Sabtu, April 20, 2024

Pancasila, Nasionalisme Religius Ala Indonesia

Muhammad Ali Fuadi
Muhammad Ali Fuadi
Mahasiswa Program Magister UIN Walisongo Semarang; Pengurus PW Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jawa Tengah

Tidak sedikit masyarakat bahkan pendakwah sekalipun yang salah kaprah dalam memahami hubungan agama dan nasionalisme yang telah berjalan beriringan di Indonesia. Kedua entitas tersebut dianggap memiliki jalan masing-masing, alias tidak bisa disatukan dalam satu wadah yang utuh.

Ketidaktahuan terhadap integrasi antara agama dan nasionalisme tersebut seringkali juga membawa hubungan antar sesama bangsa menjadi tidak harmonis, seperti munculnya ujaran kebencian di berbagai ruang. Ada yang lebih pelik lagi, bahkan ada kalangan yang secara jelas ingin mengganti nasionalisme yang terpatri dalam ideologi Pancasila, kemudian menggantinya dengan ideologi lain.

Memang, nasionalisme pada awal kelahirannya sangat sekuler. Lahirnya gagasan tersebut dilatarbelakangi oleh perlawanan kaum ilmuan terhadap pandangan gereja tentang “religio integralisme catholic”. Pada waktu itu sikap gereja terhadap para ilmuan terbilang sangat ekstrim, karena temuan-temuan baru para ilmuan dianggap tidak sesuai dengan doktrin gereja.

Karena gereja memiliki otoritas penuh begitu juga dalam hal politik (kenegaraan), maka siapapun dengan pemikiran bagaimanapun yang itu bertentangan dengan gereja akan divonis mati. Galileo Galilei (1564-1642) adalah termasuk salah satu korban kebengisan gereja pada saat itu karena temuan-temuan fenomenalnya.

Karena sikap gereja yang demikian, akhirnya para ilmuan mendeklarasikan pandangan bahwa agama dan negara harus dipisahkan. Karena jika tetap diintegralkan, maka ilmu pengetahuan akan stagnan dan tidak maju.

Sehingga konsep negara yang sebelumnya menganut pandangan agama (baca: gereja), kemudian ditiadakan. Dan selanjutnya konsep negara didasarkan pada bangsa. Nah, paham inilah yang selanjutnya dikenal sebagai nasionalisme. Walhasil, setelah pemisahan antara agama dan negara tersebut, negara-negara di Eropa semakin mengalami kemajuan sangat pesat, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Melihat ilmu pengetahun dan teknologi yang semakin maju di belahan bumi Eropa karena pemisahan antara agama dan negara, maka konsep nasionalisme yang diusung tersebut kemudian dijadikan referensi negara-negara lain untuk mendapatkan kemajuan yang sama. Termasuk negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam, seperti Turki setelah sistem khilafah resmi dibubarkan Mustafa Kemal Attaturk (1924). Bahkan nasionalisme sekular di Turki sangat ekstrim, hingga agama di ruang publik tidak diizinkan sama sekali.

Nasionalisme Religius

Setelah melalui jalan yang panjang, pemisahan antara agama dan agama ternyata menemukan kendala baru. Kendala yang paling fatal adalah agama menjadi tidak bisa diimplementasikan dalam kehidupan karena tidak berjalan dengan negara (politik). Jamak diketahui bahwa kekuasaan politik sangat berperan dalam segala aspek kehidupan. Karena agama dipisahkan, jadi tidak terimplementasi. Padahal, dalam agama ada hal-hal yang bersifat publik, yang musti diimplementasikan dalam politik.

Mohammad Nasih, pakar politik UI, menjelaskan bahwa nampaknya permalasahan itu yang dilihat dan direnungi para pendiri bangsa kita. Sehingga mampu merumuskan ideologi nasionalisme yang khas Indonesia; ideologi nasionalisme yang sangat religius. Kita tahu bahwa awal merumuskan ideologi ini, pendiri bangsa kita terkotak menjadi dua kubu, di antaranya kubu nasionalis dan Islamis. Melalui perdebatan panjang akhirnya mereka mampu melahirkan ideologi Pancasila; ideologi yang di dalamnya menyajikan nasionalisme dan agama dalam satu kesatuan yang utuh.

Terbukti mereka mampu merumuskan dan mengonstruksi negara yang religius, dengan dasar ideologi Pancasila yang dalam sila pertamanya terpampang “Ketuhanan Yang Maha Esa”, menyimbolkan keagamaan yang telah menyatu dalam nasionalisme. Sekalipun Islam sebagai agama dengan penganut terbesar di Indonesia, tidak menjadikan Islam sebagai ideologi.

Karena founding fathers kita mengerti bahwa entitas yang ada di nusantara sangat bejibun jumlahnya, tidak hanya agama saja. Hal ini membuktikan bahwa Pancasila merupakan jalan tengah di antara semua entitas yang ada di nusantara, baik Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Pada intinya, nasionalisme Indonesia memiliki ciri khusus dibandingkan nasionalisme-nasionalisme yang dianut negara lain, apalagi nasionalisme sekular yang digunakan di negara-negara barat.

Sekalipun negara-negara barat memiliki kemajuan yang gemilang, tetapi pendiri bangsa kita tidak meniru apa adanya terkait konsep nasionalisme yang ada di sana; nasionalisme yang dengan karakter asli sekuler. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pendiri bangsa kita sangat cerdas dan visioner. Mereka melihat budaya dan perbedaan-perbedaan lain yang ada di nusantara, sehingga berkeyakinan bahwa tidak mungkin nasionalisme Indonesia disamakan dengan nasionalisme yang ada di negara-negara barat.

Melihat sejarah yang panjang ini, masihkah ada orang atau sekelompok orang yang belum yakin dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa kita? Silahkan jawab sendiri dengan berpikir panjang terlebih dahulu. Seluruh elemen bangsa harus mampu menjaga ideologi bangsa kita dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai hasil pemikiran-pemikiran cerdas para pendiri bangsa yang dikonstruksi dalam Panncasila dikalahkan oleh sekelompok orang yang ingin menggantinya dengan ideologi lain, yang belum tentu mampu menaungi semua entitas yang ada di nusantara. Wallahu a’lam.

Muhammad Ali Fuadi
Muhammad Ali Fuadi
Mahasiswa Program Magister UIN Walisongo Semarang; Pengurus PW Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jawa Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.