Rabu, Oktober 9, 2024

Mewujudkan Good Governance melalui Transparansi Informasi Publik

Aldi Muhamad Mustopa
Aldi Muhamad Mustopa
Kader Aktif Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Cianjur

Good governance atau pemerintahan yang baik seakan menjadi tuntutan yang utama bagi pemerintah terlebih untuk negara yang menganut walfare state, salah satunya negara Indonesia. Dalam tata kelola pemerintahan yang baik, mensyaratkan adanya akuntabilitas, tansparansi, dan partisipasi masyarakat dalam setiap penentuan kebijakan publik.

Karenanya untuk mewujudkan good governance pada tahun 2008, disahkanlah Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Yang mana undang-undang tersebut merupakan legal standing bagi publik untuk mendapatkan pelayanan dalam hal mengakses informasi publik, serta kewajiban bagi badan publik untuk menyediakan informasi publik yang valid.

Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Mendel (2004) bahwasannya membuka akses informasi merupakan kewajiban bagi pemerintah dan badan publik. Karena pada dasarnya informasi merupakan milik publik bukan hanya pemerintah atau badan publik. Sehingga sudah selayaknya masyarakat untuk dapat mengakses informasi publik tersebut.

Dengan diundangkannya UU KIP maka telah membuka paradigma baru di Indonesia, dimana sebelum diundangkan undang-undang tersebut seluruh informasi adalah rahasia selain yang dibuka, namun setelah diundangkannya UU Nomor 14 tahun 2008 telah berubah menjadi seluruh informasi adalah terbuka kecuali yang dikecualikan. Atau dengan kata lain dalam hal pemerintahan dampak dari UU tersebut yaitu semakin mengarahkan dan mendorong pada pemerintahan yang terbuka (open government).

Pemerintahan yang baik (good governance) sangat identik dengan pemerintahan yang terbuka, yang mana pemerintahan yang terbuka menurut Ahmad Santoso mensyaratkan masyarakat untuk: pertama, memiliki hak untuk memantau perilaku pejabat publik dalam menjalankan peran publiknya (right to observe).

Dengan adanya informasi publik yang dapat diakses oleh masyarakat, maka akan menjadi sarana pengawasan publik terhadap kinerja penyelenggara negara, badan publik atau sesuatu yang berkaitan dan berakibat pada kepentingan publik. Dan karenanya akan membantu menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang umumnya terjadi pada sistem pemerintahan yang tertutup. 

Kedua, merupakan hak masyarakat untuk memperoleh informasi (right to information). Jelas hak tersebut merupakan hak asasi manusia serta hak konstitusional bagi bangsa Indonesia. Hak untuk memperoleh informasi tersebut telah dijamin baik dalam instrumen hukum nasional maupun hukum internasional.

Dalam instrumen hukum internasional, hak untuk memperoleh informasi diatur dalam Resolusi Umum PBB Nomor 59 (1) tahun 1946 yang menuliskan bahwa “kebebasan informasi merupakan hak asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh kebebasan yang akan menjadi fokus perhatian PBB.

Deklarasi Umum HAM tahun 1948 dalam Pasal 19 serta Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik yang dimuat dalam Pasal 19 pun menjamin kebebasan setiap untuk memperoleh, menerima, serta memberikan informasi. Bahkan informasi tersebut dapat diperoleh ataupun diberkan tanpa tanpa dibatasi oleh batas negara.

Sementara, dalam instrumen hukum nasional hak untuk memperoleh informasi dimuat dalam Pasal 28F UUD 1945, yang mana guna mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Ketentuan tersebut diatur juga dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta dijabarkan lebih rinci dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.  

Ketiga, hak untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate). Untuk mewujudakan pemerintahan yang baik (good governance), dalam konteks negara hukum dan demokrasi peran serta seluruh elemen masyarakat sangat dibutuhkan, terlepas dari peran pemerintah itu sendiri, dalam setiap pembentukan dan pelaksanaan hukum.

Sebagimana pemikiran filsuf Jurgen Habermas, guna menghasilakan hukum yang legitimate dalam masyarakat, perlu dikembangkan demokrasi deliberatif  yang bersandarkan pada adanya tuntutan perumusan kandidat kebijakan publik harus selalu diuji terebih dahulu melalui konstitusional publik. Yang mana dalam hal ini praktik partisipasi masyarakat akan terwujud bila ada jaminan terhadap akses informasi publik (R.M. Mihradi, 2011: 8,10)

Keempat, kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan dengan adanya kebebasan pers. Dalam negara demokrasi lembaga pers merupakan pilar keempat setelah lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal tersebut tidak terlepas dari peran pers sebagai lembaga yang memberitakan, mempublikasikan program dan kebijakan yang canangkan oleh pemerintah.

Selain itu lembaga pers yang independent, dalam artian bebas dari intervensi pemerintah dan pengaruh kepentingan penguasa media, memiliki kapasitas untuk mengkritisi, mengoreksi dan mengawasi kebijakan maupun program yang dijalankan oleh pemerintah. Pers juga berperan sebagai wahana komunikasi sosial serta sebagai media komunikasi massa yang dapat membuka kesempatan terjadinya komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat.

McNair (2003) berpendapat bahwa fungsi ideal lembaga pers dalam negara demokrasi diantaranya sebagai media informasi, sebagai media pendidikan, sebagai ruang diskusi, sebagai media publikasi, serta sebagai media advocacy. 

Melihat peran pers yang sangat strategis dalam mewujudkan good governance, maka diperlukan adanya pers yang bebas. Untuk mewujudkan pers yang bebas maka diperlukan adanya keterbukaan informasi publik, sehingga dapat menekan angka intervensi dan kepentingan pribadi suatu pihak dalam badan pers itu sendiri. Apabila hal terwujud, maka bukan hal yang mustahil untuk melahirkan pemerintahan yang akuntabel, transparan, dan partisipatif.

Kelima, hak untuk mengajukan keberatan terhadap penolakan diimplemetasikannya hak-hak sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Sebagaimana disebutkan diatas bahwasannya hak-hak dari poin pertama hingga keempat merupakan hak yang harus dimiliki oleh masyarakat agar suatu pemerintahan dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang terbuka (open governance) yang mengantarkan pada pemerintahan yang baik (good governance).

Untuk mewujudkan good governance diperlukan masyarakat yang aktif dan partisipasif sehingga apabila terdapat indikasi atau penolakan diimplemetasikannya hak-hak yang mendorong terwujudanya pemerintahan yang baik  sudah seharusnya masyarakat mengajukan keberatan. Namun, yang perlu digaris bawahi bahwasanya pengajuan keberatan atas penolakan pengimplementasian hak-hak tersebut, haruslah dilakukan dengan cara yang tertib, berlandaskan hukum, serta tidak anarkis.

Sehingga apabila hak-hak publik atau warga negara untuk mendapatkan informasi publik terpenuhi maka bukanlah hal yang tidak mungkin untuk mendapatkan output dan manfaat berupa pemerintahan yang bersih, efisien, dan bebas dari praktik KKN; meningkatnya kualitas partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik; serta adanya pengawasan oleh publik atas pelaksanaan kebijakan publik.

Oleh : Aldi Muhamad Mustopa

Aldi Muhamad Mustopa
Aldi Muhamad Mustopa
Kader Aktif Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Cianjur
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.