Kamis, April 25, 2024

Menyemai Paham Sekularisasi dalam Masyarakat Modern

Hery Peasetyo Laoli
Hery Peasetyo Laoli
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Di era modern ini diperkirakan bahwa sekularisasi akan terus pesat dan semakin luas akibat globalisasi dan ditambah lagi kontribusi para pemikir post modernisme yang banyak membawa pengaruh paham nihilisme.

Lalu apa itu sekularisasi? Sekularisasi yang sering kita dengar berasal dari bahasa Latin “saeculum” yang mempunyai dua konotasi, yakni waktu saat ini dan ruang zaman ini yang bisa diartikan bahwa sekularisasi merupakan peristiwa pada zaman ini atau di waktu saat ini atau sekularisasi juga dapat diartikan sebagai “The Temporal World” sebagai lawan dari “The Kingdom of God” yang artinya pembebasan bagi manusia dari agama serta terbebasnya dunia dari unsur yang berkaitan dengan agama.

Maksudnya manusia tidak lagi mengaitkan segala apa yang terjadi kepada hal yang supranatural dan manusia mempunyai kehendak sendiri atas segala yang terjadi pada saat ini bukan mengembalikannya kepada mitos supranatural yang ada dalam agama.

Sekularisasi ditandai dengan berkembangnya akal budi manusia dalam memberikan penjelasan atas berbagai macam realitas yang ada pada kehidupan manusia dan melahirkan aktivitas kritis terhadap agama, yang mana manusia mulai berorientasi pada hal yang duniawi daripada hal yang supranatural dalam agama. Akibatnya pandangan manusia terkait keyakinan terhadap agama mulai berubah ke arah asas ideologi lain yang bersifat sekuler, di mana aktivitas beragama mulai dipandang sebagai pilihan yang bersifat privasi bagi individu manusia.

Sangat perlu bagi masyarakat untuk membedakan istilah sekularisasi dengan sekularisme karena banyak masyarakat awam yang mempunyai pandangan menyamakan istilah sekularisasi dengan sekularisme.

Istilah sekularisme merupakan perluasan berpikir dalam bidang etika yang mendorong prinsip-prinsip kehidupan tentang bagaimana manusia bertindak dalam kehidupan yang modern atau kehidupan saat ini. Sebagai sistem etika, sekularisme mendorong manusia untuk mencari kebaikan dan kebahagiaan melalui kemampuan manusiawi tanpa melibatkan agama yang bersifat adikodrati atau supranatural.

Sehingga, sekularisme dikaitkan dengan paham yang saling berlawanan dengan agama, padalah sekularisasi sendiri memiliki arti netral yang terkadang memang dikonotasikan secara negatif dan vulgar oleh masyarakat fundamentalis.

Istilah sekularisasi menjadi titik kritis dalam wacana saat ini yang menjadi kontroversi, padahal akar kontroversi tersebut terletak pada masalah semantik dalam memaknai arti, di mana arti sekularisasi sendiri sebenarnya merujuk pada sifat keterbukaan manusia dalam proses sejarah yang berkisar pada ruang dan waktu, berbeda dengan sekularisme yang bersifat tertutup dan tanpa dasar agama.

Agama dan sekularisasi sering menjadi sebuah masalah yang tidak dapat disinergikan, padahal jika keduanya dilihat secara proporsional dan dalam kaca mata objektif maka akan melahirkan produktivitas dan kreativitas hidup manusia yang beragama. Masalah tersebut jika dilihat dalam latar belakang historis dan sosio-kultural, di mana sekularisasi yang tumbuh di peradaban Barat yang memiliki kemajuan dan kebebasan berpikir dapat diterima.

Berbeda halnya dengan peradaban yang ada di Timur yang budaya kebebasan berpikirnya hanya mampu diperoleh oleh orang-orang yang mengenyam pendidikan tinggi. Orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, tidak bebas dalam pemikirannya, dan sekularisasi hanya dihadapkan pada persoalan yang sensitif dengan agama, sehingga yang terjadi hanya benturan ideologis terlebih jika diterapkan melalui sistem pemerintahan yang sekuler, negara Turki bisa menjadi representasi masalah ini.

Pandangan pemikiran di Barat merupakan refleksi dari apa yang terjadi dalam masyarakat saat ini, dan tentunya berbeda dengan cara pandang pemikiran di Timur yang selalu berangkat dari keyakinan agama, sehingga sekularisasi dianggap anti tesis dari agama dan memiliki konotasi yang negatif.

Perbedaan pandangan tersebutlah yang menjadi permasalahan dalam memandang sekularisasi. Di Barat sekularisasi ditempatkan pada usaha menempatkan potensi yang ada dalam diri manusia yang dibarengi dengan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa harus terhalang pada doktrin agama, sehingga sekularisasi berjalan dengan aman.

Sedangkan di Timur sekularisasi selalu diidentikkan dengan kontradiktif yang ada dalam agama, sehingga menempatkan peradabannya hanya pada rute stagnan dan terbelakang akibat tradisi yang telah lama mengakar. Padahal sekularisasi sendiri merupakan bentuk dari pembebasan manusia atas agama yang sifatnya duniawi bukan sakral.

Modernisasi dan sekularisasi merupakan sebuah prestasi besar bagi peradaban Barat, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berkembang pesat, sehingga membawa paradigma baru untuk martabat manusia secara universal. Paradigma tersebut mengakui otonomi dan kesamaan semua orang sebagai manusia, hormat pada hak asasi, penghapusan hukum yang sifatnya brutal, pelarangan terhadap penyiksaan terhadap manusia, kebebasan berpikir dan beragama, toleransi religius, demokrasi, keadilan sosial, solidaritas baik nasional maupun internasional, serta pengakuan martabat manusia segenap orang dan lain-lain.

Dari kaum agama yang multikultur maupun kaum sekuler diharapkan kesediaan untuk berkomunikasi dan berdialog serta saling belajar satu sama lain. Masyarakat sekuler harus dimengerti sebagai hasil dari proses belajar pada tradisi pencerahan maupun tradisi agama akan keterbatasan masing-masing dari mereka.

Fanatisme yang berlebih terhadap agama perlu untuk dihindari dengan cara terbukanya kritik akal budi. Namun, masyarakat sekuler pun perlu menyadari bahwa rasio dapat membawa pada patologi modernitas seperti totalitarianisme modern, perang dunia, materialisme, dan lain sebagainya.

Sedangkan Masyarakat beragama dituntut untuk menempatkan diri secara tepat dan cepat agar tidak jatuh ke paradigma lama, di mana agama secara mutlak menentukan kehidupan manusia. Tanpa kehilangan identitas religiusnya, kaum agamawan dituntut untuk mengembangkan perspektif yang tidak eksklusif dalam kehidupan bermasyarakat.

Sekularisasi sendiri merujuk pada kondisi sekaligus tantangan bagi berbagai kelompok sekuler maupun agama yang multikultur untuk saling belajar satu salam lain, sehingga masing-masing pihak dapat menempatkan diri dan memainkan peran yang tepat dalam zaman modern ini. Karena terdapat dua jebakan yang harus dihindari, yakni jebakan sekularisasi dengan menyingkirkan agama ke dunia privat dan jebakan radikalisme atau absolutisme agama yang terlalu memaksakan ajarannya menjadi peraturan publik.

Oleh karena itu, diharapkan keduanya dapat saling belajar dan menghargai antar penganut yang berbeda serta mengakui martabat manusia dan hak asasi manusia yang sifatnya bukan semu lagi dan menciptakan toleransi untuk keduanya.

Hery Peasetyo Laoli
Hery Peasetyo Laoli
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.