Dikhawatirkan peserta didik kesulitan beradaptasi terus dengan sistem yang gonta-ganti. Sebab, orientasi program pendidikan yang dibawakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru cenderung berubah lagi. Karena memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda menyebabkan pembentukan sistem pendidikan terdekonstruksi.
Jika disadari, arah sistem pendidikan memiliki dampak besar bagi peserta didik mendatang. Karena pendidikan merupakan penentu nasib anak bangsa. Sebab, pendidikan adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sumber pengetahuan dan keterampilan. Oleh karenanya, sistem pendidikan di Indonesia menentukan berkembangnya peradaban bangsa.
Kita semua tahu bahwa sistem pendidikan di Indonesia selalu berubah-ubah memiliki orientasi yang berbeda dalam setiap program yang dibawa Menteri Pendidikan baru. Nadiem Makarim sebagai Mendikbud pada Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma’ruf tahun 2019 pun juga begitu.
Nadiem Makarim lebih menfokuskan program pendidikan dengan adopsi teknologi untuk menyongsong Indonesia menuju masyarakat industri. Teknologi disisipkan dalam sistem pendidikan sebagai metode pembelajaran. Tak hanya itu, peserta didik juga diwajibkan dibekali kemampuan pemrograman. Sehingga mengorientasikan pendidikan sebagai bekal agar bisa bekerja secara terspesialiasi.
Teknologi dinilai sebagai unsur yang tidak bisa dilepaskan dari negara maju. Maka, jika Indonesia ingin menjadi negara maju adopsi teknologi sangatlah penting. Bahkan, inovasi penciptaan teknologi baru juga harus digalakkan.
Pendidikan yang dibawakannya menempatkan prinsip kolaborasi menjadi hal utama dimiliki setiap orang. Pengetahuan yang luas hanya sekedar menjadi pengetahuan semata, apabila tidak dipraktikkan dan dikolaborasikan
Hal ini dibuktikan dengan langkahnya dalam menghapuskan Ujian Nasional (UN). Karena ujian seperti itu hanya penghafalan materi saja, melainkan yang seharusnya berisi pembelajaran. Menurutnya, kedua hal itu memiliki maksud yang berbeda. Sehingga nantinya UN akan digantikan dengan assessment kompetensi.
Dengan begitu, keterampilan dan kemampuan tidak lagi dinilai dari segi kemampuan berpikir saja. Melainkan juga softskill, terutama kemampuan bekerja sama atau kolaborasi.
Fokus Sistem Pendidikan
Berbeda dengan menteri sebelumnya yaitu Muhadjir Effendy yang lebih memfokuskan programnya pada pemerataan dan aksesbilitas pendidikan. Sebenarnya inilah yang masih menjadi PR bagi bangsa Indonesia. Seluruh penduduk Indonesia belum bisa mendapatkan akses pendidikan, jauh dari kata layak. Apalagi pendidikan berkualitas dan berbasis teknologi. Bagi daerah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) bisa jadi belum tersentuh sama sekali.
Meskipun mengutamakan adopsi teknologi, seharusnya menaruh perhatian pada daerah yang tertinggal juga harus diperhatikan. Karena sesungguhnya Indonesia itu sangat luas dengan berbagai pekerjaan rumahnya. Tidak hanya terdiri dari Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Bahkan terkesan Javacentris.
Berdasarkan data BPJS terupdate pada Februari 2018 jumlah Angkatan Kerja (AK) dari umur 15-60+ tahun sebesar 133.939.099 dengan jumlah pengangguran 6.871.264. Sedangkan Pengangguran Terbuka yang tercatat pada 23 Januari 2019 menunjukkan data pengangguran dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan SD, SLTP, SLTA Umum, dan Kejuruan sebanyak 5.691.422 serta Akademi & Perguruan Tinggi sebanyak 950.533.
Dari data tersebut menunjukkan tingkat pengangguran yang cukup tinggi meskipun sudah bisa mengakses pendidikan wajib belajar 12 tahun. Lalu, bagaimana nasib yang tidak mengakses pendidikan sama sekali? Meskipun bisa bekerja, tetapi tidak secara terspesialisasi dan tidak dibekali pengetahuan yang cukup. Pada akhirnya hanya menjadi pekerjaan buruh lepas yang mengandalkan fisik semata.
Output
Hasil penerapan sistem pendidikan tidak bisa diukur dalam jangka waktu yang pendek. Melainkan butuh waktu lama untuk menilai seberapa berhasil suatu sistem pendidikan. Karena setiap peserta didik yang mendapatkan paparan pendidikan berjenjang tidak secara instan langsung bekerja. Membutuhkan jeda waktu yang lama hingga mampu merampungkan seluruh pendidikan yang ditempuh.
Hal buruk akan terjadi apabila pada jenjang pendidikan yang diselesaikan seorang peserta didik mengalami pergantian sistem pendidikan. Apalagi diperparah dengan sistem pendidikan uji coba. Sistem pendidikan yang sebenarnya belum matang diterapkan secara gegabah diubah. Justru hal inilah yang justru merusak karakter peserta didik.
Karena setiap sistem pendidikan yang berbeda memiliki cara pengajaran yang berbeda pula. Sehingga cara belajar peserta didik akan sangat dipengaruhi. Cara belajar yang harus mengikuti sistem pendidikan akan merubah orientasi atau cara pandangnya dalam menempuh pendidikan.
Seharusnya pendidikan di Indonesia bisa berjalan sesuai tingkatannya. Sekolah Dasar sebagai tahap memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan dan membentuk logika siswa. Sekolah Menengah Pertama sebagai tahap pengenalan bakat dan keterampilan. Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Kejuruan sebagai tahap memperdalam keterampilan. Akan lebih baik lagi apabila dilanjutkan hingga tahap sekolah tinggi atau universitas yang bertujuan untuk memperdalam keilmuwan.
Sistem Pendidikan Terarah
Kesinambungan pemerintah dalam menentukan sistem pendidikan melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus saling melanjutkan program. Sistem pendidikan yang berjalan harus memiliki orientasi yang sama, sehingga bisa berjalan secara maksimal. Karena nasib bangsa ke depan bukanlah uji coba, memiliki tekad dan kepastian.
Pergantian kekuasaan dan jajaran pemerintahan tidak dijadikan alasan untuk mengubah orientasi memajukan bangsa. Sistem pendidikan harus berkesinambungan dan melihat urgensi bangsa. Selain akan berjalan sesuai tujuan, menciptakan output generasi berpendidikan juga tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial sesuai yang tertuang dalam Pancasila sila ke-5 yang berbunyi,”Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Mandat negara untuk memberikan kesempatan pendidikan yang layak juga diamanahkan melalui Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karenanya, sungguh besar tanggungjawab mengemban tugas sebagai pemerintah mewujudkan Indonesia beradab.
Program pemerintahan yang baru harus berisi evaluasi dan rancangan yang dianggap relevan dengan waktu. Dengan begitu, program memang harus bersifat kebaharuan tanpa mengabaikan program sebelumnya. Artinya ada keterkaitan antara keduanya. Sebab sistem pendidikan merupakan sebuah proses pembelajaran yang tidak bisa dipotong atau diganti secara kontras.
Seluruh masyarakat Indonesia harus bisa mengakses pendidikan memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang terspesialisasi untuk menghadapi kemajuan zaman. Pada zaman beradaban seseorang tidak dituntut mampu dan tahu segala hal, tetapi memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dominan secara maksimal. Ketika mampu berkolaborasi dengan banyak orang akan menghasilkan hasil yang jauh lebih besar.