“Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar maka menulislah”. Begitulah pesan Imam Ghozali. Kata; Menulislah. Seperti yang dipesankan Imam Ghozali, saya berpendapat, pesan tersebut ada pesan tersirat, yaitu pesan untuk belajar. Karenanya, untuk menulis tentunya memerlukan “tabungan” pengetahuan. Hal itu bisa dihasilkan dari belajar/membaca.
Kuncinya dibelajar/membaca. Pesan tersebut sesuai wahyu pertama; Iqro’ yang artinya membaca. Jelas sudah, membaca adalah “perintah”. Kembali ke pesan Imam Ghozali, perihal; Menulislah. Dengan menulis, penulis dapat menyampaikan sebuah pemikiran yang dapat mempengaruhi pembacanya. Sayyid Quthb mengatakan satu peluru bisa menembus satu kepala, tetapi satu tulisan bisa menembus seribu atau lebih kepala.
Membaca dapat menambah wawasan. Luasnya wawasan dapat membantu lahirnya tulisan. Ada hubungan erat antara membaca dengan lahirnya tulisan. Posisi membaca menjadi dasar dari lahirnya tulisan. Sehingga, membaca menjadi keharusan setiap manusia untuk membuka cakrawala. Meskipun, nantinya akan melahirkan tulisan atau sekadar untuk menambah wawasan. Itu persoalan lain.
Pentingnya membaca, berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia yang menurut hasil studi “Most Littered National In the Word” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Berdasarkan hasil survey Lembaga United Nations Education, Scientific, and Cultural Organization ( UNESCO) minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, Cuma 1 orang yang rajin membaca.
Kondisi ini sungguh ironis. Di era millenial, dimana informasi mengalir deras dan minat baca yang rendah berbahaya dalam menyikapi informasi yang beredar. Tingkat baca yang rendah rentan dengan mudahnya termakan isu, tanpa ada keinginan untuk mengkaji kebenaran atas isu tersebut. Di media social Indonesia menempati posisi ke-4 setelah India (195,16 juta), Amerika (191,3), Brazil (90,11). Sayangnya, tingginya pengguna media social masyarakat Indonesia menempatkan pengguna media social dengan kata kunci hoax tertinggi, sebanyak 104.374, (baca: lini twitter).
Fenomena ini perlu perhatian berbagai pihak. Tugas bersama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran literasi. Gerakan sadar literasi perlu digalakkan untuk menumbuhkan masyarakat yang cerdas menanggapi informasi dan memproduksi informasi yang menyerdaskan. Menumbuhkan sadar literasi menjadi hal penting dan mendesak, jika ingin merasakan hasilnya seperti yang dirasakan Firlandia.
Menyambut Indonesia Emas 2045. Gerakan sadar literasi tidak bisa ditawar lagi untuk membangun generasi yang sanggup bersaing secara global mencintai budaya local, memiliki kecakapan intelektual, sehat dan menyehatkan dalam interaksi dengan lingkungan, berbudi luhur, produktif dalam hal positif, inovatif, serta damai dalam interaksi social.