Jumat, November 8, 2024

Nadiem Membangun Pendidikan Anti-Korupsi yang Terintegrasi?

Hemi Lavour Febrinandez
Hemi Lavour Febrinandez
Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research
- Advertisement -

Setelah seratus hari mengabdi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim telah menelurkan beberapa wacana kebijakan yang mendobrak kebiasaan lama. Walaupun baru berupa wacana, namun terdapat beberapa hal yang menarik perhatian publik. Yaitu kebijakan Merdeka Belajar dan kebijakan Kampus Merdeka.

Kebijakan Merdeka Belajar merupakan langkah pembenahan terhadap sistem dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas. Salah satu program yang akan coba untuk diterapkan adalah penghapusan sistem Ujian Nasional (UN). Sebagai gantinya, akan dilakukan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Langkah untuk mengubah standarisasi pengujian kompetensi nasional melalui UN merupakan langkah yang berani. Hal tersebut dikarenakan penerapan UN kerapkali lepas dari evaluasi pelaksanaan untuk meningkatkan kualitas hasil dari pelaksanaan pendidikan. Karena penilaian hanya dilakukan melalui standar nilai. Membuat siswa hanya beriorientasi pada angka yang diperoleh.

Pada periode pemerintahan sebelumnya, peningkatan sistem evaluasi pendidikan melalui UN hanya dilakukan dengan mempersulit soal maupun menambah paket ujian. Melupakan esensi dari tujuan pendidikan yang seharusnya memerdekakan peserta didik. Sehingga program evaluasi yang dicetuskan oleh Nadiem Makarim menjadi salah satu terobosan baru.

Secara sederhana, asesmen kompetensi minimum merupakan penilaian yang benar-benar minimum, sehingga dapat dilakukan pemetaah terhadap sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi yang paling bawah. Materi penilaian hanya akan terbagi menjadi dua, yaitu literasi dan numerasi.

Literasi dalam konsep pengujian ini tidak hanya tentang kemampuan membaca, namun juga kemampuan untuk mampu menganalisis dan memahami konsep, sehingga peserta didik harus dibekali dengan kemampuan untuk menggunakan logika dan rasionalitas dengan baik. Sedangkan numerasi adalah kemampuan untuk menganalisis menggunakan angka.

Mencapai hal yang dicoba lakukan oleh Nadiem Makarim bukanlah perkara mudah. Pasalnya harus terdapat materi pembelajaran yang mumpuni agar tidak muncul sesat pikir dan anomali pada saat dilakukan penelitian. Sehingga dalam menyusun kurikilum harus dimasukan materi pembelajaran seperti dasar logika berpikir, rasionalitas, hingga nilai-nilai anti-korupsi.

Harus diakui bahwa nilai-nilai anti-korupsi seperti kejujuran, disiplin, tanggungjawab, hingga kesederhanaan dan kemandirian hanya diajarkan pada beberapa mata pelajaran saja. Selain hal yang diajarkan hanya berhubungan dengan materi hapalan tentang norma dan moralitas, yang pada akhirnya akan berimbas pada minimnya pemahaman peserta didik tentang nilai-nilai anti-korupsi.

Seharusnya pada setiap materi pelajaran di sekolah harus memperkenalkan dan mengajarkan tentang nilai-nilai anti-korupsi. Karena secara tidak langsung permasalahan koruptif terjadi dan berulang dalam proses belajar mengajar. Seperti yang paling kecil adalah berbohong pada guru maupun terlambat datang ke sekolah. Hingga masalah besar yang pernah terjadi dibeberapa sekolah, seperti pemungutan uang secara illegal oleh pihak sekolah dengan berbagai alasan.

Pendidikan anti-korupsi yang diterapkan akan berdampak secara positif pada pembentukan karakter peserta didik. Terintegrasinya materi pembelajaran yang diberikan akan membantu penilaian dalam survei karakter. Menjadi salah satu komponen pengujian yang ditawarkan oleh Nadiem Makarim.

- Advertisement -

Pembenahan terhadapa sistem pendidikan coba untuk dilakukan hingga pendidikan tinggi. Melalui kebijakan Kampus Merdeka, pemerintah coba untuk memberikan berbagai keleluasaan pada perguruan tinggi tanpa harus banyak melakukan koordinasi dengan instansi maupun kementerian lainnya. Terdapat empat kebijakan Kampus Merdeka yang “katanya” memberikan kemudahan dan keleluasaan kepada kampus.

Kebijakan pertama yaitu kebebasan untuk membuka program studi (prodi) baru dan membebaskan kemitraan kampus dengan pihak ketiga yang masuk kategori kelas dunia. Kedua, kemudahan proses reakreditasi kampus. Ketiga, mempermudah proses untuk menjadi PTN-BH. Terakhir, kebijakan keempat yaitu upaya pembebasan atau pengurangan beban SKS mahasiswa, dengan mengambil tiga dari delapan semester diambil di luar program studi.

Kebijakan tersebut agaknya langkah yang keliru. Merunut pada salah satu tujuan dari pendidikan tinggi yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi adalah menghasilkan lulusan yang keilmuannya dapat bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta bermanfaat bagi masyarakat secara umum. Disayangkan apabila orientasi pendidikan tinggi hanya sekedar membuka ruang yang lebih luas bagi komersialisasi pendidikan.

Seperti kebijakan tentang mempermudah pembukaan dan penutupan program studi. Hal tersebut akan membuat kampus hanya akan mempertimbangkan kebutuhan dan permintaan pasar. Kemudian berbagai permasalahan dalam hal kemandirian serta kemampuan kampus dalam melakukan pengelolaan internal kampus.

Seharusnya, orientasi pendidikan tinggi harus dikembalikan pada muruahnya yaitu memerdekakan mahasiswa dalam berpikir. Termasuk dalam hal mendiskusikan secara kritis nilai-nilai anti-korupsi serta gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Integrasi pendidikan anti-korupsi dapat dilakukan dengan mengikuti pola kebijakan yang ditawarkan oleh Nadiem Makarim. Pada saat peserta didik menempuh jenjang pendidikan tingkat dasar hingga menengah atas, mereka akan memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai anti-korupsi hingga dampak bahaya yang ditimbulkannya. Secara langsung praktik tersebut akan mempengaruhi karakter individu dalam hal-hal yang lebih positif.

Kemudian pada saat mengenyam pendidikan tinggi, mahasiswa akan dituntut untuk dapat berpikir logis dan mampu mengkritisi berbagai kebijakan bermasalah, hingga hal-hal yang bersifat koruptif. Baik di lingkungan kampus maupun dalam pemerintahan. Namun beberapa poin dalam kebijakan Kampus Merdeka harus dievaluasi oleh Mendikbud, Nadiem Makarim beserta jajarannya. Karena komersialisasi pendidikan akan membuka pintu terjadinya praktik koruptif dalam kampus.

Hal yang perlu dibenahi dalam membangun ekosistem pendidikan tinggi di Indonesia harus diawali dengan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk memperoleh akses ke perguruan tinggi. Praktik nepotisme dalam proses penerimaan mahasiswa baru harus ditutup. Agar usaha untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia tidak berakhir sia-sia.

Hemi Lavour Febrinandez
Hemi Lavour Febrinandez
Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.