Sabtu, Oktober 5, 2024

Menilik Insiden Kematian di Lapangan

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.

Menyikapi kemenangan atau kekalahan klub sepak bola kesayangan tentu harus proporsional, terukur, wajar, dan rasional. Euforia kemenangan sebaiknya dirayakan dalam rangka meluapkan emosi dan energi kegembiraan karena hasil yang telah diperoleh klub atau orang yang didukungnya  sesuai dengan harapan. Pun, saat klub kesayangan mendapati kekalahan. Luapan emosi dan kekecewaan tak harus merugikan suporter lawan, terlebih mengintimidasi pemain lawan.

Melihat tragedi berdarah yang dialami lebih dari seratus lima puluh orang suporter Arema FC dan dua orang polisi yang menjaga pertandingan sepak bola liga 1 antara Arema FC dan Persebaya adalah sebuah tontonan yang mengerikan, meyedihkan, dan memalukan. Sejumlah nyawa manusia “lenyap” tak bermakna karena insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang (1/10/22)

Alasan apa pun penyebab insiden di atas tak bisa diterima oleh akal sehat. Sejatinya pertandingan sebuah olahraga menciptakan kesenangan (baca: hiburan) bagi para penontonnya, terlebih bagi para penggemarnya. Termasuk tontonan olahraga yang menghibur rakyat pada era klasik, yaitu pertarungan antargladiator di masa Kekaisaran Romawi.

Gladiator merupakan petarung bersenjata yang melakukan pertarungan dalam rangka menghibur. Tak seperti informasi yang selama ini kita dapatkan, salah satu gladiator harus berakhir dengan kematian. Sebenarnya inti dari pertandingan gladiator adalah hiburan, sama sekali bukan kematian.

Menurut penelitian mutakhir yang dilakukan terhadap makam para gladiator, arsip pertandingan, dan catatan para pengurus diketahui bahwa pertarungan gladiator tidak selalu berakhir dengan kematian. Rasio keselamatan para aktornya bisa mencapai 90%. Ditambah dengan data lain bahwa dalam pertandingan tersebut dihadirkan seorang wasit sebagai pelerai yang bisa menghentikan atau melanjutkan sebuah pertandingan. Ada pula aturan yang ketat sebagai pedoman pertandingan.

Menilik insiden kematian di Stadion Kanjuruhan, sama sekali bukan disebabkan adu jotos antarpemain kedua klub yang bertanding, tapi karena kekecewaan salah satu suporter di mana klub kesayangannya mengalami kekalahan (2-3) kemudian merangsek ke lapangan setelah selesai pertandingan. Mereka mengejar pemain lawan dengan satu tujuan “tertentu” sembari mengabaikan imbauan pihak keamanan. Situasi dan kondisi menjadi “chaos”. Terjadilah insiden berdarah yang memilukan sekaligus memalukan.

Siapa yang salah dalam insiden di atas? Apakah pihak polisi atau suporter Arema yang meciptakan kegaduhan dan keonaran terlebih dahulu sehingga memancing pihak kepolisian untuk menyemprotkan gas air mata kepada mereka, atau ada faktor-faktor lain di luar itu yang menyebabkan insiden naas itu terjadi.

Terlepas dari siapa yang salah, harus ada investigasi mendalam soal itu sampai ke akarnya hingga akhirnya ditemukan pihak yang harus bertanggung jawab. Investigasi mendalam ini diminta langsung oleh Jokowi sebagai kepala negara.

Beliau memerintahkan pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi agar cepat ditemukan penyebabnya dan siapa, nanti, yang akan bertanggung jawab. Sebuah tantangan yang tak mudah dijalankan oleh pihak atau tim terkait yang akan melakukan investigasi ini. Di tangan merekalah presentasi kesalahan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab tersebut akan terpaparkan dengan terang benderang.

Investigasi yang dilakukan harus benar-benar dalam rangka memperoleh data dan fakta mengenai apa saja peraturan dan prosedur yang telah dilanggar oleh pihak mana saja dengan sejumlah penyebabnya. Publik berharap data yang diperoleh dari investigasi tersebut merupakan data obyektif yang kemudian bisa dijadikan “pelajaran” bagi suporter lain agar di kemudian hari insiden menyedihkan dan menyakitkan ini tak terulang.

Tak lain, semua usaha maksimal dan tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang agar pihak korban mendapatkan perlakuan yang adil dari sebuah tragedi yang disebabkan “human error”.

Satu hal penting yang harus diingat adalah satu nyawa yang hilang dari raga seseorang tak dibenarkan lepas sia-sia, terlebih nyawa ratusan orang yang sedang menikmati pertandingan klub sepak bola kesayangannya. Sejatinya ada jaminan berupa hak perlindungan yang harus ditunaikan oleh negara, salah satunya. Doa terbaik dari kami untuk para korban tragedi Kanjuruhan!

Iip Rifai
Iip Rifai
Penulis Buku "Persoalan Kita Belum Selesai, 2021"| Alumnus : ICAS Paramadina University, SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, Pascasarjana UIN SMH Banten, Sekolah Demokrasi Serang 2014.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.