Kamis, Maret 28, 2024

Merawat Tradisi Bakda Kupat di Tengah Pandemi Covid-19

dityarismawan
dityarismawan
Mahasiswa S2 Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret,

Tahun 2021, Masyarakat Indonesia ditengah pandemi covid-19 yang masih berlangsung dan juga di dalam bulan suci ramadan kita dihadapkan situasi yang tidak menentu. Pemerintah memutuskan untuk meniadakan tradisi yang telah ada di Indonesia dan dilaksanakan secara turun temurun yaitu Mudik. Hal ini menyebabkan masyarakat Indonesia untuk kali kedua tidak dapat melaksanakan tradisi lebaran secara langsung dan tatap muka terhadap keluarga ataupun saudara di kampung halaman tercinta.

Tak pelak, situasi pandemi covid-19 yang masih berlangsung menimbulkan kekecewaan bagi seluruh masyarakat Indonesia yang rindu akan kampung halaman dan juga terutama terhadap orang tua tercinta. Tidak hanya tidak dapat bersilaturahmi langsung dengan keluarga, lebaran di tahun kedua pandemi covid-19 menyebabkan beberapa tradisi masyarakat pun tidak dapat dilakukan.

Dalam masyarakat jawa dikenal dengan banyaknya tradisi di setiap daerah dalam menyambut dan melaksanakan hari raya, beberapa tradisi antara lain seperti pawai takbiran yang dipadukan dengan karnaval masyarakat, berkeliling dilingkungan sekitar, grebeg syawal, dan Lebaran Ketupat.

Masyarakat jawa umumnya mengenal dua kali pelaksanaan lebaran, yaitu Idul Fitri dan Lebaran Ketupat. Idul Fitri dilaksanakan tepat pada tangal 1 Syawal, sedangkan Lebaran Ketupat dilakukan 1 minggu setelahnya (8 syawal). Tradisi Lebaran Ketupat diselengarakan pada hari ke delapan bulan Syawal setelah menyelesaikan puasa Syawal selama 6 hari. Hal ini bedasarkan sunnah Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umat Islam untuk berpuasa sunnah 6 Hari di bulan Syawal.

Dalam catatan sejarah, Lebaran ketupat pertama kali diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu wali yang menyebarkan agama islam di pulau Jawa. Beliau memperkenalkan dua istilah Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Lebaran dikenal sebagai prosesi Sholat Ied setiap tanggal 1 Syawal, hingga tradisi saling kunjung untuk silaturahmi saling memaafkan.

Sedangkan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu sesudah lebaran. Pada hari itu, masyarakat muslim jawa umunya membuat ketupat, yaitu jenis makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan kedalam anyaman daun kelapa yang berbentuk kantong dan kemudian dimasak. Setelah dimasak, ketupat tersebut diantarkan ke kerabat terdekat dan kepada mereka yang lebih tua, sebagai simbol kebersamaan dan menjaga tali silaturahmi.

Bakda Kupat sebuah tradisi penuh filosofi

Dilangsir dari artikel Nahdlatul Ulama (NU), penggunaan istilah ketupat dalam Lebaran Ketupat tentu tidak hanya sebatas ungkapan kata tetapi memiliki filosofi yang mendasarinya. Kata “ketupat” atau “lupat” jika kita lihat dalam istilah Jawa berasal dari kata “ngaku lepat”, memiliki arti yaitu Mengakui Kesalahan dan “laku papat”, memiliki arti yaitu empat tindakan.

Prosesi ngaku lepat umumnya di implementasikan sebagai bentuk sungkeman seorang anak kepada orang tuanya, sang anak melalui tradisi ini diajarkan untuk senantiasa menghormati orang tua,  patuh, memiliki sifat rendah hati dan tidak sombong/angkuh, dan selalu mengharapkan ridho dan bimbinganya. Filosofi ini mengungkapkan bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anakanya.

Prosesi ngaku lepat  tidak hanya sebatas hubungan antara anak dan orang tua jika kita membuka cakrawala yang lebih luas maka akan tersirat makna yang jauh lebih dalam yaitu ungkapan permohoman maaf kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakt muslim lainya, dengan begitu umat islam dituntun untuk mau mengakui kesalahannya baik di sengaja maupun tidak disengaja dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan melalui sebuah “ketupat”.

Sedangkan Laku Papat diartikan kedalam empat istilah, yakni Lebaran, Luberan, Leburan, dan Laburan. Lebaran memiliki arti usai dan berakhir yang menandakan berakhiranya masa berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan dan kesiapan menyambut kemenangan di hari yang fitri. Luberan memiliki makna yaitu melebur atau melimpah, istilah ini memiliki filosofi yaitu membagikan keberkahan yang ada pada orang yang lebih membutuhkan seperti anak yatim piatu atau pun fakir miskin, dengan membahagiakan mereka diharapkan dapat membantu perekenomian mereka.

Istilah Leburan memiliki arti yaitu habis dan melebur yang memiliki filosofi yaitu momen untuk saling melebur dosa dengan saling memaafkan satu sama lain ditengah momen yang suci dan fitri sekaligus untuk menyambung tali silaturahmi yang sempat terputus. Sedangkan Laburan yang berasal dari kata labur atau kapur. Kapur merupakan zat padat bewarna putih yang juga bisa menjernikan zat cair, dari hal ini filosofi yang dapat dipahami bahwa proses Laburan merupakan proses untuk menjernikan hati seorang muslim yang haruslah kembali jernih nan putih layaknya sebuah kapur. Karena itu merupakan simbol kerjenihan dan kesucian hati yang sebenarnya.

Merawat tradisi 

Pandemi covid-19 tentu saja membawa dampak bagi kita masyarakat Indonesia yang terutama masih memegang tradisi dari leluhur-leluhur kita, didalam situasi lebaran seperti ini yang serba keterbatasan, kita harus dapat melestarikan dan mempertahankan tradisi, hal ini dikarenakan ditengah geliat revolusi industri 4.0 dan juga perkembangan teknologi dan informasi semakin masif, maka diperlukan usaha-usaha untuk melestarikan dan mempertahankan tradisi yang ada, agar generasi muda di masa mendatang tidak lupa akan asal-usul leluhur dan tradisi yang ada dilingkung masyarakat sekitar terutama masyarakat jawa.

dityarismawan
dityarismawan
Mahasiswa S2 Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas Maret,
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.