Jumat, Maret 29, 2024

Pada Mulanya Sastra Indonesia

Falasifah
Falasifah
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mungkin banyak diantara kita semua yang tidak mengetahui atau mungkin bertanya-tanya mengenai, kapankah sebuah sastra itu lahir? atau kapankah sebuah kesusastraan Indonesia lahir?.

Sebagai seorang yang menikmati suatu karya sastra atau mungkin seorang yang mengabdikan dirinya dalam mengembangkan suatu karya sastra, akan lebih baik jika kita bisa menanggapi hal seperti ini dengan baik. Untuk itu mari kita cari tahu kapan dan bagaimanakah sebuah kesusastraan Indonesia lahir.

Manfaat dari artikel ini adalah untuk manambah wawasan tentang lahirnya sastra Indonesia.

Sastra merupakan sebuah bentuk kegiatan kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah karya sastra yang memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realitas sosial kemasyarakatan. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yaitu akar kata sas dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, dan memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukan alat dan sarana. Oleh sebab itu, sastra dapat berupa alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran (Teeuw, 2013: 20).

Wellek dan Warren (2014: 3), menyatakan bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sementara itu Semi (1988: 7) berpendapat bahwa kata sastra atau kesusastraan dapat ditemui dalam berbagai pemakaian yang berbeda-beda. Hal ini menandakan bahwa sastra itu bukanlah suatu hal yang sederhana.

Definisi sastra memang tidak pernah kering untuk ditimba. Suatu teks bisa disebut sebagai teks sastra ketika beberapa kriterianya terpenuhi. Kriteria yang harus dipenuhi juga sangat banyak tergantung siapa yang memberikan kriteria tersebut. Fananie (2000: 2) mengatakan bahwa suatu teks dapat digolongkan menjadi sebuah teks sastra apabila di dalamnya mengandung nilai estetik.

Fananie mengatakan bahwa secara mendasar suatu teks sastra setidaknya mengandung tiga aspek utama yakni decore (memberikan sesuatu kepada pembaca), delectare (memberikan kenikmatan melalui unsur estetik), dan movere (mampu menggerakkan kreativitas pembaca) (Fananie, 2000: 4).

Lahirnya

Sastra Indonesia lahir berawal dari adanya tindakan penjajahan oleh Belanda yang pada akhirnya membuat sebuah lembaga, yakni lembaga Balai Pustaka. Tindakan itu yang pada akhirnya membangkitkan jiwa nasionalisme para sastrawan untuk melawan penjajah melalui media tulis. seperti yang dilakukan Abdul Muis pada karya romannya yang berjudul “Salah Asuhan”, akan tetapi penerbitannya di cekal oleh balai pustaka karena dianggap menentang pemerintahan dan dapat menghasut masyarakat untuk melakukan pemberontakan kembali.

Hal yang menambah keyakinan bahwa Balai Pustaka merupakan awal dari lahirnya sastra Indonesia adalah pada masa penjajahan setelah Belanda, tepatnya kependudukan Jepang (1942-1945) Balai Pustaka masih tetap eksis meski menggunakan nama lain yaitu Gunseikanbo Kokumin Tosyokyoku yang memiliki arti Biro Pustaka Rakyat Pemerintah Militer Jepang.

Munculnya Balai Pustaka ini membuka hati para penulis untuk menunjukkan hasil karyanya yang sebelumnya menggunakan bahasa daerah beralih menggunakan bahasa Indonesia sebagai ungkapan rasa bangga berbangsa Indonesia.

Banyak karya-karya seperti hikayat, syair, pantun dan karya sastra lain yang indah-indah dan usianya sudah berabad-abad. Hikayat si miskin, Hikayat hangtuah, Hikayat indra bangsawan, Hikayat Amir Hamzah, Syair Bidasari, Syair Ken Tambuhan dan Sejarah Melayu. Selain kesusasteraan Melayu, juga kesusasteraan Jawa, Sunda, Bali, Aceh, Bugis dan lain-lain. Kesusasteraan Jawa ialah kesusastraan paling tua dan paling kaya di seluruh Kepulauan Nusantara.

Selain menjadi tonggak, pada masa Balai Pustaka pula karya-karya masterpiece dilahirkan. Hal ini terbukti dari beberapa karya Balai Pustaka yang mengalami pencetakan ulang dan penerbitan kembali.

Karya sastra tersebut yakni roman Azab dan Sengsara karangan Merari Siregar mengalami cetak ulang ke-10 pada tahun 1992, roman Kalau Tak Untung karangan Selasih mengalami cetak ulang ke-12 pada tahun 1992, roman Layar Terkembang karangan S. Takdir Alisjahbana mengalami cetak ulang ke-12 pada tahun 1981, roman Atheis karangan Achdiat K. Mihardja mengalami cetak ulang ke-28 pada tahun 2006, novel Bukan Pasar Malam karangan Pramoedya Ananta Toer yang dinyatakan terlarang pada tahun 1966 dan diterbitkan kembali oleh Bara Budaya tahun 1999 dan Lentera Dipantara tahun 1994, dan roman Surapati karangan Abdul Moeis mengalami cetak ulang ke-10 pada tahun 1995.

Jadi, awal lahirnya sastra Indonesia yaitu pada saat penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, yang kemudian melahirkan sebuah Lembaga yang bernama Balai Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA

AriatamiLucky, Awal Kelahiran dan Karakteristik Sastra Indonesia. http://ariatamilucky-fib12.web.unair.ac.id/artikel_detail-102409-Sastra%20Indonesia-Awal%20Kelahiran%20dan%20Karakteristik%20Sastra%20Indonesia.html (diakses Sabtu, 8 April 2022, pukul 8:57 WIB).

Sejarah Lahirnya Sastra dan Periode-Periode Sastra di Indonesia. https://www.smadgreen.com/2019/04/sejarah-lahirnya-sastra-di-indonesia.html  (diakses Sabtu, 9 April 2022 pukul 9:34 WIB).

https://www.google.com/search?q=pengertian+sastra&rlz=1C1GGRV_enID871ID871&oq=spengertian+sas&aqs=chrome.1.69i57j0i13l9.8049j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8# (diakses Sabtu, 9 April 2022 pukul 10:09 WIB.

Falasifah
Falasifah
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.