Sabtu, Oktober 5, 2024

Panglima Tertinggi Tetaplah Jokowi

Ananta Damarjati
Ananta Damarjati
Alumni Ponpes Kedunglo, Kediri.

Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Madura, Jawa Timur, 8 Oktober 2017.

“Aku ingin kau melakukan sesuatu yang berbahaya untukku. Aku akan menjual jiwamu kepada Don Altobello, untuk menghianatiku.” Kata Don Michael Corleone pada keponakannya Vincent. Michael ingin agar Vincent seolah sudah tak suka akan kehadiran Pamannya itu di keluarga Corleone.

Kres!! Kress!! Sambil mencukur brewok pamannya, Vincent muda mendapat perintah berbahaya itu. Don Michael ingin mengetahui seberapa kuat jaring-jaring koneksi musuhnya, Don Altobello, dengan menanam keponakannya itu ke dalam sel Don Altobello.

“Dia takkan pernah percaya padaku!!” Vincent menyanggah. “Tergantung!!” Michael meneruskan perintahnya, “Katakanlah padanya (Don Altobello), bahwa kau punya masalah denganku dan butuh bantuannya. Katakanlah kau ingin membawa lari putriku, yang dengan begitu, aku akan menjadi musuhmu”.

“Kau tahu aku tak akan pernah membawa lari putrimu kan, Paman?”.

“Aku tahu!”.

Posisi layaknya sniper –di luar jangkauan tapi tetap dalam pandangan, dimana saja tapi tak terlihat— ini diperagakan oleh Michael Corleone. Vincent ia buat sebagai scope-nya, keker hidup yang menjadi kepanjangan mata Michael mengawasi segala gerakan Don Altobello musuhnya. Di film The Godfather inilah, Don Michael Corleone memperlihatkan diri sebagai orang Amerika keturunan Italia yang telah khatam mempelajari prinsip hidup orang Jawa tentang manjing curigo.

Dan seperti kita tahu, kehadiran Vincent dalam lingkaran pertama Don Altobello telah mempermudah Don Michael memetakan dan mematahkan segala rencana Don Altobello untuk menjatuhkannya. Sampai rencana pembunuhan terhadap Michael Corleone pun, berhasil dicarikan solusi sebab keberadaan Vincent di sana, meski agak kurang sukses diantisipasi.

Pria bermahzab Ford Coppola musti sepakat, The Godfather adalah ‘I Ching’, The Godfather adalah film klasik untuk menjawab segala pertanyaan kehidupan; Apa yang perlu kita bawa ketika ngurus KTP di kantor Kelurahan? Tinggalkan pistol, bawa cannoli (kue kering). Bagaimana menilai polemik senjata? Jangan membenci mereka yang berseteru, itu mempengaruhi penilaianmu. Kenapa Gatot sibuk berpolemik? Itu bukan masalah pribadi, itu bisnis.

Sepertinya, The Godfather memang layak dijadikan pisau untuk memotong hampir segala kejadian. Labirin cerita yang nyaris lengkaplah yang membuatnya demikian. Lalu bisakah The Godfather dipakai untuk menjelaskan polemik Jendral Gatot Nurmantyo? Jelas bisa. Lantas bagaimana caranya menjelaskan itu? Bagaimana kalau kita memulainya dengan mengganti adegan Michael dan Vincent tadi menjadi Jokowi dan Gatot.

Sembari brewok tipisnya dicukur oleh Gatot, Jokowi sebagai panglima tertinggi memberi perintah, “Aku ingin menjual jiwamu kepada khalayak. Katakan apapun ke mereka agar seolah kau akan menjadi pesaing terberatku di 2019 nanti. Aku ingin melihat siapa saja, baik koalisiku yang tak permanen ini, atau koalisi sebelah yang nantinya akan mendekatimu.”

Kress!! Kress!! Brewok di pipi kiri Jokowi telah bersih. Gatot menggosokan pisau cukur di handuk yang terselempang di bahu Panglima Tertinggi. Jokowi melanjutkan, “Maka dengan begitu, formasi akan teratur dengan sendirinya. Para pendukungku akan tetap dekat kepadaku akibat curiga kepadamu, sedang musuh-musuhku akan jauh lebih rapat lagi dalam jarak pandangku sebab aku memasangmu sebagai mataku yang lain.”

Jendral Gatot, sambil berhati-hati memegang pisau di pipi kurus Jokowi, bertanya, “Mereka takkan pernah percaya, Pak!!”.

“tergantung!! Namamu hampir tiap hari ada dalam berita. Jika dikaitkan dengan pilpres 2019 esok, teknik munculmu sama sepertiku dan Pak JK sebelum 2014. Kau ingat, namaku sering muncul dengan banyak kata kunci; Walikota Solo, Gubernur Jakarta, Tukang Kayu, dst. Sedang JK; Ketua PMI, DMI, aktivis HMI, pelaku bisnis, dst. Nama kami lebih sering muncul daripada Prabowo-Hatta. Kau pun demikian, sejak awal kulantik menjadi Jendral, namamu masif menghiasi pemberitaan. Maka orang akan percaya bahwa kau benar-benar ingin jadi Presiden.”

Bisakah adegan itu terjadi di dunia nyata? Tidak mustahil, apa yang tidak bisa dilakukan oleh Panglima Tertinggi. Menyuruh Jendral TNI untuk mencukurkan brewoknya jelas semudah menyembunyikan sebongkah upil di bawah meja kerja.

Membikin Gatot seolah-olah kebelet nyapres 2019 juga jelas mudah bagi Jokowi. Hierarkinya sebagai Panglima Tertinggi nyaris tidak bisa dikesampingkan dalam hal ini. Apalagi, garis komando militer selalu berjalan dari atas ke bawah. Ketika pimpinan memutuskan, tingkat bawah menerjemahkannya secara operasional, kemudian secara taktis diterjemahkan di tingkat bawahnya, dan akhirnya dilaksanakan secara teknis di lapangan di tingkat lebih bawah lagi.

Kasar sekali jikalau kita menganggap pernyataan polemik-politis Gatot baru-baru ini tidak melalui persetujuan Presiden lebih dahulu. Apalagi, terutama yang saya yakini, kualitas Gatot sebagai prajurit telah memenuhi persyaratan minimal untuk menjadi bawahan Panglima Tertinggi, termasuk yang paling penting adalah; loyalitas. Dalam militer, berlaku asas Gehorsamkeit ist blinde Gehorsamkeit (taat berarti taat secara buta). Dan Gatot sangat representatif dengan asas itu.

Dengan memasang Gatot, Jokowi berjalan dua kaki. Itu berarti dapat ditarik postulat; apa yang direncanakan, diutarakan, dan dilakukan oleh Gatot sejauh ini adalah dalam garis komando Presiden. Ia tak pernah keluar dari garis itu barang sejengkalpun.

Maka lagi-lagi, sepertinya kita harus berhenti menganggap Jokowi sebagai ‘orang bodoh’ yang tidak becus mengendalikan bawahan-bawahannya. Kita sudah pernah melakukan itu kepada ‘Jendral Kemusuk’, kita pernah bersikukuh dengan realitas simbolis bikinan kita, bahwa Soeharto adalah tamatan SD yang cenderung bodoh. Apa yang kita dapatkan dari itu? Kita hanya dapat kecele dalam realitas politik. Soeharto nyatanya adalah penguasa selama 32 tahun.

Sementara Don Altobello sedang merencanakan skema pembunuhan terhadap Don Michael, ia lebih dulu terbunuh akibat kue beracun yang disuguhkan oleh keluarga Corleone. Sementara kita sibuk mengurusi polemik gara-gara Gatot, Jokowi mungkin sudah memegang daftar nama siapa saja yang akan menjadi musuhnya di 2019 esok.

Ananta Damarjati
Ananta Damarjati
Alumni Ponpes Kedunglo, Kediri.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.