Akses jalan di desa Canga’an rusak berat menghambat kelancaran arus kendaraan yang melewati jalan tersebut. Ditandai dengan lubang yang menghiasi jalan selama berbulan-bulan. Diketahui akses jalan tersebut merupakan jalan alternatif yang digunakan oleh kendaraan untuk menuju ke Kecamatan Jajag.
Pada bulan Februari yang lalu sempat mencuat isu bahwasannya akses jalan akan dibenahi pada bulan April mendatang. Namun apa yang terjadi, hingga saat ini akses jalan tidak mengalami perubahan, bahkan hiasan lobang bertambah parah.
Inikah para utusan rakyat yang dulu dipercayai masyarakat akan janji manis mereka dapat mengubah dan memperbaiki aspek kehidupan masyarakat yang lebih baik lagi?
Dengan alasan klasik dana APBD yang sangat terbatas, sehingga tidak semua jalan yang rusak bisa diperbaiki seketika dan harus menunggu prosedur untuk membenahi jalan yang rusak.
Hakikatnya rakyat membayar pajak agar dikelola pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Bukankah dalam sistem demokrasi Dari rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat. Bukan dari rakyat untuk pelaku kejahatan pejabat pemerintah.
Peristiwa yang membuat warga Canga’an geram mengambil sikap sindiran untuk kinerja pemerintah. Tertulis pada banner yang terjadi di desa Canga’an, Dusun Genteng Wetan, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi pada Senin, (29/04/2019) “Rakyat Lambat Bayar Pajak Didenda, Jalan Rakyat Rusak Dibiarkan Saja. Terimakasih Pemerintah!!!“. Tentu saja hadirnya banner ini sendiri tidak muncul dengan sendirinya apabila pemerintah mampu lebih peka kembali dengan kondisi yang terjadi di masyarakatnya sendiri.
Disetiap pemerintahan kota terdapat Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang berfungsi untuk memperbaiki segala aspek pelayanan umum. Tetapi dengan melihat seperti kondisi yang terjadi di desa Canga’an membuka mata kita jika kinerja yang dihasilkan tidak berjalan sebagai mana harapan masyarakat. Tentu ini tidak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh rakyat dengan gaji yang mereka nikmati.
Masyarakat berharap dengan adanya pemerintah yang mengelola pajak, masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang baik sesuai dengan kewajiban bayar pajak yang dibayarkan. Semua SDM pemerintah mendapatkan gaji bulanan yang dibayar oleh pajak yang dibayarkan rakyat.
Kenyataannya yang dialami masyarakat adalah sebaliknya, dibuktikkan dengan tidak adanya pelayanan yang baik dan benar sesuai dengan UU serta Pancasila. Pengawasan yang tidak baik membuat berkolusi pemanipulasian uang dari rakyat.
Uang rakyat dipermainkan, amanah yang diemban disepelekan. Apakah ini sepatutnya pelaku pejabat dalam melakukan tugas dalam melayani segala aspek kehidupan masyarakat?
Pajak dari siapa? Untuk siapa?
Hak warga negara sering diabaikan dalam waktu yang sangat lama sementara kewajiban masyarakat selalu dituntut oleh pemerintah untuk selalu taat dan patuh aturan yang berlaku. Semua kebobrokan pemerintah disebabkan tidak berjalannya hukum secara baik dan benar. Apakah sejatinya adanya aturan untuk dilanggar ?. Apakah konsep demokrasi yang digunakan saat ini justru menjadikan terbaginya kedalam kelompok rakyat dan pemerintah?.
Pelaksana sering kali diiringi dengan rasa kejahatan akan rakusnya dirinya untuk menunda dan mengambil hak masyarakat. Korupsi sangat membayangi mereka sebagai pelaksana kesejahteraan rakyat. Alih- alih untuk kepentingan rakyat justru tidak tampak dampaknya kepada masyarakat.
Ketaatan masyarakat untuk membayar kewajibannya tidak bisa terbantahkan dan sebenarnya keuangan pemerintah daerah sangat cukup untuk membiayai perawatan infrastruktur serta pembangunannya. Coba saja rakyat terlambat dalam membayar, bukankah ada denda ?. Lantas jika kondisi sebaliknya, pemerintah lambat apakah rakyat menerima upah dari terlambatnya kebijakan pemerintah yang berkuasa ?.
Selalu yang terjadi adalah kelambanan tindakan perawatan jalan dengan alasan klasik dari pemerintah adalah anggaran kita sangat terbatas dan belum masuk dalam periode realisasi mata anggaran.
Sementara masyarakat mengetahui bahwa, Adanya pengendapan keuangan yang sangat besar yang tersimpan pada bank daerah merupakan akal-akalan mereka untuk memperoleh bunga yang besar. Bunga yang hasilkan akan diambil oleh para pelaku korupsi. Alasan ini yang sering kali menghambat proyek berjalan dengan semestinya.
Disaat masuk periode realisasi mata anggaran proyek perbaikan jalan, mulailah masing-masing berakrobat ria dalam peluang manipulasi dengan berbagai kontraktor loyal agar setiap proyek perbaikan jalan rusak dapat di mark-up denga halus serta terencana matang sehingga manipulasi sulit terdeteksi.
Pengawasan terhadap perbaikan jalan tidak berjalan baik, sehingga manipulasi anggaran uang rakyat sebagai akibat kualitas perbaikan jalan yang sangat rendah berlanjut secara berkelanjutan bobroknya dan tidak ada sanksi selama ini yang terjadi pada pemerintahan.
Karena permainan para pelaku koruptor dalam mendapatkan keuntungan pribadi berdampak kualitas perbaikan yang tidak sesuai anggaran pajak yang dibayarkan oleh rakyat. Inikah wajah pemegang kuasa pemerintah dalam melaksanaan tugasnya.
Istilah orang jawa bilang “Ra Enek Duit Ra Bakal Kerjo” yang artinya tidak ada uang tidak akan kerja. Istilah yang seharusnya tidak digunakan dalam melakukan tugas demi kesejahteraan rakyat.
Pameran kebobrokan yang ditujukkan oleh pemerintah selama ini kepada masyarakat. Rakyat dituntut keras untuk taat dan patuh kepada seluruh aturan yang ada. Telat bayar pajak, di denda tapi tidak disertai dengan perwujudann hak-hak masyarakat yang dapat dinikmati dengan baik.
Tidakkah ini sebagai realisasi sebuah negara Hukum yang selalu menyengsarakan rakyatnya dalam berbagi aspek kehidupan? Sadarkan para pelaku kriminal yang menduduki pemerintahan mengambil segala kenikmatan yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat?
Sepatutnya para pelaksana kesejahteraan rakyat harus memenuhi target deadline yang ada serta sesuai dengan amalan pancasila yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. karena pemerintah ada karena rakyat, utusan dari rakyat dan kembali untuk kesejahteraan rakyat
Jadilah warga Negara Indonesia yang memiliki rasa empati sesama, rasa saling tolong menolong tanpa imbalan apapun. Karena hakikatnya manusia tercipta untuk membantu bukan untuk meraih keuntungan yang semestinya.
Semoga Warga Negara Indonesia mendapatkan apa yang semestinya didapatkan. Harapan kita semua mungkin sama yaitu “Sadarlah Wahai kaum pemegang pemerintah, Kalian dipilih dari rakyat dan kerja untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk kalian sendiri!!”