Hadirnya pandemik Covid 19 secara nyata memunculkan multiplier efect, semua sisi kehidupan terdampak, seluruh umat manusia secara langsung atau tidak langsung merasakannya.
Ketika kebijakan belajar di rumah dengan meliburkan sekolah diadakan di beberapa daerah sebagai upaya pencegahan penularan Covid 19 tentunya secara langsung berdampak pada siswa termasuk anak usia dini yang bersekolah ataupun dititipkan di lembaga PAUD baik TK, KB hingga daycare.
Libur kali ini tentunya berbeda dari libur-libur sebelumnya yang merupakan libur semester dengan kisaran satu hingga dua pekan, untuk libur kali ini secara umum pada awalnya ditetapkan selama 14 hari namun melihat perkembangan situasi yang ada banyak lembaga yang sudah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang masa liburan.
Menyoal pendidikan informal
Libur kali ini memberi kesempatan yang lebih luas kepada anak untuk memperolah pendidkan informal, pendidikan informal yang dimaksudkan adalah pendidikan dalam lingkup keluarga.
Pada kondisi normal (tidak libur) orang tua yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja jauh dari anak tentunya berkesempatan memberikan pendidikan informal dengan mengadakan quality time bersama keluarga, meski waktu yang tersedia sangat terbatas bahkan hanya satu atau dua jam sebelum anak tidur dimalam hari.
Idealnya pada libur panjang kali ini harusnya keluarga dapat berkumpul di rumah, orang tua memiliki waktu yang lebih lama bersama anaknya, menghabiskan waktu dengan bermain, menonton TV, hingga makan bersama.
Barangkali ini adalah momentum yang spesial bagi anak untuk menikmati hangatnya keluarga dan memberi kesempatan anak untuk mampu memaknai bahwa bahagia bersama keluarga tidak melulu harus pergi ketempat hiburan, jalan-jalan dihari minggu, mengunjungi pasar malam ataupun menyusuri mall lalu mampir ke restoran untuk makan bersama. Namun kita tidak bisa menutup mata bahwa kenyataannya tidak selalu pada porsi yang terlihat ideal, ketika anak libur belum tentu orang tua libur.
Penugasan
Pada libur kali ini anak dituntut untuk memenuhi target belajar, banyak lembaga yang mengadakan tugas sebagai pengisi kebijakan belajar di rumah, beberapa TK mengadakan penugasan dengan metode pengiriman laporan tugas secara daring baik melalui WAG ataupun aplikasi lainnya.
Idealnya pembelajaran yang diadakan di lembaga PAUD seringkali terkesan menyenangkan sehingga tak heran ketika hasil dari observasi awal pada anak usia empat sampai enam tahun menunjukkan bahwa empat dari tujuh anak mengatakan kangen sekolah.
Lebih jauh lagi, mereka menjelaskan bahwa mereka ingin bertemu dengan teman-temannya, tiga diantara enam anak memahami bahwa libur kali ini disebabkan adanya virus corona tanpa dapat menjelaskan apa itu corona, hasil observasi ini didapat setelah anak menghabiskan libur 14 hari.
Dari hipotesis saya, anak yang mengatakan kangen bersekolah disebabkan belajar disekolah lebih menyenangkan, selain pembelajaran yang didesain agar terkesan menyenangkan, anak lebih leluasa bereksplorasi dan berinteraksi bersama teman-temannya.
Physical distancing pada AUD
Menilik himbauan dari pemerintah agar masyarakat tetap tinggal di rumah dan menjaga jarak sosial atau social distancing yang saat ini istilahnya diubah menjadi physical distancing oleh WHO.
Saya melihat bahwa physical distancing adalah hal yang hampir tidak mungkin dilakuakan oleh anak usia dini sebab dunia anak adalah dunia bermain dengan kecenderungan anak untuk berinteraksi secara langsung.
Baik bersama teman sebaya ataupun orang dewasa dan kenyataan yang tak bisa dinafikkan adalah anak-anak masih berada dibawah kekuasaan orang dewasa yang artinya dalam melakuakan sesuatu mereka masih membutuhkan peran orang dewasa baik untuk mengawasi ataupun membantunya.
Boleh jadi orang tua membatasi anak agar bermain di rumah tapi bukan berarti anak akan merasa terkekang. Pada daerah perkotaan yang khas dengan indivudualisme bisa jadi anak sudah terbiasa untuk bermain sendiri d dalam rumah maka secara jelas #dirumahaja adalah kebiasaan mereka sehari-hari.
Namun pada daerah perkampungan yang lekat dengan riuhnya anak-anak berkumpul untuk bermain bersama baik di beranda rumah, lapangan, kebun ataupun disekitar jalanan gang, pada kondisi ini hampir bisa dipastikan physical distancing adalah hal yang tidak mungkin bagi mereka. Dengan bisa atau tidaknya anak untuk melakukan physical distancing sudah tugas kita sebagai orang dewasa adalah menjaga mereka.
Kenyataan pahit
Apa yang terfikirkan ketika kita bicara terkait keluarga di indonesia? Boleh jadi kita memiliki jawaban yang beraneka. Perlu kita sadari bersama bahwa kondisi sosial masyarakat kita heterogen dalam berbagai aspek, tak terkecuali dalam hal kesadaran akan hakikat dan urgensi pedidikan.
Hal ini terlihat dari adanya paradigma sekolahisme yang memandang bahwa belajar sama dengan sekolah, tak banyak yang sadar bahwa ada pendidikan dalam keluarga, sederhananya saya ingin mengatakan masih banyak keluarga yang buta akan parenting, sehingga ketika disandingkan dengan kondisi sekarang.
Maka besar kemungkinan muncul fenomena yang boleh jadi pantas untuk disebut “memilukan” bagi anak usia dini. Tidak semua orang tua berhasil untuk mengambil hati anaknya secara penuh bahkan boleh jadi seolah ada mosi tidak percaya dari anak untuk orang tua.
Hal ini mengakibatkan orang tua kehilangan anak (memiliki anak hanya dari segi fisik namun hilang eksistensi dimata anak). Ciri-ciri yang akan terlihat adalah anak menjadi murung, tidak nutut, bahkan bisa jadi agresif dengan orang tua.
Mengapa hal yang memilukan ini bisa terjadi? Sebab orang tua tidak bisa mengimbangi anak atau dengan kata lain orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara penuh.
Kebutuhan anak dalam memenuhi tugas perkembangan bukan melulu tentang asupan makanan, pakaian bagus dan akses pendidikan layak, namun juga terkait dengan hadirnya orang tua yang perlu untuk menjadi garda terdepan dalam menuntun anak untuk mampu memahami dunia dan seisinya.
Ciptakan suasana yang menyenangkan sebab melalui rasa senang anak akan mudah memahami hal baru kemudian mengeksplorasinya hingga pada tahap mengambil kesimpulan untuk dijadikan nilai kehidupan.
Saya mengajak pembaca untuk peduli dengan tumbuh kembang anak usia dini disekitar kita, siapapun mereka baik anak, adik, ponakan, sepupu, tetagga atau bahkan anak usia dini yang kita temui diberbagai tempat yang kita kunjungi.
Mereka butuh kehadiran orang dewasa untuk menuntunnya dalam memaknai dan memahami dunia berikut seisinya, minimal jadilah teladan untuk mereka sebab anak usia dini adalah peniru ulung.
Berlaku tegas boleh galak jangan, marah boleh tapi jangan jadi pemarah, gemas boleh tapi tidak perlu menyakiti, usahakan berkata lembut untuk menarik hari anak, temani mereka, beri jawaban terbaik atas pertanyaan-pertanyaan dari kecerewetan mereka.
Satu lagi, jangan sampai memberi label buruk pada mereka. Salam hangat dari saya, semoga belia indonesia senantiasa bahagia dimanapun berada. Tetap semangat mengkawal generasi emas Indonesia.