Jumat, April 19, 2024

Papua dan Krisis Nilai-Nilai Keberagaman Bangsa

Andian Sumartha
Andian Sumartha
Penulis I Saya hanyalah orang yang baru belajar

Menanggapi peristiwa Dinoyo 1 Juli 2018 lalu, mahasiswa Papua yang diusir dan mengakibatkan bentrok antara warga Dinoyo, Malang dengan mahasiswa Papua, banyak media memberikan opini publik yang mengkait-kan perstiwa tersebut dengan organisasi Papua merdeka (OPM) sebagai sarana pembenaran atas aksi masyarakat terhadap mahasiswa Papua.

Salah satu isu yang patut memperoleh perhatian bangsa Indonesia sekarang ini adalah pendidikan berwawasan kebangsaan. Boleh jadi isu ini terasa klise karena ketika negara masih menjadi “proyek politik”-nya para kaum elite yang berkepentingan atas ego masing-masing, maka wawasan kebangsaan disosialisasikan secara indoktrinatif yang tujuan utamanya mengkooptasi masyarakat demi pelestarian dan kemapanan kekuasaan.

Akan tetapi kalau kita mencermati perkembangan situasi di tanah air yang penuh diwarnai dengan hiruk-pikuk politik dan ancaman disintegrasi bangsa, agaknya isu tersebut terasa urgensinya.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa negara kita sekarang ini sedang kehilangan kesadaran kolektif sebagai bangsa Indonesia yang bersatu. Konflik-konflik yang berlatar belakang SARA terus berkobar secara susul-menyusul yang disertai jatuhnya korban jiwa.

Bersamaan dengan itu, tuntutan Aceh merdeka, kemudian menyusul Papua yang ingin memisahkan diri dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia terus menguat sebagai bentuk protes atas keganduhaan hati dan ketidak puasan atas keadilan yang di peroleh.

Pada tanggal 1 Juli 2018 ada beberapa perstiwa yang mencengangkan bertepataan dengan 47 tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) yaitu perstiwa bentrok antara warga Dinoyo Malang dan mahasiswa Papua, yang disebabkan oleh permasalahaan sepele.

Berkaitan dengan penyampaian informasi media yang kurang tepat kepada publik (masyarakat) yang mengakaitkan OPM organisasi papua merdeka sebagai tindakan pembelaan kebenaraan atas tindakan mereka, yang berdampak luas terhadap mahasiswa papua lainya, yang disebarkan oleh media massa yang mencari kepentingan atas tulisannya di dalam respon masyarakat.

Tanpa melihat dampak yang dia akibatkan di masyarakat mulai perspektif yang salah dengan mengatakan orang timur sebagai bibit atas kekacaun, sebagai orang yang tak berintegritas, turunnya kepercayaan masyarakat dan kedudukan mahasiswa Papua merasa terancam dengan doktrin yang disebarkan menjadi panutan atau pandangan masyarakat kota malang.

Bumi merupakaan tempat atas rumah-rumah yang tersusun atas berapa hikmah (makna), salah satu dari beberapa rumah yang berbaris megah di bumi ini ada bumi manusia yang di berikan bonus pujangga akan budaya dan alamnya, yang sering di sebut hindia, yang merupakan rumah yang besar dan kaya akan alam di bangun dalam pondasi-pondasi yang kokoh yang mampu bertahan hingga dewasa saat ini.

Keanekaragaamaan merupakan salah satu susunan material pondasi yang di kuatkan oleh tukang-tukang bangsa terdahulu yg tersusun dalam muatan material utama yaitu enam sila yang melambangkan acuan utama dalam bermasyarakat dan bernegara, sebuah rumah di rancang mampu untuk melindungi pemiliknya dari panas, dingin dan ancaman dari luar rumah, yang diharapkan oleh setiap pemiliknya adalah tempat yang nyaman yang dapat mencurahkan isi hati yang terbelenggu akibat reaksi fisik antara satu dengan yang lain.

Pemiliknya diciptakan oleh the one dengan ciri fisik yang berbeda-beda dan sifat yang bermacam-macam pula. Perbedaan tersebut bukanlah suatu kesalahan, namun pemiliknya sendirilah yang kadang membuat perbedaan tersebut menjadi suatu permasalahan sehingga muncul sikap yang saling membedabedakan antara satu dengan yang lainnya.

Permasalahan tersebut muncul karena adanya sebuah prasangka negatif sehingga perasaan tidak suka yang disebabkan adanya perbedaan antara satu sama lain itu pun muncul. Dalam hal ini, perbedaan yang dimaksudkan adalah perbedaan warna kulit hitam dan kulit putih. Menimbulkan sebuah reaksi. Orang dengan warna kulit hitam “dicap” sebagai keras, orang bodoh, kurang beradab, dan terbelakang.

Sebuah rumah yang indah bagi sebagian orang yang berada pada low standing semakin kecewa dan pupus akan nilai pondasi yang dipertahankan oleh tukang-tukang bangsa terdahulu, yang tergiris oleh waktu di dalam pengimplemtasian oleh reaksi pemilik rumah satu dengan pemilik rumah lainya.

Yang di selimuti oleh Media massa yang merupakaan salah satu medium pesan yang memiliki posisi strategis dalam persebaran budaya populer. Media massa yang menarik dan memikat perhatian khalayak media di gunakan sebagai senjata yang menjatuhkan pemilik rumah lainya dalam konteks prinsip sosial yang membentuk paradigma intimidasi.

Intimidasi yang digunakan oleh seseorang untuk menjatuhkan mental orang lain dan membuatnya merasa inferior dihadapan orang yang mengintimidasi sehingga intimidasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan rasis terhadap orang lain.

Orang negro atau orang kulit berwarna diasumsikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan dan tidak mampu mencetak prestasi karena kulitnya yang kotor, dia juga dianggap sebagai orang yang kotor pula, sehingga orang negro atau orang kulit berwarna tidak pantas dijadikan seorang pemimpin.

Seseorang yang memiliki kulit berwarna atau kulit hitam selalu dianggap tidak layak menjadi seorang yang pantas diandalkan, tetapi hanya pantas dijadikan sebagai orang cadangan saja, meskipun sebanarnya orang kulit hitam memiliki kemampuan untuk mencapai sebuah prestasi.

Perspektif social dewasa ini. Manusia berkulit  berwarna menunjukkan bahwa keberadaan mereka sangat dibedakan dari orang lain hanya karena perbedaan fisik mereka yaitu warna kulit, dan hal itu menandakan bahwa mereka dipandang negatif oleh orang-orang di sekitar mereka yang memiliki fisik lebih baik daripada mereka yang tidak berkulit berwarnna.

Sebagai seorang terpelajar kita mesti belajar bijak sejak sudah di dalam pikiraan. Mendekonstruksi ulang bangunaan dasar rumah kita sebagai tempat yang nyaman dan indah membuat garis haluan perspektif sosial antara manusia yang komune atau seimbang tanpa ada poros sosial yang menenggelamkan salah satu pihak.

Pemilik rumah yang baik adalah pemilik rumah yg bijaksana yang selalu membersihkan rumahnya dari beberapa kotoran yang membuat tidak nyaman  dengan berasaskan pembibitan sikap  nasionalisme yang tidak akan terbentuk jika tidak ada sikap gotong royong yang baik dalam beberapa segi mulai ekonomi maupun sosial.

Konsep gotong royong ini yang akan memberikan pengaruh positif dalam menimbulkan nasionalisme tersebut, sebab ketika konsep ini menjadi sebuah sistem dalam kehidupan berumah tangga. Maka konsep ini akan menjadi kuat dan membentuk nasionalisme. Bangsa yang besar adalah bangsa yang saling menghargai ras budaya maupun agama, menjadi satu kesatuan dalam perbedaan.

Andian Sumartha
Andian Sumartha
Penulis I Saya hanyalah orang yang baru belajar
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.