Minggu, Oktober 6, 2024

Musim Semi Arab, Politik Kebencian, dan Pemimpin Ideal

Diki Wahyudi
Diki Wahyudi
Mahasiswa FISIP UMM, Wakil Presiden Mahasiswa UMM 2019/2020, PC IMM Malang 2020/2021.

Ada sebuah kisah yang sangat menarik pada tanggal 17 desember tahun 2010, seorang polisi merampas gerobak yang berisi sayur-sayuran, orang tersebut pedagang kaki lima bernama bouazizi karena dianggap tidak mempunyai izin. Menurut kesaksian seseorang bouzini di tampar di depan umum dan diludahi wajahnya.

Singkat cerita bouazizi mendatangi kantor gubernur untuk memprotes tindakan dari seorang polisi akan tetapi gubernur menolak untuk menemuinya. Bouzini akhirnya menyiram badannya dengan bensin dan membakarnya dengan mengatakan, “anda ingin saya mencari nafkah dengan cara bagaimana”.

Insiden tersebut menyebar ke seluruh dunia arab memicu apa yang disebut sebagai musim semi arab. Tunisia kurang dari sebulan dari insiden tersebut mengalami kerusuhan yang sangat luar biasa, dari kemelut kerusuhan tersebut mengakibatkan pengundururan diri dari seorang diktator yang berkuasa lama dan terkenal yaitu Zine El Ebidine Ben Ali.

Suatu kisah yang patut kita renungi bersama-sama, bouazizi bukanlah seorang pengunjuk rasa yang ahli berorator di depan penguasa atau tahanan politik yang dianiaya oleh rezim namun Bouazizi hanyalah rakyat biasa seorang pedagang sayur yang mencari nafkah untuk keluarganya.

Pengalaman tersebut membekas di kalangan masyarakat terhusus di dunia arab. Kekacauan terjadi dimana-mana, masyarkat menuntut keadilan dan pertanggung jawaban dari pemerintah Tunisia. Sudah sepantasnya manusia harus dihargai atas dasar kesetaraan dan diangkat harkat dan martabatnya

Muncul dan Akhir Politik Kebencian

Pengalaman seorang pedagang sayur yang bernama Bouazizi patut kita refleksikan bersama. Pada intinya Bouazizi ingin menuntut keadilan bagi dirinya karena merasa martabatnya sebagai seorang manusia sudah tidak diindahkan oleh pemerintah Tunisia, disitulah muncul kebencian dikalangan masyarakat terhadap pemimpin tertinggi di Tunisia.

Kebencian muncul atas dasar ulah dari seorang pemimpin politik yang tidak bisa memperlakukan rakyatnya sebagaimana mestinya. Agen moral, sebutan yang melekat di dalam diri tiap manusia karena disitu ada fikiran dan hati nurani, yang tidak akan memandang status sosial, namun saling menghargai, dan kepedulian yang dikedepankan.

Banyak aktor pemegang kekuasaan sering kali menyalahgunakan wewenangnya. Kita bisa melihat sejumlah pemberontakan besar. Ditahun 1989 rezim komunis runtuh, transisi afrika selatan dari politik apartheid, tahun 1990 mobilisasi sub-sahara di Afrika sehingga kegaduhan tersebut memunculkan politik kebencian dari warga negara terhadap pemimpin politik.

Kita bisa sama-sama melihat sejarah yang dialami Tunisia dan beberapa negara lain. Munculnya politik kebencian membuat pemimpin politik runtuh dari kekuasaannya. Kita  seharusnya bisa belajar dari kejadian negara tersebut. Sifat kesewenang-wenangan akan menjadi bumerang terhadap diri sendiri, terhusus pemimpin politik.

Sifat ingin diakui yang lebih unggul dari yang lain membuat seseorang terlena. Jiwa dan fikiran tersebut di pertanyakan karena orang yang dianggap superior lebih banyak orang di pandang rendah dan tidak mendapatkan pengakuan public terkait nilai mereka sebagai seorang manusia.

Politik kebencian bisa berakhir ketika manusia sadar isothymia atau sifat menghargai martabat seseorang atas dasar kesetaraan bisa di aplikasikan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dari sini secara perlahan akan menghilangkan politik kebencian yang bersemayam ditubuh tiap manusia. Apalagi yang mempraktekan seorang pemimpin politik.

Sejatinya, kehormatan dan penghargaan tidak untuk semua manusia akan tetapi hanya untuk kelas orang-orang yang mempertaruhkan hidupnya untuk kemaslahatan masyarakat keseluruhan. Disini kita dapat merefitalisasi dan merenung sifat dan tujuan dari kehormatan tersebut di pertaruhkan untuk masyarakat banyak atau hanya untuk diri sendiri.

Setiap individu pastinya memiliki dorongan untuk dihormati maupun diakui. Hasrat manusia akan pengakuan sering kali kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Pengakuan yang berakar kuat apalagi sudah mendarah daging menjadi penyebab munculnya koloni-koloni tirani, serta konflik antar sesama individu maupun golongan.

Pemimpin Ideal

Menurut Fukuyama dalam buku Identitas Tuntutan atas Martabat dan Politik Kebencian, manusia dihadapkan ke dalam dua pilihan, isothymia tuntutan untuk di hormati atas dasar kesetaraan dengan orang lain sedangkan megalothymia keinginan untuk diakui yang lebih unggul. Dari sini kita sama-sama bisa melihat perilaku seseorang serta bagaimana upaya untuk menghormati antara satu dengan yang lain.

Masalah terbesar, semisal kita melihat megalothymia bersemayam di dalam diri seseorang akan sangat berbahaya dan angkuh tidak peduli terhadap seksama dan menganggap manusia yang lain lebih rendah dari individu tersebut. Sifat semacam ini akan membuat keriuhan dan konflik berkepanjangan karena atas tuntutan martabat.

Toh, seorang individu yang mempunyai sifat megalothymia secara historis menurut pengamatan saya memang sulit di atasi. Apalagi mayoritas sifat tersebut melekat di dalam diri individu, lebih tepatnya seorang pemimpin. Sehingga mau tidak mau sifat itu muncul dan haus akan pengakuan dari orang lain tidak mau di hormati atas dasar kesetaran.

Sulit terkadang untuk mengatakan manusia ‘mendambakan’ hal-hal yang menyakitkan, berbahaya sebagaimana manusia menginginkan makanan atau uang di bank. Jadi, kita perlu melihat desain lain dari perilaku manusia yang sering kali melampaui penjelasan ekonomis yang begitu sangat dominan.

Pada dasarnya manusia membutuhkan pengakuan dari orang lain, hal tersebut tidak bisa dihindari. Namun ketika manusia lebih mengedepankan dihormati atas dasar kesetaraan ‘isothymia setiap orang akan berfikir kesetaran dan saling menghormati itu penting sehingga tidak memunculkan kebencian apalagi dalam kepemimpinan politik.

Diki Wahyudi
Diki Wahyudi
Mahasiswa FISIP UMM, Wakil Presiden Mahasiswa UMM 2019/2020, PC IMM Malang 2020/2021.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.