Tanpa kita sadari waktu terus berjalan, sejak kita di dalam kandungan yang berumur hari, kemudian minggu dan bulan lalu terlahir menjadi bayi, remaja, dewasa, tua lalu meninggal dunia. Semua ini berada pada putaran waktu yang jelas. Kita harus menyadari bahwa waktu hari ini tidak akan pernah dapat terulang pada hari esok, waktu hari ini adalah untuk melakukan kebaikan hari ini dan hari esok untuk melakukan kebaikan hari esok dan begitu seterusnya.
Waktu merupakan rangkaian saat, momen, kejadian, atau batas awal dan akhir sebuah peristiwa. Hidup tidak mungkin ada tanpa dimensi waktu, karena hidup adalah pemberdayan lingkungan melalui gerak yang terukur.
Bahkan dapat kita katakan bahwa waktu itu salah satu dari titik sentral kehidupan. Pada hakikatnya, seseorang yang menyia-nyiakan waktu adalah sedang mengurangi makna hidupnya. Bahkan kesengsaraannya manusia bukanlah terletak pada kurangnya harta, tetapi justru membiarkan waktu berlalu tanpa makna.
Makna hidup akan semakin berkualitas apabila kita meyakini bahwa hidup adalah gerak, sebuah keniscayaan yang terus mengalir untuk selalu mengarah, berbuat, dan memberikan torehan, jejak, ataupun karya berupa kebaikan dan kebenaran.
Hidup akan mempunyai makna apabila kita memberikan nilai terhadap gerak. Karena, tanpa gerakan seseorang akan menjadi statis lalu mati sebelum mati. Bila kita mampu menangkap semua simbol dari ibadah, niscaya kita akan menemukan filsafat gerak tersebut.
oleh karena itu, bulan puasa ramadhan telah masuk etape ke 3, dengan kata lain sudah masuk 10 hari terakhir ramadhan. Pada 10 hari terakhir ini, masyarakat indonesia khususnya umat islam terbagi dalam 3 kategori, yaitu pertama, masyarakat yang sedang menyiapkan atau berada diperjalanan untuk mudik ke kampung halaman masing-masing.
Kedua, masyarakat yang sedang asyik, berdesak-desakan dan lalu lalang di tiap-tiap toko dan mall untuk mencari baju, celana baru sebagai bentuk budaya dalam menyambut hari raya kemengan/hari raya lebaran. ketiga, yaitu masyarakat yang sedang asyik, khusuk atau berdiam diri di tiap-tiap mushola, mesjid-mesjid untuk i’tikaf.
Dengan kata lain, sebagian masyarakat ini memaksimalkan hari-hari terakhir puasa ramadhan dengan terus istiqomah dalam menjalani setiap perintah dan menjauhi segala larangan yaitu dengan memperbanyak baca al-qur’an, berzikir, ber-uzlah, kontemplasi, dan atau meninggalkan aktivitas dunia hanya untuk bercinta, bercumbu dan meraih berkah dan rahmat atau ampunan dari Allah swt.
Momen atau pengalaman mengakhiri puasa ramadhan? Pengalaman terlibat di dalam melaksanakan ajaran agama yang paling mengesankan memang terjadi di masa kanak-kanak, dan momentum bulan puasa adalah yang paling memegang peranan. Anak anak selalu saja tidak mau ketinggalan di hampir seluruh kegiatan ramadhan, dari acara sahur sampai berbuka puasa. Dan lebih lebih lagi di saat tarawih. Mereka senang karena bisa berkumpul dengan teman teman di mesjid atau mushala (langgar).
Pada paragraf selanjutnya, beliau mengatakan bahwa, ………Biasanya, tarawih pada hari-hari pertama selalu padat. Saf-saf yang di atur oleh pengurus masjid atau mushala sering terlalu rapat, sehingga untuk ruku saja harus ekstra hati hati supaya tiak menyundul pantat orang. Jamaah yang membludak sampai ke luar masjid biasanya menjadi bahan pemikiran tersendiri bagi tokoh tokoh masyarakat bahwa mesjid mereka sudah terlalu kecil.
Kesimpulannya adalah, Oleh karena itu manusia selamanya memerlukan proses pensucian diri dai waktu ke waktu. Maka bulan ramadhan dapat di pandang sebagai bulan pensucian diri pribadi secara berkala.
Melalui bulan suci dan pensucian ini seseorang diharap dapat membersihkan kembali dirinya dari kotoran kezaliman selama bulan bulan sebelumnya. Dengan meminjam istilah Dante Aligiri dalam divina comedia, maka karena manusia menurut islam dilahirkan dalam fitrah, ia mulai hidupnya dalam alam kebahagiaan, ala paradiso.
Tetapi karena kelemahannya sendiri, manusia mengalami proses pengotoran nuraninya, sehingga lama kelamaan jatuh dan terseret ke dalam kesengsaraan alam inferno. Maka datanglah bulan ramadhan sebagai rahmat Allah kepada manusia, untuk memberi kesempatan membersihkan diri dan bertobat, dan inilah proses dalam alam purgatorio.
Dengan asumsi bahwa proses itu dijalaninya dengan baik dan sukses, maka pada akhir ramadhan manusia kembali ke alam kesuciannya sendiri, yaitu fitrahnya, yang membawa kebahagiaan, masuk lagi ke alam paradiso. Kebahagiaan inilah yang dilambangkan dalam hari raya lebaran (kebebasan dari dosa), hari dul fitri, idul fitri, kembalinya fitrah.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa puasa memang merupakan ibadat yang amat penting, yang menjadi bagian dari cara pendekatan diri kepada Tuhan serta pendidikan akhlak pribadi dan peningkatan kehidupan keruhanian.
Puasa merupakan salah satu iabadat yang paling universal, terdapat pada syariat setiap umat dan bansga sepanjang zaman, dan merupakan sumber kearifan serta hikmah yang paling banyak diamalkan oleh agama agama.
Maka tidak heran bahwa perintah Allah kepada kaum beriman untuk berpuasa disertai keyterangan bahwa puasa itu juga diwajibkan atas umat umat terdahulu. Keterangan ilahi ini sejalan dengan definisi tentang kaum yang bertakwa, yang salah satu indikasinya, seperti dikutip dari al- quran ialah percaya kepada kontinuitas dan kesatuan unsur unsur yang benar dari semua warisan keagamaan sepanjang zaman dan di setiap tempat.