Kalau bicara mengenai sekolah, pastinya tidak jauh-jauh dari organisasi-organisasi yang ada di dalamnya. Entah itu ekstrakurikuler, sub organisasi, dan sebagainya. Banyak yang setuju kalau eksistensi organisasi tersebut mendukung kinerja dan melatih kemandirian siswa. Benarkah?
Duduk di bangku sekolah, baik SMP maupun SMA, merupakan masa yang menyenangkan bagi semua anak. Kami mulai mencicip mata pelajaran yang lumayan serius, mendapat pengalaman dan teman, bahkan mungkin merasakan lika-liku cinta untuk pertama kalinya.
Selama ini, sekolah memang identik dengan dua tipe murid yang tak bisa dibantahkan, si rajin dan si malas. Siswa yang rajin kerap kali disandang sebagai anak pintar, sedangkan siswa malas acapkali dianggap kurang.
Dogma di atas hampir disetujui oleh semua kalangan. Nah, siswa pintar nan rajin ini biasanya sering bergabung dalam suatu organisasi sekolah. Misalkan, OSIS. Coba kalian lihat, anak OSIS biasanya yang berprestasi dan terkenal di kalangan guru dan siswa, bukan?
Selain anak pintar yang mengisi ruang organisasi tersebut, biasanya juga terdapat guru dan senior yang terlebih dahulu menduduki berbagai jabatan. Lalu, organisasi juga identik dengan kepadatan jadwal. Entah itu rapat, program kerja, atau acara bulanan sekolah yang perlu diurus.
Kesibukan ini kerap menjadi pergunjingan beberapa siswa. Mereka harus membagi waktu yang sangat sedikit untuk berbagai aktivitas. Terkadang, waktu keluarga dan me time-pun terkuras. Lantas, apakah semua siswa puas dengan jadwal padat yang mereka alami?
Saya sependapat bahwa dengan adanya organisasi, siswa akan belajar berorganisasi dan melatih kemandirian dini untuk bekal masa depan. Namun, kalau sampai mendoktrin pilihan siswa agar terus mengedepankan urusan organisasi. Saya tidak setuju.
Merupakan hal yang wajar apabila tidak semua orang bisa mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan organisasi tiap minggunya. Namun, ada beberapa rekan organisasi yang kerap kali mempermasalahkan hal ini lebih lanjut lagi. Apakah layak?
Misalkan begini, ada satu kegiatan di akhir pekan yang wajib diikuti semua anggota organisasi. Mendadak, ada satu siswa yang tidak bisa menghadiri acara tersebut lantaran karena disuruh kedua orang tua-nya menjenguk nenek yang terbaring di rumah sakit.
Banyak di antara mereka pastinya akan memaksa siswa tersebut agar mengabaikan pesan orangtuanya. Alhasil, ia pun akan bimbang. Kini, skala prioritasnya yang mana, keluarga atau organisasi. Perspektif pribadi saya jelas memilih keluarga.
Akan tetapi, tak jarang dari rekan organisasinya akan memperdebatkan hal ini dan menyindirnya sekaligus. Pantas kah? Hak siswa itu juga untuk memilih ingin menuruti orang tuanya atau tetap mengikuti acara organisasi tersebut.
Sering kita temui para senior atau guru yang mengajari siswa agar berani bicara dan berpendapat, tidak harus benar ataupun salah. Namun, apabila satu siswa bersuara paling beda dibanding semua orang di organisasi, tak ayal mereka akan memaksanya untuk menyamakan pendapat.
Freedom of Speech dalam organisasi masih sangat minim. Hak individu setiap anggotanya seakan-akan tidak pernah ada. Semua orang harus mementingkan etika dan hak bersama organisasi di atas segala-galanya.
Misalkan begini, jika ada satu orang yang tak bisa hadir dalam acara tertentu, gantikan saja dengan orang lain yang luang waktunya. Di kesempatan lain, satu orang tersebut sebaiknya membantu lebih banyak agar menutupi ketidakhadirannya saat itu.
Begitu pula dengan rapat atau meeting, bila ada satu orang yang tidak hadir, rekan lainnya harus inisiatif memberi laporan isi rapat agar orang tersebut tidak ketinggalan informasi terkini.
Organisasi itu bertujuan untuk saling bekerja sama. Anggota harus saling melengkapi dan membantu di setiap saat. Dengan begitu, setiap kegiatan akan berjalan mudah dan berakhir lancar.
Persoalan hak dan etika memang tak dapat dipisahkan dari sebuah organisasi. Setiap anggotanya harus memperhatikan etika dalam berorganisasi, namun organisasi juga harus menghormati setiap hak-hak individunya.
Beralih dari isu hak dan etika, alangkah baiknya kalau setiap siswa yang ingin bergabung menjadi anggota organisasi wajib memilah-milah rutinitas tiap harinya agar tidak terjadi bentrok waktu dan kegiatan.
Berilah jeda sedikit di antara berbagai kesibukan sekolah untuk waktu bermain dan istirahat. Bagaimanapun juga, siswa SMP atau SMA masih remaja yang perlu bersosialisasi dengan teman sebayanya. Sejenak, siswa butuh refreshing untuk melepas kepenatan dari kegiatan sekolah.
Selain aktif organisasi, siswa perlu memperhatikan nilai-nilainya di sekolah. Memang, nilai sekolah tidak menentukan sukses masa mendatang nanti. Akan tetapi, untuk masuk kampus pilihan juga butuh nilai akademis yang mumpuni.
Keberadaan organisasi memang turut mendukung keaktifan dan kemandirian siswa. Masa depan nanti butuh bekal yang terdapat dalam organisasi. Dunia orang dewasa jelas sangat keras dan berbeda dari organisasi kecil yang mulai dari sekolah. Namun, hak individu tiap anggota patut diperhatikan juga dan tidak boleh dikesampingkan