Implementasi dari adanya rumusan sistem pembuktian tentunya berdasarkan pada asas-asas hukum pidana.Salah satunya adalah asas Presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah.Dengan adanya asas ini maka terdakwa sebagai subjek dibebani pembuktian pada setiap tahap pemeriksaan.
Kehadiran saksi dalam pembuktian perkara pidana sangatlah dibutuhkan untuk menyingkap tabir penghalang dalam sebuah kasus pidana.Dahulu dalam perkara pidana diperbolehkan menggunakan saksi mahkota untuk mendukung kekurangan alat bukti guna untuk menemukan titik terang dari suatu perkara pidana.
Lalu Apa Itu Saksi Mahkota?
Saksi mahkota adalah terdakwa yang dijadikan sebagai saksi untuk terdakwa lain yang bersama-sama melakukan tindak pidana.
Dengan adanya saksi mahkota maka hal ini bisa menimbulkan beragam polemik yuridis.Sedangkan secara normatif penggunaan saksi mahkota merupakan hal yang sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak.
Awalnya penggunaan saksi mahkotasebagai alat bukti dalam perkara pidana diperbolehkan karena dikhawatirkan kurangnya alat bukti yang diajukan, khususnya terhadap perkara pidana yangberbentuk penyertaan dan juga alasan untukmemenuhi rasa keadilan publik.Sebagaimana dijustifikasi oleh Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1986K/Pid/1989 tanggal 21 Maret 1990.
Hingga kini penggunaan saksi mahkota sebagai alat bukti tidak digunakan lagi karena melanggar hak asasi terdakwa dan penggunaan saksi mahkota perlu ditinjau ulang dalam pelaksanaannya.Karena sangat sensitif dengan hak asasi manusia jika terus dilakukan pembuktian melalui saksi mahkota.