Sudah cukuplah sudah, wahai penguasa di negeri ku tercinta. Sejukilah kami sebagai rakyat, dengan peradaban manusia seutuhnya manusia. Wahai penguasa, kau menjadi penguasa karena kehedak kami. Jika tanpa kehedak kami, mungkin kau akan sama seperti kami.
Padahal engkau dulu rakyat, tapi entah kenapa. Sepertinya kau sudah lupa caranya menjadi rakyat sebagaimana kau dahulu menjadi rakyat.
Masih ingatkah engkau saat menjadi rakyat, dahulu saat kau menjadi rakyat kau merasakan hidup sebagaimana manusia seutuhnya. Kau menyapa, bahasa mu santun, kau mengayomi. Namun saat kau diberikan amanah kau melupakan kami.
Kini kau terlalu sibuk, dengan kekuasaan mu. Kau terlalu sibuk dengan kepentingan mu sendiri. Sehingga kau lupa, yang engkau urusa bukan hanya kepentingan mu. Tapi yang wajib kau urusa adalah kepentingan kami.
Kami amanahkan engkau menjadi penguasa di negeri ini, bukan untuk menguasai segala yang ada di bumi ini. Tapi untuk mengelola, mengatur, tata bumi Indonesia agar tak terjajah oleh manusia-manusia jahil yang tak betangung jawab atas bumi yang diamanhkan untuk kami.
Kami hanya rakyat yang ingin berdaulat, berdaulat dari ekonomi, pendidikan, politik, keuasaan, karena kami Bhineka Tunggal Ika. Rasa-rasanya, mungkin engkau tidak puas setelah kau jadi penguasa, kini kau mulai obrak-abrik tatanan sosial kami dengan segala kepentingan mu.
Kehidupan kami diambang kepentingan hidup mu, ber-aza-kan Pancasila kami hidup bersaudara, tak ada lawan yang hanya ada kawan, walau kami berbeda tapi kami tetap satu tujuan karena kami adalah Indonesia.
Padahal sudah 72 Tahun kita sudah merdeka, tapi kenapa kita masih merasa berjiwa muda. Yang masih senang mencoba, apa yang belum dirasa.
72 Tahun seharusnya kami sudah dewasa, entah kenapa? Kami rakyat yang sedang belajar dewasa bahkan sidah dewasa. Namun engkau sang penguasa malah tak ingin menjadi dewasa. Padahal, engkau melebihi segalanya dari kami. Engkau lebih kaya, lebih cerdas, pendidikan tinggi.
Wahai penguasa, di negeri ini yang lebih kuasa bukanlah engkau sang penguasa. Tapi kami, karena kami adalah rakyat. Mungkin kami masih tetap sabar, suatu saat nanti jika kesabaran kami telah habis. Mungkin akan ada ‘Badai Besar’ yang akan menghancurkan engkau yang tak menjalankan amang kami. Di negeri ini yang ada hanya ‘Kedaulatan Rakyat bukan Penguasa.(*)