Kamis, April 25, 2024

Menyikapi Kisah Israiliyat dalam Tafsir Al Qur’an

Muhammad Sulaiman Hasyim
Muhammad Sulaiman Hasyim
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadits Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Israiliyat adalah suatu kisah yang dinukil dari orang Bani Israil, baik yang beragama Yahudi atau Nasrani. Dan sebagian besar berasal dari masyarakat Yahudi. Mungkin diantara kita tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah ini serta sering mendengar atau bahkan membaca kisah kisah dan cerita para Nabi yang muatannya berisi kisah Israiliyat.

Sejarah awal mula atau cikal bakal munculnya kisah israiliyat adalah karena beberapa kitab yang diturunkan sebelum Al Qur’an, seperti Taurat dan Injil yang merupakan kitab dari umat Yahudi dan Nasrani itu ternyata memiliki beberapa kisah yang mirip seperti dalam Al Qur’an.

Hanya saja yang membedakan hanyalah dari segi cara pengungkapan kisahnya saja, yaitu jika Al Qur’an menjelaskan suatu peristiwa secara ekstensif, maka Taurat dan Injil menjelaskan suatu kisah dan peristiwa secara detail dan terperinci seperti pelakunya, serta waktu, dan tempat suatu peristiwa tersebut terjadi.

Pendapat dan Sikap Ulama’ tentang Israiliyat

Banyak kisah kisah Israiliyat yang dapat kita jumpai di berbagai kitab tafsir, biasanya sebagai pelengkap tafsir yang mereka sampaikan. Hanya saja, para ulama tidak sependapat dalam menyikapi Israiliyat.

Sebagian ulama’ ada yang banyak membawakan berita israiliyat, besrta sanadnya, seperti Imam Ibnu Jarir At Thabari. Namun sebagian juga ada ulama’ yang banyak membawakan berita Israiliyat, tanpa menyebutkan sanadnya.

Juga ada pula ulama’ yang banyak menyebutkan kisah Israiliyat, kemudian beliau memberikan komentar tentang status beritanya yang dhaif atau bahkan mengingkarinya. Dan metode inilah yang sering dilakukan oleh Al Hafidz Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya. Bahkan ada juga ulama’ yang sangat keras dalam mengingkarinya dan tidak menyebutkannya dalam kitab tafsirnya. Seperti Imam Muhammad Rasyid Ridha.

Israiliyat dalam Tafsir Al Qur’an

Kisah Irailiyat yang ada dalam tafsir Al Quran terbagi menjadi 2, ada yang dianggap benar karna tidak bertentangan dengan syariat islam, seperti kisah Nabi Sulaiman menikahi ratu Balqis padahal dalam Al Qur’an tidak menjelaskan mengenai Nabi Sulaiman menikahi ratu Balqis, melainkan bagaimana Nabi Sulaiman memberikan petunjuk agar ratu Balqis berada di jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT.

Dan ada juga yang dipandang tidak benar karena bertentangan dengan syariat islam, tidak didukung oleh Al Quran dan hadits yang sahih atau tidak bisa diterima oleh akal yang sehat. Seperti kisah Nabi Dawud, Ketika Syaikh Nawawi menafsirkan firman Allah QS. Saad ayat 21-24 beliau mengemukakan kisah berikut ini :

“Dan dikatakan bahwa Uriya telah melamar seorang perempuan dan keluarganya telah menerima lamarannya. Kemudian Nabi Dawud melamar perempuan itu ketika Uriyah sedang tidak ada di tempat karena ia sedang melaksanakan tugas berperang. Lalu perempuan itu bersedia  dinikahi oleh Nabi Dawud karena memandang kedudukannya”.

Kisah diatas jelas tidak dapat dibenarkan karena tidak ada dasar yang kuat untuk dijadikan pegangan baik dalam Al Quran maupun hadits, kemudian kisah tersebut juga dapat menodai sifat ‘ismah (terpelihara dari dosa) bagi Nabi Dawud karena orang yang bukan Nabi pun tidak dibenarkan melamar seorang perempuan yang sudah dilamar orang lain, apalagi Nabi Dawud merupakan seorang Nabi dan Rasul pilihan Allah SWT. Dan ternyata, di dalam syari’at Nabi Dawud pun sama dengan syari’at kita yakni diharamkan melamar perempuan yang sudah dilamar oleh orang lain.

Status Kebenaran dan Menyikapi Kisah Israiliyat

Ditinjau dari status kebenarannya, kisah Israiliyat terbagi menjadi 3 macam, yaitu : Pertama, berita yang telah diakui kebenarannya dalam Islam. Adapun yang menjadi acuan atau standar kebenarannya adalah dalil Al Quran atau hadis shahih. Maka berita israiliyat semacam ini boleh dibenarkan dan diyakini.

Adapaun contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 4811 dan Imam Muslim no. 2786, dari Sahabat Ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang pendeta Yahudi yang mendatangi Nabi SAW, seraya mengatakan : “Wahai Muhammad, kami mendengar bahwa Allah menjadikan langit di satu jari dan semua makhluk juga di salah satu jari. Lalu Allah berfirman: “Sayalah Raja.

Mendengar hal ini, Nabi SAW lantas tertawa, sehingga terlihat gigi geraham beliau, karena membenarkan ucapan si pendeta. Kemudian Nabi SAW membacakan firman Allah SWT : “Mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az Zumar ayat 67).

Kedua, berita yang didustakan dalam Islam dan berita semacam ini statusnya adalah batil, tidak boleh dibenarkan dan wajib untuk diingkari. Misalnya, Nabi Isa  adalah putra Allah SWT, atau seperti yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 4528 dan Imam Muslim no, 1435, dari Jabir yang berbunyi :Orang Yahudi mengatakan, jika seorang suami mendatangi istrinya dari belakang maka anaknya nanti juling.”

Kemudian Allah SWT mendustakan anggapan orang Yahudi tersebut dengan menurunkan firman Nya : “Istri kalian adalah ladang bagi kalian, maka datangilah ladang kalian, dari mana saja yang kalian inginkan.” (QS. Al Baqarah ayat 223).

Ketiga, berita yang tidak dibenarkan namu juga tidak didustakan dalam Islam, jadi statusnya berita masih pertengahan (tawaquf), tidak boleh didustakan, karena bisa jadi itu benar, dan juga tidak boleh dibenarkan, karena bisa jadi itu dusta.

Adapaun contohnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 4485, dari Sahabat Abu Hurairah, beliau mengatakan, “Orang ahli kitab membaca Taurat dengan bahasa ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab kepada kaum muslimin.”

Kemudian Nabi SAW bersabda : “Janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakannya, namun ucapkan: Kami beriman dengan kitab yang diturunkan kepada kami (alquran) dan kitab yang diturunkan kepada kalian.”.

Dan pada umumnya, kabar israiliyat ini dalam agama Islam tidak memiliki banyak manfaat yang cukup penting. Hanya sebatas cerita atau dongeng saja, seperti warna bulu anjingnya Ashabul Kahfi, siapa namanya, kisah tentang keluarga nabi nabi masa silam, yang itu jika diketahui, tidak menambahkan amal kita sedikitpun.

Muhammad Sulaiman Hasyim
Muhammad Sulaiman Hasyim
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadits Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.