Tidak terasa Pakde Karwo dan Gus Ipul sudah dipenghujung kepengurusan. Setelah ini akan terjadi pegantian gubernur beserta wakil gubernur untuk provinsi Jawa Timur. Yang menjadi menarik ialah akan ada kepala daerah baru, karena Pakde Karwo sudah dua kali menjabat. Nama yang sudah rilis dari KPU Jawa Timur secara resmi merupakan pasangan Gus Ipul-Puti dan Khofifah-Emil Dardak. Dari dua nama mulai muncul keseruan baru dalam pilgub Jatim ini.
Sebuah perhelatan semacam ini memang tidak pernah terlepas dari peran partai politik yang sangat kuat sebagai media penggalang suara. Namun beda halnya dengan Jawa Timur, dimana parpol sejatinya tidak terlalu ngefek. Jawa Timur ini merupakan basis dari organisasi masyarakat bercorak Islam yang bernama Nahdlatul Ulama.
NU disini adalah motor penggerak masyarakat. Organisasi keislaman yang sekarang masih diketuai oleh KH. Said Aqil Siroj ini tergolong sangat masif di Jawa Timur, terutama di daerah tapal kuda seperti Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Banyuwangi, Pasuruan dan Bondowoso.
Lalu kenapa NU? Pastinya karena kedua calon ternyata merupakan kader NU, jadi posisi NU sekarang benar-benar nothing to lose. Siapapun yang menang, tetap kader NU yang akan memenangkannya. Terlepas dari seperti apapun perhelatan di Jawa Timur, pusat sudah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak condong kepada siapapun. Benarkah?
Dengan PKB mendekat kepada Gus Ipul memperkuat sketsa bahwa NU masih agak berat sebelah di Gus Ipul dan seperti menganaktirikan Khofifah. Kenapa demikian? Karena berbagai partai Islam yang ada di Indonesia, PKB lah yang sama-sama Aswaja’ seperti NU. Namun tidak begitu mudah memaknai seperti itu, Khofifah pun merupakan alumni PMII yang notabene juga dekat dengan NU, terlepas adapun organisasi kemahasiswaan bernamakan KMNU sebagai tempat silaturahmi mahasiswa yang berasal dari keluarga Nahdliyin.
Sekarang mari kita lihat komposisi partai pendukung. Gus Ipul-Puti dicalonkan oleh PKB, PDIP dan Gerindra, sedangkan Khofifah-Emil diusung oleh Partai Demokrat (dimana sekarang Pakde Karwo menjadi juru kampanye dari musuh dua periodenya), Golkar, Hanura dan PPP.
Dari komposisi partai, sebenarnya di wilayah-wilayah bisa terlihat bahwa kepala daerah tingkat kabupaten-kota sejatinya didominasi oleh Gus Ipul dan Puti, sedangkan yang mengusung Khofifah dan Emil hanyalah partai minoritas. Akan tetapi, faktor partai tidaklah begitu menentukan, kembali lagi, bahwa penentu ada di NU. Tapi penentuan tersebut mayoritas berada di daerah tapal kuda.
Selain tapal kuda, ada wilayah lain dimana juga menjadi bagian penentu, yakni wilayah mataraman, wilayah arek dan madura (ada pula yang menyebutkan bahwa madura masuk tapal kuda). Mataraman hingga sekarang masih lah abu-abu, belum terlihat gelagatnya ikut kemana.
Begitupula wilayah arek seperti Surabaya, Sidoarjo dan Malang. Menariknya, Gus Ipul-Puti sudah ancang-ancang untuk menarik wilayah arek dengan menggandeng Via Vallen dan Nella Kharisma masuk kedalam tim sukses mereka berdua. Sedangkan gelagat dari Khofifah-Emil belum terlihat sampai detik ini untuk menarik simpati penduduk di wilayah arek. Mungkin mereka mengincar daerah mataraman.
Kembali lagi ke awal judul dan juga menjadi kesimpulan dari opini ini. Siapapun yang berhasil menjadi Gubernur Jawa Timur untuk lima tahun kedepan setelah Pilgub Jatim 2018 ini, tetaplah kader NU yang akan menduduki Jawa Timur, NU akan jaya dan tidak akan merugi (nothing to lose).
Memang, penentu nasib merupakan mayoritas dalam demokrasi, dan mayoritas di provinsi Jawa Timur merupakan keluarga nahdliyin. Harusnya dan pastinya pasca pilgub Jatim mereka berdua akan rukun lagi, karena sama-sama kader NU. Inilah Jawa Timur, tenang dan menengangkan.