Di era serba digital dan internet ini, siapa sih yang tidak kenal meme? Meme internet, atau lebih dikenal sebagai meme (baca: mim) diperkenalkan oleh Richard Dawkins (1976) dalam bukunya, “The Sefish Gene” yang mendefinisikan meme sebagai ide, gagasan, dan pola perilaku yang menyebar melalui proses imitasi yang terjadi secara viral melalui bentuk visual.
Meme mengimitasi (atau menyitir) sebuah fenomena sosial ke dalam bentuk visual (misal gambar, video, atau format gif) untuk kemudian disebarkan secara viral— utamanya di media sosial. Gambar-gambar diedit kemudian ditambahkan caption ini lantas menjadi fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, para netizen.
Generasi muda menjadikan internet sebagai salah satu platform untuk menyampaikan kritik, bahkan statement terhadap wacana sosial tertentu. Saat ini, meme dapat dikatakan telah bertransformasi menjadi bentuk budaya populer yang cukup mempengaruhi kehidupan masyarakat (garis miring netizen).
Meme Sebagai Humor Politik
Meme bukan sekadar lelucon belaka. Ia kini telah bertransformasi menjadi cara berkomunikasi di antara para netizen. Salah satunya, meme bermuatan politik yang mampu menjadi salah satu cara mengekspresikan pandangan seseorang terhadap konteks politik tertentu dengan cara ringan, cenderung humor, tapi tetap tidak melupakan esensi dari konten meme sebagai kritik sosial.
Meme politik menawarkan cara kritik yang segar, mudah dimengerti (sebab seringkali hanya berupa sitiran gambar dan caption singkat), menghibur, bahkan seringkali bikin geleng-geleng kepala. Lewat meme, humor politik tersaji cerdas, segar, dan lugas.
Meme sebagai bentuk humor politik memiliki peran penting untuk menghadirkan kritik politik secara kolektif yang “pedas”, tetapi tidak lantas ofensif— apalagi dianggap persekusi. Karakter meme sebagai humor politik mampu mengemas kritik dan tabu. Meme tumbuh menjadi medium yang digunakan untuk menyebarkan suatu diskursus politik melalui humor dan satire.
Merespon Perkembangan Politik Lewat Meme
Di Indonesia, meme politik boleh dibilang cukup responsif terhadap perkembangan fenomena politik terkini. Meme, melalui penyebarannya yang masif menjadi salah satu sarana penyebaran informasi/ berita politik dengan cepat. Setiap ada pemberitaan politik yang patut menjadi bahan diskusi, saat itu pula meme terkait akan dengan cepat menyebar dalam berbagai bentuk, rupa, desain, dan cara.
Mengedit gambar visual lalu kemudian ditambahkan caption sesuai dengan fenomena yang sedang di bahas menjadi salah satu cara untuk menanggapi situasi politik secara cepat. Apalagi, meme politik disajikan dalam bentuk visual sederhana yang cepat dimengerti oleh orang-orang.
Saya pikir, meme politik mampu menjadi introduksi bagi orang-orang untuk memahami situasi politik terkini. Sebab, itu berarti informasi politik tidak terbatas hanya bisa didapatkan melalui berita/ulasan dalam bentuk tulisan di media massa, tidak pula harus menunggu terbitnya surat kabar harian, atau misalnya menonton berita di televisi.
Gawai menjadi kunci utama pembuka gerbang pemberitaan politik yang up-to-date. Meme dilihat bukan hanya sebagai ekspresi humor kolektif saja, melainkan lebih dari itu, menjadi refleksi atas fenomena sosial yang terjadi sehari-hari dalam masyarakat kita, seperti demokrasi, sosial, dan politik.
Meme politik yang seringkali viral menjadi celah untuk menyebarkan suatu fenomena politik dengan sangat cepat. Meme politik acapkali disebarkan melalui berbagai platform sosial media, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp Group, Line, dsb. Fitur “share”, “retweet”, screen capture, dsb. pun turut membuat penyebaran meme di sosial media semakin masif.
Konsep anonomitas dalam meme politik juga turut membantu meme untuk terus disebarkan, sebab ia seolah dianggap sebagai folk culture— kebudayaan milik bersama yang secara tidak langsung menciptakan pernyataan kolektif atas fenomena politik tertentu di masyarakat. Sifat anonimitas meme membuatnya mengalami duplikasi dan reduplikasi yang saling tumpah tindih, sehingga penyebarannya di dunia digital semakin meluas.
Membuka Ruang Alternatif Belajar Politik Lewat Meme
Menariknya, kehadiran meme yang mengedepankan visualisasi tambal sulam caption dalam gambar ini seringkali dihadirkan secara kontekstual dalam diskusi politik yang dilakukan di sosial media, dan disampaikan secara kolektif oleh para netizen. Yang menarik, Bratich (2014) dalam artikel yang ditulis oleh Sandy Allifiansyah menyebutkan kekompakan kolektif para netizen ini dapat dikatakan sebagai gerakan sosial virtual (virtual cyberactivism).
Kesamaan ide para netizen menimbulkan perang tanda di media baru untuk menentang sebuah kebijakan secara komunal, sebagai hasil dari akumulasi persamaan kognisi dan sikap antar agen. Meme lantas menjadi cara untuk mempopulerkan pengetahuan mengenai situasi politik terkait.
Bagi saya, humor politik melalui meme memainkan peran penting dalam penyebaran wacana politik, sebab ia tidak hanya bisa menggapai orang-orang yang aktif dalam isu-isu politik, melainkan juga membantu mereka yang tidak aktif berpartisipasi dalam diskusi politik untuk mendorong mereka untuk memahami isu-isu politik terkini yang sedang terjadi.
Meme mampu menjadi sarana edukasi politik alternatif, paling tidak membuat orang-orang mampu memahami (dan turut berpartisipasi mengkritisi) fenomena politik yang sedang terjadi. Seperti ungkapan Dougherty (2002) bahwasanya,“Much like political cartoons, they (political memes) can catch the attention of a reader in a way that an article cannot.” []
Referensi :
- Allifiansyah, Sandy. 2016. “Kaum Muda, Meme, dan Demokrasi Digital di Indonesia”. Pp. 151-164. Yogyakarta : Jurnal Ilmu Komunikasi.
- McClure, Brian. 2016. Adult Education Research Conference. http://newprairiepress.org/aerc/2016/roundtables/12
- Kulkarni, Dr. Anushka. 2017. “Internet meme and Political Discourse: A study on the impact of internet : meme as a tool in communicating political satire” pp. 13-17. Mumbai : Amity School of Communication
- Kurniasih, Nuning. 2016. “Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dalam Meme: Sebuah Analisa Isi Terhadap Meme-meme di Dunia Maya” Pp. 24-25 Oktober 2016. Pp. 279-284. Bandung : Unpad Press.
- Amanda du Preez & Elanie Lombard. 2014. https://doi.org/10.1080/02500167.2014.938671
- Mahadian, Adi Bayu. 2014. “Humor Politik Sebagai Sarana Demokrastisasi Indonesia”. Pp. 4-15. Jakarta : Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI)
- Dominic D. Wells. 2018. “You All Made Dank Memes: Using Internet Memes to Promote Critical Thinking”. Journal of Political Science Education. Pp. 240-248. Kent State University
- Bratich, J. 2014. “Occupy all the dispositifs: Memes, media ecologies, and emergent bodies”. Communication and Critical/Cultural Studies, 11(1). Pp. 64-73