Jumat, Juli 5, 2024

Munculnya Perbedaan pada Mazhab

Umlina Cancer
Umlina Cancer
Mahasiswa Perbandingan Mazhab & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Mazhab adalah suatu kata yang sering kita dengar pada ajaran Islam. Mazhab juga biasanya dikaitkan dengan aliran, jalan, atau arah menuju sesuatu. Namun, masih banyak yang belum tau dan mengerti tentang mazhab,karena biasanya orang-orang hanya beribadah mengikuti apa yang diajarkan pada ulama atau pemuka agama setempat saja.

Dalam beragama Islam, masyarakat muslim diwajibkan untuk memiliki mazhab karena mazhab sendiri adalah pegangan bagi umat muslim dalam melaksanakan ibadah. Seperti yang telah kita ketahui terdapat empat mazhab yang kita kenal dan sering sebut yaitu mazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi.

Mengutip dari kitab Alla Mazhabiyyah Akhtaru Bid’atin Tuhaddid al-Syari’ah al-Islamiyyah yang dimaksud dengan bermazhab adalah bertaklidnya orang awam atau orang yang belum mencapai peringkat mampu berijtihad kepada mazhab imam mujtahid, baik ia terikat pada satu mazhab tertentu atau ia hidup berpindah dari satu mazhab ke mazhab yang lainnya.

Bertaqlid di sini memiliki artian menerima pendapat orang lain meski tidak mengetahui dasarnya. Orang yang tidak mampu untuk beristimbath alias orang awam maka sudah menjadi keharusan untuknya bertanya kepada orang yang mengetahui. Allah Swt berfirman :

وَلَوْ رَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلٰٓى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْۢبِطُوْنَهٗ مِنْهُمْۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهٗ  لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطٰنَ اِلَّا قَلِيْلًا

“Padahal, seandainya mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ululamri (pemegang kekuasaan) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ululamri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah engkau mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).” Q.S. An-nisa 4:83

Dari keterangan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa kita sebagai orang awam yang belum memiliki kemampuan untuk berijtihad dan memahami mendalam tafsir-tafsir Al-Quran dan hadis dan ingin mengetahui tentang kebenaran sesuatu maka kita hanya bisa mengikuti dan menuruti orang yang memang sudah mengetahui tentang hal tersebut.

Di dalam situs NU Online juga dijelaskan bahwa dalam beragama Islam harus bersedia mengikuti salah satu mazhab tersebut agar lebih aman, terjaga dari kekeliruan dan penyesatan dan agar lebih maslahat. Ke-empat imam mazhab tersebut telah disepakati oleh para ulama karena memiliki pengetahuan yang mendalam dan terpercaya dalam menafsirkan sumber dasar hukum Islam yaitu Al-Quran dan hadis. Sesungguhnya ulama terdahulu itu pewaris ilmu dan kesunnahan para Nabi yang patut kita ikuti dan hormati.

Mengutip dari channel Youtube Al-Bahjah TV Buya Yahya pun menerangkan bahwa kewajiban kita mengikuti Al-Quran dan hadis. Namun, dari mana kita bisa mengetahui hukum dari Al-Quran dan hadis sedangkan kita saja masih blepotan dalam membaca Al-Quran dan tidak mengerti hadis.

Sealim-alimnya orang pun masih ada keterbatasan. Oleh karenanya kita dapat mengikuti Al-Quran dan hadis dengan cara mengikuti orang yang lebih tahu Al-Quran dan hadis Nabi. Para ulama dari masa ke masa pun telah menyepakati bahwa oang yang lebih mengetahui Al-Quran dan hadis mereka itu adalah mujtahid.

Mujtahid mengumpulkan hadis-hadis, mengkaji Al-Quran serta ketaqwaannya kepada Allah lalu didiskusikannya secara terus menerus sampai keluarlah suatu hukum. Maka cara kita kembali ke Al-Quran dan hadis adalah dengan mengikuti para ulama. Ulama-ulama ini pun juga bersandar pada ulama-ulama terdahulu, dan ulama-ulama terdahulu mengikuti para mujtahid dengan metodologi bermazhab.

Penyebab Terjadinya Perbedaan Mazhab

Umumnya orang awam hanya mengetahui empat mazhab saja yakni mazhab Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi. Namun ternyata mazhab tidak terpaut pada keempat imam ini saja, melainkan ada mazhab lain juga seperti Imam al-Laits bin Sa’d, Imam al-Auza’i, Ibnu Jarir al-Thabari dan lain sebagainya. Dasar istinbath dari masing-masing mereka adalah sama yaitu Al-Quran dan hadis. Lalu dikembangkan dengan ijtihad menurut pikiran mereka sendiri baik dilakukan secara bersama-sama atupun  sendiri-sendiri yang nantinya akan menghasilkan penetapan hukum yang menyebabkan banyak perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat sendiri terjadi karena beberapa faktor seperti perbedaan dalam memahami Al-Quran, perbedaan dalam memandang kedudukan suatu hadis, dan perbedaan cara dalam melakukan ijtihad.

Perbedaan dalam memahami Al-Quran bisa terjadi karena bahasa Arab yang memiliki arti lebih dari satu seperti contohnya pada lafadz “quru” sebagian mujthaid mengartikannya dengan “suci” dan sebagian lain mengartikannya dengan “haid”. Susunan ayat Al-Quran juga bisa menjadi dorongan untuk terjadinya perbedaan pendapat seperti pada huruf “fa”, “waw”, “hatta” dan lainnya karena mengandung banyak fungsi tergantung dilihat dari konteksnya.

Perbedaan dalam memandang kedudukan hadis mencakup tentang kedudukan hadis dan maknanya. Semua ulama menyetujui bahwa hadis mutawatir adalah hadis tertinggi kedudukannya. Namun yang jadi permasalahannya di sini adalah syarat agar suatu hadis bisa disebut hadis mutawatir. Hadis mutawatir diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin berdusta.

Maksud dari ”orang banyak” disini sebagian ulama ada yang berpendapat lima orang, ada yang mengatakan empat orang, bahkan ada juga yang  mengatakan cukup hanya dua orang saja. Dari sinilah perbedaan pendapat pun muncul, boleh jadi ulama yang satu mengatakan bahwa hadis ini mutawatir sedangkan ulama yang lain mengatakan tidak mutawatir. Dalam memaknai hadis pun, terkadang ulama memiliki perbedaan pendapat seperti pada contoh  hadis “La nikaha illa biwaliyyin” sebagian ulama mengartikan bahwa huruf “la” disini berarti tidak sah sedangkan sebagian ulama lain mengartikannya dengan tidak sempurnanya.

Dalam melakukan ijtihad pun para ulama berbeda pendapat seperti dalam hal urutan pegangan sumber hukum Islam. Imam Syafi’i, Imam Malik bin Anas, dan Imam Ahmad bin Hanbal menempatkan Al-Quran dan hadis pada urutan pertama atau dalam artian dua sumber tersebut tingkatannya sejajar sedangkan Imam Abu Hanifah menempatkan hadis di urutan kedua setelah Al-Quran.

Pada hadis Ahad juga terjadi perbedaan pendapat para mujtahid. Tidak semua mujtahid menerima hadis Ahad, seperti pada Imam Abu Hanifah yang hanya menerima hadis Ahad apabila diriwayatkan oleh ahli fiqih sedangkan ketiga imam lainnya menerima hadis Ahad tanpa syarat. Pada Imam Malik pun hadis Ahad ditempatkan urutannya setelah berpegang pada amal perbuatan penduduk Madinah dan masih terdapat beberapa perbedaan yang lainnya pada metode ijtihad para mujtahid.

Setelah mengetahui pentingnya bermazhab serta penyebab terjadinya perbedaaan mazhab, kita diwajibkan untuk berpegang teguh pada mazhab yang kita pilih dan dengan adanya perbedaan mazhab tersebut bukan menjadi alasan untuk kita saling bermusuhan dan terpecah belah namun  menjadi pemersatu diantara kita. Seperti pada hadis Nabi Muhammad Saw bahwa perbedaan  harus dipahami dalam kacamata rahmat, sehingga bisa menjadi kekayaan khazanah Islam dan menjadi pemersatu umat.

Wallahua’lambishawab.

Umlina Cancer
Umlina Cancer
Mahasiswa Perbandingan Mazhab & Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.