Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2018 adalah sebesar 5,17 persen. Angka ini lebih rendah 0,23 persen dibandingkan target pemerintah melalui APBN 2018 yakni sebesar sebesar 5,4 persen.
Angka pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen tersebut adalah hasil akumulasi dari empat kuartal di tahun 2018, yakni kuartal I sebesar 5,06 persen, dan mengalami kenaikan sebesar 5,27 persen pada kuartal II, kemudian mengalami penurunan pada kuartal III sebesar 5,17 persen dan kembali mengalami kenaikan sebesar 0,01 persen menjadi 5,18 persen pada kuartal IV.
Angka pertumbuhan sebesar 5,17 persen tersebut juga lebih baik jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, dimana masing-masing adalah sebesar 5,04 persen pada tahun 2016 dan dan tahun 2017 adalah sebesar 5,07 persen.
Struktur perekonomian penopang pertumbuhan ekonomi secara regional masih didominasi oleh Pulau Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 58,48 persen, kemudian Pulau Sumatera diposisi kedua dengan kontribusi sebesar 21,58 persen, dan posisi ketiga adalah Pulau Kalimantan yakni sebesar 8,20. Sementara pulau-pulau lain yakni Sulawesi, Maluku dan Papua masing-masing berkontribusi sebesar 6,22 persen dan 6,69 persen.
Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan sepanjang tahun 2018 diantaranya adalah sektor lapangan usaha jasa lainnya yang mencapai angka pertumbuhan sebesar 8,99 persen. Sementara sektor dengan pertumbuhan terkecil adalah sektor informasi dan komunikasi yakni sebesar 0,36 persen.
Faktor-faktor eksternal, kembali disebut sebagai faktor utama yang mengakibatkan melesetnya target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2018. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah gejolak ekonomi global, Bank Sentral AS yang mengambil kebijakan menaikkan suku bunga acuan, serta perang dagang AS dengan China.
Menjaga Pertumbuhan
Terlepas dari itu, penurunan sebesar 0,23 persen jika dibandingkan dengan target dalam APBN harus tetap kita apresiasi. Hal ini sekaligus mengambarkan kinerja sektor perekonomian nasional yang cenderung stabil di tahun politik. Padahal diketahui, bahwa di tahun politik, banyak kalangan yang cukup khawatir akan kinerja perekonomian, khususnya menyangkut denga resiko-resiko atas investasi asing yang akan dan sudah menanamkan modalnya di Indonesia.
Fakta lain yang cukup mengembirakan adalah mengenai penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Menurut data BPS, pada Maret 2018, tingkat kemiskinan di Indonesia tercatat sebagai yang terendah sepanjang masa, yaitu sebesar 9,82 persen. Begitu juga dengan pengangguran terbuka yang hanya 5,13 persen. Artinya, jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang sekitar 630.000 orang menjadi 25,95 juta orang pada Maret 2018 dari periode sebelumnya yakni sebanyak 26,58 juta orang pada September 2017.
Dengan demikian, kinerja perekonomian dengan indikator pertumbuhan ekonomi sudah berjalan pada rel yang seharusnya, karena kinerja pertumbuhan ekonomi berdampak secara langsung terhadap pengurangan angka kemiskinan.
Artinya, program-program unggulan dan prioritas pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, penguatan ekonomi dan infrastruktur pedesaan melalui alokasi dana desa, kebijakan dan program pengendalian inflasi dalam rangka menjaga daya beli masyarakat, bauran kebijakan pengendalian inflasi baik yang dikeluarkan oleh Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, BI dan instansi-instansi lainnya, sudah berjalan efektif untuk menguranggi angka kemiskinan.
Dalam konteks yang demikian, program tersebut telah mendorong peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dari kelompok masyarakat miskin untuk memperbesar kesempatan guna berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi, yang hasilnya adalah memperbesar laju penurunan kemiskinan.
Maka, menjaga konsumsi dan daya beli masyarakat kelas menengah yang terus mengalami pertumbuhan baik secara jumlah maupun secara kualitas, diyakini akan mampu menjaga dan mempertahankan konsumsi kelompok ini guna menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Pasalnya kelompok masyarakat bawah dan miskin sudah cukup terjaga melalui bauran kebijakan sebagaimana yang sudah dikemukakan tersebut di atas.
Strategi menjaga daya beli kelas menengah dapat dilakukan melalui menjaga stabilitas harga barang dan jasa termasuk bahan pangan dan jasa pariwisata dan kuliner. Karena kontribusi konsumsi dan belanja kelas menengan pada sektor ini memiliki porsi yang cukup besar.
Dan hal yang tidak boleh dilupakan adalah terus menjamin terciptanya lapangan kerja seluas-luasnya, serta memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan secara merata. Semua ini akan berimbas pada stabilitas konsumsi bahkan berpotensi mendorong pertumbuhan konsumsi sektor rumah tangga.
Mendorong Pertumbuhan
Pelung sekaligus tantangan pemerintah di tahun 2019 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi paling tidak harus dilakukan pada dua aras utama, yakni meningkatkan kinerja ekspor serta investasi pada sektor-sektor produktif seperti industri manufaktur dan pangan. Ini cukup berasalan, pasalnya kontribusi ekspor sektor pengolahan dan industri manufaktur dalam 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan trend peningkatan.
Tahun 2018 kontribusinya adalah adalah sekitar USD 135 miliar, atau meningkat sebesar 8 persen jika dibandingkan dengan tahun 2017 yakni sebesar USD 125 miliar. Sementara tahun 2016 adalah sebesar USD 109,7 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 75,6 persen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun yang sama.
Dengan demikian, pekerjaan rumah pemerintah dalam rangka terus mendorong pertumbuhan ekonomi adalah menyangkut perbaikan kinerja ekspor nasional. Sebagaimana diketahui bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2018 adalah sebesar USD 8,57 miliar. Memperbaiki kinerja ekspor harus menjadi prioritas pemerintah di tahun 2019 sekaligus untuk mendorong kinerja perekonomian nasional.
Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kinerja ekspor antara lain ; (1) memperkuat perjanjian kerjasama baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara-negara tujuan ekspor, sehingga terbangun ikatan dan kerjasama yang kuat tanpa terpengaruh kondisi ketidakpastian global.
(2) mendorong para pelaku usaha untuk menggalakkan investasi dinegara tujuan agar fasilitasi perdagangan semakin lancar. Beberapa bentuk investasi yang dapat dilakukan tersebut yakni membangun sarana pergudangan, dan membangun pabrik pengemasan. (3) Meningkatkan perjanjian kerjasama regional dan antar kawasan untuk menciptakan negara-negara penghubung agar ekspor Indonesia dapat menjangkau negara-negara dalam kawasan atau regional tersebut.
Dampak dari kebijakan ini adalah menekan biaya distribusi serta penguatan dalam perjanjian multilateral yang final dan mengikat. (4) mendorong munculnya pengusaha-pengusaha muda nasional dengan skala internasional untuk membuka jaringan dan jalan utamanya dinegara-negara non tradisional. Jika kesemuanya jal tersebut di atas dapat dijalankan secara sinergis, diyakini bahwa target pertumbuhan ekonomi 2019 dalam APBN sebesar 5,3 persen bukan mustalil untuk diraih.