Jumat, April 26, 2024

Menteri Nasir dan Wacana Dosen lulusan S1, Masalah atau Solusi?

Akhir – akhir ini, kita dikagetkan dengan wacana kebijakan kemenristekdikti tentang pengangkatan dosen lulusan S1. Wacana tersebut disampaikan oleh Menristekdikti, Mohammad Nasir di kompleks istana Kepresidenan, Jakarta, Jum’at (25/8/2017)

Mohammad Nasir mengemukakan bahwa regulasi tersebut diperlukan karena banyak Universitas yang memiliki dosen lulusan S1 namun dapat memberikan pendidikan yang berkualitas bagi mahasiswa. Aturan ini diyakini tidak bertentangan dengan UU Guru dan Dosen. Sebab, ruang lingkupnya berbeda.

Program Magister tak berguna?

Pengangkatan dosen lulusan S1 sebenarnya merupakan hal yang penting untuk dilakukan di pendidikan tinggi kita. Pasalnya, menurut Ali Ghufon Mukti, Senin, (5 juni 2017) di Indonesia sedang mengalami krisis dosen di perguruan tinggi sehingga menimbulkan masalah baru yaitu banyaknya dosen lulusan S1 yang direkrut perguruan tinggi sampai 34.393 persen. Di sisi lain, dosen lulusan S1 menurut Nasir banyak yang memiliki sertifikat seperti internasional maritime organization atau organisasi maritim dunia dari AS.

Karena, dosen S1 tersebut dapat dimungkinkan memiliki kompetensi yang sesuai dengan level 9 yang setara dengan lulusan doktor dalam Kerangka Kualiafikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diatur dalam Perpres No 8 tahun 2012.  Hal ini membuktikan bahwa dosen lulusan S1 mungkin jauh lebih baik dibandingkan dosen lulusan S2. Namun, rencana tersebut akan membuat para lulusan magister tidak bisa diandalkan.

Realitas di lapangan, para lulusan S2 setiap tahunnya selalu berkompetisi untuk menjadi dosen di setiap perguruan tinggi. Belum lagi, didapati para sarjana muda yang berprestasi dalam akademik yang memiliki kesempatan mendapatkan beberapa beasiswa seperti LPDP, PMSDSU, dan lainnya baik di dalam negeri maupun luar negeri yang tidak sedikit berkeinginan mengabdi di perguruan tinggi. Sebagai konsekuensi logis bahwa akan ada penyusutan animo masyarakat untuk melanjutkan pendidikan Strata 2.

Efektifkah langkah ini?

Keputusan tersebut dinilai tepat sebagai rencana pemenuhan dosen di perguruan tinggi yang diprediksi menurut catatan kemenristekdikti yang dilansir oleh news okezone selasa (6 juni 2017) setiap tahunnya ada 1.500 dosen yang pensiun. Jika dihitung pada tahun 2021 maka aka nada 6000 dosen yang pensiun. Pengangkatan dosen lulusan S1 dikhawatirkan akan menimbulkan kekosongan pada program Magister atau pascasarjana di bidang studi yang dibutuhkan. Misalnya program studi seni  sebagaimana yang dicontohkan Nasir.

Kekhawatiran ini muncul disebabkan adanya potensi dosen yang sudah mengajar dengan gelar S1 nya tidak mau lagi untuk melanjutkan ke jenjang Strata 2 karena banyak dari kalangan profesional yang sibuk dengan aktivitasnya. Kita tahu bahwa adanya 2 tugas yang harus ia lakukan jika pengangkatan dari kalangan profesional yaitu tugas profesi sebagai dosen dan sebagai profesional. Padahal, tugas dosen tidaklah hanya memberikan pengajaran semata, namun melakukan tri dharma perguruan tinggi yang mencakup pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat serta melakukan beban kerja dosen yang sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi. Alasan lain yaitu para sarjana muda pada bidang studi yang dibutuhkan merasa enggan melanjutkan ke jenjang magister dan doktor karena menganggap gelar S1-nya sudah bisa menjadi dosen.

Rendahnya animo dosen S1 untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh pada tujuan utama pemerintah yakni pemenuhan idealitas lulusan doktor dan memperbanyak guru besar. Ditambah lagi, publikasi ilmiah yang – menurut  nasir dalam musyawarah kerja nasional, kamis, (30 maret 2017) dosen juga harus meningkatkan hasil riset dan publikasi ilmiah untuk memberikan sumbangsih bagi penyebaran ilmu pengetahuan. Pertanyaanya, sanggupkah kalangan profesional melakukan tugas yang dibebankan untuk menjadi dosen?

Memang, tujuan pengangkatan dosen S1 ini yaitu untuk menjembatani administrasi dosen. Dengan begitu, secara legal formal dosen tersebut bisa leluasa untuk mengakses dan berkarir di pendidikan tinggi. Namun, yang mejadi perhatian adalah apakah nanti tidak membahayakan kampus jika mengambil dari kalangan profesional bidang ilmu politik yang kebanyakan dipenuhi oleh para politisi.

Selanjutnya, Wacana pengangkatan dosen S1 yang akan diatur oleh Perpres secara otomatis akan menggantikan peraturan edaran dikti nomor 01/M/SE/III/2017 yang memberlakukan pencabutan tunjangan dosen atau penuruan jabatan menjadi tenaga kependidikan. Akibatnya, Dosen yang selama ini dalam catatan kemeristekdikti tahun lalu yang masih bergelar S1 berjumlah 50 ribu orang akan mengalami stagnansi dalam pengembangan keilmuan karena dorongan untuk meningkatkan kualifikasi akademik akan terhapus.

Terakhir, Kampus yang akan merekrut dosen tetap dari kalangan profesional jelas  akan terdorong untuk memberikan honor yang lebih banyak dibandingkan dengan dosen yang lain. Misalnya saja dari kalangan pebisnis profesional yang memiliki banyak usaha yang sifat pekerjaanya berbeda, yaitu antara pekerja (dosen) dan wirausaha (pebisnis). Pertanyaannya, apakah nantinya tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial diantara dosen dari akademisi dan dosen dari profesional karena statusnya sama yakni profesi dosen.

Berdasarkan paparan diatas, wacana kebijakan kemenristekdikti sebenarnya merupakan terobosan baik. Namun, perencanaan rumusan regulasi pengangkatan dosen S1 memerlukan pengkajian yang dalam baik dari sisi manfaat dan dampaknya kepada semua orang yang terlibat di dalamnya, terutama mahasiswa yang nantinya akan berkontribusi pada pembangunan Bangsa dan Negara.

Pengangkatan dosen S1 ini diharapkan dapat meminimalisir masalah pendidikan tinggi kita tanpa mengurangi kualitas outcome mahasiswa. Sebab, tujuan paling utama yang harus dapat dicapai yakni meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia. Jangan sampai pengangkatan dosen ini menyasar pada tujuan jangka pendek yang malah justru akan manjadi anacaman besar di masa mendatang. Karena jika demikian itu terjadi, para generasi mudalah yang akan menjadi taruhannya. Wallahu’alam

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.