh popular di sini maksudnya bukan model majalah pria dewasa Popular), melainkan oleh anonim di kolom komentar footyroom sesaat setelah kekalahan memalukan Argentina lawan Kroasia.
Berbeda dengan Messi yang selalu setia dengan Barca, Ronaldo memutuskan pindah dari Man. United ke Real Madrid justru saat berada di masa puncak karirnya. Yaah walaupun mungkin ada variabel uang yang menggiurkan, tapi keputusan Ronaldo untuk keluar mengindikasikan bahwa Ronaldo siap akan tantangan baru dan gaya bermain baru yang ditawarkan teman dan lawannya di Spanyol.
Ronaldo sepertinya sadar bahwa berada terlalu lama di kolam yang sama akan membuat airnya jenuh. Dan untuk insider, kejenuhan suatu kolam tidak mungkin dirasakan dari dalam. Hal ini sama kayak ketidakmampuan kita mengukur bau mulut atau ketek kita sendiri.
Karena salah satu kehebatan fungsi-fungsi di tubuh kita adalah adaptasi yang luar biasa, meng-adjust penciuman kita sehingga bau tersebut tidak terasa lagi. Baru sadar saat teman-teman tiba-tiba menghadiahi rexona atau mungkin tawas batangan saat kita berulang tahun. Nauzibillahimin zaliim. Semoga kita terhindar dari hal-hal sedemikian.
Sedangkan Messi, dia terlalu nyaman bermain di Barcelona dengan segala support system yang ada di sana. Iniesta dan Xavi dengan pergerakan dan umpan yang memanjakan, Busquet dengan kemampuannya menjaga stabilitas permainan, hingga kiper, bek, dan para pelatihnya. Makanya Messi selalu kagok saat main di timnas Argentina.
Ketidakmampuan Messi untuk menyesuaikan gaya bermain dengan 10 orang temannya adalah kelemahan terbesar yang dimiliki superstar ini. Yang terjadi malah sebaiknya. Pundit-pundit sepakbola selalu menyalahkan pelatih Argentina yang tidak bisa memaksimalkan potensi Messi.
Sedangkan terdapat beberapa pelatih Argentina di era Messi, sebut saja Bielsa, Jose Pakerman, Maradona, Gerardo Martino, sampai yang paling mutakhir, the rockstar (with fabulous tatoo on his hand) Jorge Sampaoli. Ya masak mereka salah semua. Sebagai fans Argentina semenjak era Batistuta, I am humbly suggest that Messi need to change. “Kamu perlu berubah, beb, bukan buat aku, tapi buat kamu sendiri”.
Pengumuman kelulusan SPMB
Terhitung dari pukul 15.00 tanggal 3 Juli 2018 kemarin, adik-adik kita sudah dapat mengakses pengumuman hasil kelulusan tes SPMB. Setelah masa menunggu yang lumayan lama, akhirnya takdir itu tersingkap, apakah mereka lulus penyaringan atau tidak. Dan layaknya sebuah pengumuman kelulusan, ada banyak emosi yang tumpah ruah di sana.
Ada yang senang tapi mayoritas sedih. Karena jumlah peserta yang lulus selalu lebih sedikit dari yang tidak lulus. Naah, menjembatani paragraf pertama di atas, apa ibroh yang bisa kita ambil dari kisah Messi dan Ronaldo? Saya mencoba menjelaskan dari pengalaman pribadi.
Alhamdulillah saya selalu mendapatkan pendidikan yang baik sedari kecil sampai kuliah. Walaupun tidak pernah tercatat sebagai juara kelas, terutama dari tingkat SMP ke atas, tapi sekolah yang saya masuki selalu favorit. Hal ini menjadi bomerang yang saya sadari belasan tahun setelahnya.
Bahwa kondisi dimana saya masuk ke sekolah favorit membuat saya berhenti belajar. Persis seperti yang dialami Messi. Dengan segala support system yang saya terima di bangku sekolah, teman-teman dan guru-guru berkelas, saya kehilangan fighting spirit untuk belajar secara mandiri. Walaupun nilai yang saya dapati tidak jelek-jelek amat, tapi saya kehilangan esensi dari sekolah, yaitu menggali ilmu secara mandiri.
Ya guru memang support system yang baik, tapi beliau tidak pernah ada saat kamu buntu saat di kantor. Kemampuan untuk belajar mandiri lah yang pada akhirnya bisa membuat kamu mengatasi segala kesulitan di kehidupan sehari-hari, yang dimana lebih dari 80% tidak kamu makan di bangku sekolah.
Jadi buat kamu yang baru menerima kenyataan kelulusan SPMB, sadarlah kalau ini bukan akhir segalanya. Buat yang tidak lulus, terus kejar impian dengan terus belajar dimana saja.
Buat yang lulus, jangan tiru saya dengan terlena akan kelulusan sehingga membuat kamu berhenti belajar. Karena seperti orang yang ga bijak-bijak amat pernah berkata :“The moment you stop learning, the moment you start failing”. Merasa gak familiar dengan kata-kata mutiara itu? Ya wajar, wong saya baru ngarang seperjalanan Citayam-Gondangdia.