Sabtu, April 20, 2024

Menilai Tata Kelola Anggaran Pemerintah

Muhammad Maulana
Muhammad Maulana
Wakil Sekretaris PCNU Kota Depok | Wakil Ketua Lembaga Dakwah Pemuda (LDP) KNPI Jawa Barat | Pengajar di FISIP UNAS

Laporan pertanggungjawaban APBN 2017 baru saja ditetapkan menjadi undang-undang pada akhir bulan Juli. Tercatat, realisasi penerimaan negara dan hibah mencapai Rp 1.666,37 triliun atau 95,99 persen.

Pencapaian tersebut membaik dibanding tahun sebelumnya, yang hanya 87,11 persen. Belanja Negara juga terlaksana cukup tinggi, mencapai 94,10 persen, naik cukup berarti dari 2016 sebesar 89,5 persen. Defisit anggaran 2017 terkendali pada level yang lebih rendah dari yang ditargetkan.

Secara persentase, defisit APBN menurun dari 103,92 persen di 2016 menjadi 85,84 persen di 2017. Realisasi keseimbangan primer juga semakin membaik dan mendekati surplus.

Dari sisi pertanggungjawaban, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari 88 laporan keuangan lembaga-lembaga negara yang diaudit di 2017, hanya 2 lembaga yang mendapatkan disclaimer. Artinya pertanggungjawaban APBN 2017 dilaksanakan dengan baik, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak ada temuan signifikan yang berimplikasi pada kewajaran laporan.

Kondisi ini menunjukkan tata kelola anggaran Indonesia yang semakin akuntabel dan kredibel menurut penilaian internal. Bagaimana pihak luar menilai tata kelola anggaran pemerintah?

Kajian Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) 2017 menunjukkan kinerja tata kelola anggaran pemerintah Indonesia secara internasional telah memenuhi standar praktik baik, meski perlu beberapa pengembangan.

PEFA adalah sebuah studi yang bertujuan untuk menentukan kinerja tata kelola anggaran pemerintah. Bank Dunia, bersama dengan organisasi mitra pembangunan internasional, dan Kementerian Keuangan (2017) merumuskan tujuh pilar utama yang dinilai dalam tata kelola anggaran.

Ketujuh pilar tersebut adalah keandalan anggaran, transparansi keuangan publik, pengelolaan aset, strategi keuangan dan penganggaran, pengendalian pelaksanaan anggaran, pelaporan dan akuntansi, serta audit dan pengawasan internal.

Masing-masing pilar memiliki indikator, yang secara total berjumlah 31 indikator. Setiap indikator diberikan nilai antara A sampai D. A dan B menunjukkan bahwa pemerintah telah memenuhi kriteria praktik baik secara internasional, sedangkan C dan D berarti perlu dikembangkan.

Hasil kajian PEFA 2017 menyimpulkan 17 dari 31 indikator memeroleh nilai A dan B. Artinya, lebih dari separuh praktik tata kelola anggaran di Indonesia telah memenuhi sesuai dengan praktik baik pada level internasional. Oleh karenanya, wajar jika kinerja anggaran pada 2017 cukup memuaskan di tengah perekonomian global dan domestik yang sedang tidak stabil.

Di tahun yang sama, hasil kajian Open Budget Index (OBI) 2017 juga mengonfirmasi praktik tata kelola anggaran yang cukup baik. Studi ini mengukur kredibilitas pemerintah melalui praktik keterbukaan informasi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas tata kelola anggaran.

Ada 4 kategori yang digunakan OBI yang dikelompokkan menurut jumlah skor, yaitu (i) extensif (81-100); (ii) substansial (61-80); (iii) terbatas, dan (iv) minimum (21-40). Dari empat kategori tersebut, Indonesia mampu mencapai skor 62 atau dalam kategori substansial. Capaian skor ini menunjukkan pemerintah telah menyediakan dan membuka cukup informasi anggaran, yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses penganggaran. Hasil dua studi ini mengkonfirmasi perbaikan tata kelola anggaran menjadi lebih transparan dan akuntabel.

Di sisi lain, dalam hal pemberantasan korupsi, kinerja pemerintah berjalan cukup lambat. Akselerasinya tidak secepat perbaikan tata kelola anggaran. Transparency International, sebuah organisasi internasional yang fokus pada gerakan anti korupsi- pada 2017 menempatkan Indonesia pada rangking ke 96 dari 180 negara dengan skor 37 dari 100 dalam studi Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Interval skor yang digunakan IPK adalah 0 (nol) yang berarti sangat korup, dan 100 yang berarti sangat bersih dari korupsi.

Namun dengan capaian positif tata kelola anggaran 2017 yang semakin kredibel, ada rasa optimis tingkat korupsi dapat ditekan pada tahun-tahun berikutnya. Tanpa pengelolaan anggaran yang transparan dan akuntabel, pembangunan yang berkualitas dan bersih dari korupsi hanyalah mimpi. Semoga anggaran pembangunan dapat dirasakan langsung masyarakat dan membawa Indonesia menjadi lebih sejahtera. Semoga!

Muhammad Maulana
Muhammad Maulana
Wakil Sekretaris PCNU Kota Depok | Wakil Ketua Lembaga Dakwah Pemuda (LDP) KNPI Jawa Barat | Pengajar di FISIP UNAS
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.